Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Dua Malam Bersama Carolina

6 Oktober 2011   17:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:15 200 1


Ini malam keduaku dalam kesendirian. Rumah dinas yang sepi tanpa anak-anak dan istri. Pemindahtugasanku ke ibu kota ini memang memaksa untuk berpisah sementara waktu dengan orang-orang tercintaku.Bujang lokal, gelar itu akhirnya kusandang juga. Setidaknya aku masih beruntung bisa pulang seminggu atau dua minggu sekali. Jakarta - Yogya bukan jarak yang jauh. Hanya saja karier isteri dan sekolah anak-anak lebih perlu ditimbang. Berpisah sementara, itu jalan tengahnya. Kangen? itu sudah pasti. Tapi nikmat.

Sulit tidur. Itu penyakit lamaku jika berada di tempat baru. Sudah pukul setengah satu. Acara televisi sudah tidak ada yang menarik minatku. Maka teras rumah adalah tempat dan teman yang tepat.Duduk terpekur. Secangkir kopi.Mengisap kretek. Asap dari lubang hidung dan bibirku membumbung pekat. Menari dan menari.Tapi tetap sepi. Entah sudah berapa kali lompatan lamunanku berpindah. Dari wajah dan senyum istri, juga canda riang anak-anak. Komplek perumahan ini pun tak luput menjadi lompatan lamunanku. Komplek dengan rumah-rumah besar. Seperti juga yang kutempati saat ini. Ah..kupikir perusahaanku terlalu boros menyewa rumah besar ini. Terlalu besar. Para penghuninya? ah..aku baru dua hari  disini, belum banyak yang ku kenal. Selain Ketua RT yang hanya bisa ditemui malam hari dan juga Pak Heribertus, ketua lingkungan dari Gereja tempat aku bergabung disini. Yang lain? belum. Sama-sama sibuk atau mungkin nyaman tertutup.

Angin malam ini sangat malas berhembus. Hanya menggoyang pelan daun-daun panjang akasia di depan rumah. Mungkin karena musim yang saat ini sulit ditebak arahnya. Hujan yang diharap pun masih juga enggan gemericik. Yang agak ramah adalah bulan yang penuh dan bintang-bintang yang ceria dengan kerjap-kerjapnya. Lamunanku terputus oleh sorot lampu dari ujung jalan di kiri rumahku. Lampu mobil. Ah, siapa pula tengah malam begini lewat. Tamu-kah atau tetangga yang pulang bekerja-kah? Mobil itu semakin dekat dan tampaknya akan melewati jalan di depan rumahku. Semakin dekat. Starlet kapsul putih. Hm. Mobil yang sudah tidak muda riwayatnya. Namun masih mulus.Mungkin pemiliknya seksama merawatnya. Heran, tak kudengar sekejap pun deru mesin mobil itu. Begitu halusnya.

Pelan.Merayap pelan. Starlet itu berhenti di depan rumahku. "Hm, mungkin dia tamu yang kemalaman. Ingin bertanya alamat padaku", batinku. Tak apalah. Paling juga nanti aku minta maaf karena orang baru. Perlahan aku beranjak. Membuka pintu pagar. Menuju mobil itu.

Perlahan. Kaca mobil itu terbuka. Wangi parfum mobil yang aku tak tahu merek apa. Segar dan sejuk. Tapi tak membuat mabuk. Namun aku terpana. Ups, sesosok wajah wanita. Tersenyum manis penuh pesona. Pesona ramah dan tanpa syak wasangka. Wajah dan rambutnya mengingatkanku pada sosok rupawan Andi Meriem Matalata. Hm, Setengah baya.Lebih tua dariku.Mungkin selisih dua tahun. Sekitar empat puluhan lah tebakanku. Tapi cantiknya. Sungguh mempesona. Entah pesona apa. Yang membuat aku pun luntur dan jauh dari keinginan menggoda. Mungkin itu yang di sebut kharisma. Kharisma wanita.

"Met malam Om...", wah, ramahnya. Dia duluan menyapa. Sebutan "Om" itu terkesan tulus. Ringan saja menganggap aku seperti paman bagi anak-anaknya. Senyumnya merekah manis sekali.

" Malam mbak..", tercekat. Hingga hanya itu yang mampu kuucap.

"Om, baru tinggal di sini?"

" I..iya..Mbak".

" Kenalin, Aku Carolina. Rumahku di Blok B. Itu tuh, di ujung jalan ini belok ke kiri", suara merdu dan lembut sekali. Tapi tidak manja.

" A..aku..Suryo, Chris Suryo", masih gugup. Tapi berusaha senyum semanis mungkin untuk mengimbanginya. Meski aku tahu hasilnya pasti jauh beda. Aku ulurkan tanganku untuk menjabatnya. Aku yakin tangannya halus dan lembut.Dan wangi.

Dia ulurkan juga tangannya. Tapi saat setelapak hampir tiba, ia menarik kembali tangannya. Entah mengapa. Tapi itu hanya sekian detik saja. Karena ia mengalihkan tangannya ke jok kiri mobilnya. Membuat aku tidak seperti orang bodoh karena tangan tak sampai. Hm.

Ada sesuatu yang diambilnya dari jok sebelahnya. Ternyata setangkai mawar segar. Merah dan merekah.

" Ini untukmu Om. Tanda perkenalan", di sodorkan mawar itu padaku. Tanpa duri. Indah sekali.

" Terima kasih", aku agak terpana.

" Sudah malam nih. Aku pulang dulu ya", masih dengan senyum manisnya.

" Silahkan mbak. Hati-hati".

"Sempatkan mampir ke rumahku,..oke?", astaga! mata indah mengedip. Dadaku bergemuruh.

"Pas..pasti mbak", Aku melambai.

Dan starlet itu berlalu. Tanpa deru. Ada sesuatu yang menarik lagi dari mobil itu. Plat mobilnya sungguh istimewa. B 1 NAR. Aku tak paham aturan nomor polisi. Entah itu asli atau aksesori. Namun lebih membuatku suka pada pemiliknya. Karena pasti ia bukan hanya cantik. Tapi kreatif. Binar! ya plat mobilnya jika di eja akan kubaca BINAR.

Aku masih enggan masuk ke rumah. Kupandangi mobil itu hingga akhirnya menghilang di tikungan jalan. Rumahnya di Blok B. Sudah jelas aku lupa bertanya. Blok B berapa nomor berapa. Sampai aku beranjak terlelap pun dadaku masih gundah gulana. Oh, Carolina.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah menjadi giat bekerja siang hari. Karena Carolina mungkin. Malam selanjutnya sulit tidur kembali menimpa. Apalagi ditambah sosok sempurna seperti Carolina. Malam ini segala lompatan lamunanku hanya tertuju pada sosoknya. Dan tengah malam seperti ini yang kuharap tampak dari ujung jalan adalah sorot lampu mobilnya.

Sedetik.Dua detik. Bermenit-menit ku tunggu. Dan debaran dadaku tak menentu. Sorot mobil itu akhirnya tampak pula. Pelan dan perlahan. Ah, aku semakin penasaran sosok ini. Plat mobilnya dari depan kulihat telah berganti lagi. Bukan plat Jakarta lagi ku kira. Tapi tetap mampu ku eja. K 4 SIH. Hm, sesibuk itu. Masih sempatkah Carolina?

Semakin mendekat. Namun sejenak aku agak pupus harap. Dia tidak berhenti seperti malam kemarin. Hanya sedikit lebih pelan. Meski tetap ramah padaku. Kaca jendelanya diturunkan. Parfum itu menyibak segar di nafasku. Senyumnya tetaplah terurai. Kali ini deretan gigi putih dan rapinya ikut pula tersibak. Aduhai mempesonanya. Dan ada sesuatu yang dia lemparkan untuk-ku. Mawar merah segar itu lagi. Oh. Indah.

Lalu ia melambaikan tangannya. Ku balas jantan. Namun tak ku lepas pandang. Sedikit mengernyit aku pandang mobilnya yang berlalu. Plat belakang kendaraan itu telah berganti juga rupanya. Namun sekali lagi sungguh mudah kucerna. B 4 PA. Hm. Aku semakin terpesona. Dia cantik, berkharisma dan sepertinya religius. Meski dalam rasa Ge Er-ku aku merasa ia seperti "menggoda".

Seperti yang lalu. Aku beranjak setelah ia hilang berbelok di tikungan. Tidurku malam ini nyenyak sekali. Hangat dalam dekapan wangi mawar. Mawar Carolina.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pagi ini aku sangat terlambat bangun. Memang hari Sabtu adalah libur untukku. Namun bukan karena itu aku malas beranjak dari ranjang sepiku. Larut terlelap dan mimpi indah dalam pelukan mawar lah yang pasti menjadi penyebabnya. Bias pagi dari sela jendela pun tak kuasa mengusikku. Aku lebih asyik dalam pelukan nikmat kemalasan. Hingga suara ketokan di pintu pagarlah yang membuatku tersadar. Ah, sudah agak siang rupanya. Siapa yang bertamu padaku menjelang siang ini. Carolina kah? sepertinya tak mungkin. Dia terlalu anggun dan tak akan memulai angan liarku itu. Aku beranjak. Bergegas menuju pintu.

"Selamat pagi Pak Suryo. Terlambat bangun rupanya..ha..ha", ternyata Pak Heribertus dengan logat akrabnya yang datang berkunjung.

" Iya, nih Pak. Semalam telat tidurnya. Silahkan Masuk", sambutku sambil membuka pintu pagar.

"Terima kasih. Cuma mengganggu sebentar kok".

"Ah. Lama juga nggak apa. Saya libur kok", Aku berbasa basi. Sebenarnya sih aku masih ingin tidur lagi.

"Hanya pemberitahuan saja. Kalau Pak Suryo ada waktu, nanti sore kita mengadakan doa arwah".

"Oh..ada yang meninggal Pak?" tanyaku datar

"Sudah seminggu yang lalu. Itu, Bu Sanjoyo, istri mendiang Pak Sanjoyo, ketua lingkungan yang dulu".

" Oh..karena sakit Pak?" tanyaku masih agak acuh. Terus terang aku masih canggung untuk segera membaur. Meski dengan Saudara seiman.Mesti adaptasi cukup lama untuk itu. Dalam hati aku ingin merancang alasan untuk tidak bisa hadir. Aku kan bisa saja bilang mau pulang kampung nengok anak istri. Meskipun aku sudah mengabarkan pada mereka ingin istirahat. Jadi minggu ini tidak pulang.

" Agak tragis sih Pak. Kasihan. Padahal orangnya baik sekali".

"Tragis?"

" Iya. Kecelakaan di jalur puncak. Tengah malam setelah pulang dari mengurus florist dan kebun bunganya".

"Hmm. Kasihan ya Pak?"

" Iya. Pak Suryo...kasihan, O..ya, kami harap bapak bisa ikut serta. Tapi kalau masih canggung atau capek ya nggak apa", bijak sekali Pak Heribertus, mengerti apa yang kurasa.

" Mudah-mudahan sih bisa Pak", niat "buruk" ku mencari alasan kutahan, karena pengertian orang tua bijak ini.

" Oke, deh. Saya langsung permisi saja. Memberi tahu jemaat lain. Eiit..hampir lupa, ini undangan doa arwahnya", Pak Heri beranjak pamit sembari menyodorkan kertas yang dilipat menyerupai amplop padaku.

" Baiklah. Terima kasih Pak Undangannya. Saya usahakan datang", Aku mengantarnya menuju pagar.

" Mari Pak Suryo, sampai ketemu ya", Pak Heri Pamit.

"Silahkan Pak".

Lelaki setengah tua ini masih sigap menstarter motornya. Sambil melambaikan tangan dia melajukan motornya. Dan rumah ini kembali sepi.

Sesaat kupandang amplop undangan yang tergeltak di meja. Aneh. Debar hatiku seperti tiba-tiba. Menggerakkan tanganku untuk membukanya. Ada seperti bau harum menyapa. Harum itu aku sangat mengenalnya.Bahkan memimpikannya. Pelan-pelan kubaca undangan itu.

Kepada

Ytk. Chris Suryo

di Tempat

Salam Sejahtera

Kami mengharap kehadirannya untuk bersama-sama mengadakan "DOA ARWAH" untuk Mama Kami Tercinta "CAROLINA ROSA SANJOYO", pada hari ini pukul 19.00WIB. Bertempat di Panti Asuhan Bunga Kasih, Komplek Puri Anggraita Blok B1 No. 4R.

Terima Kasih. Semoga Tuhan selalu melimpahkan kasih-Nya. Binar Kasih Bapa menyertai kita.

Salam Kami

Putra-Putri Panti Asuhan Bunga Kasih

Mengetahui

Ketua Lingkungan Yakobus

Heribertus Lunawa

Di latar kertas undangan itu tercetak pula foto wajah Carolina Rosa Sanjoyo. Wajah mempesona yang akrab bersamaku dua malam ini. Detak jantungku memaksa untuk menarik napas panjang. Meski berat menyesak dada. Bahkan sampai relung hatiku yang paling ujung. Lunglai aku. Ada nyeri dan sepi disana.

Hhh...Mbak Carolina. Aku akan tepati janjiku malam pertama itu. Akan kusempatkan bahkan kuistimewakan untuk mampir ke rumahmu. Dengan doa hormatku untukmu. Semoga B 1 NAR      K  4 SIH    B  4 PA merengkuhmu dalam kedamaian.

-----------------------------------------------------------

@Chris Suryo

enam,sepuluh,sebelas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun