Setiap orang tua pastilah menginginkan anak balitanya, baik mereka laki-laki atau perempuan terlihat rapi potongan rambutnya. Tapi sepertinya banyak yang mengalami bahwa bukanlah hal mudah untuk “merayu” anak-anak balita kita agar mau diajak ke tempat potong/cukur rambut, meskipun beberapa ada juga anak balita yang termasuk menurut saat diajak ke tempat seperti ini.
Mengingat balita perempuan bisa dikatakan “jarang” dipotong rambutnya, karena untuk anak perempuan jika berambut panjang tidaklah terlalu menjadi masalah, hanya tinggal merapikan saja, maka yang seringkali menjadi “kesulitan” tersendiri untuk hal ini adalah ana-anak balita kita yang laki-laki.
Beberapa hal yang sering menjadi sebab “rewelnya” balita saat dicukur rambutnya adalah karena mereka rata-rata memiliki rasa takut/kuatir terhadap alat cukur yang memangkas “bagian tubuh”nya. Yang ada dalam pikiran mereka diperkirakan adalah sebuah ketakutan jika terluka, seolah dicukur rambutnya seperti sebuah hukuman. Selain itu, menjadi sebuah kesulitan pula bahwa balita/laki-laki cenderung memiliki sifat “ingin bergerak”, tidak betah dalam waktu yang bagi mereka cukup lama untuk hanya duduk dan berdiam diri. Sehingga meskipun mereka tidak takut terhadap proses itu, namun jaminan untuk mereka tetap betah duduk diam sulit kita dapatkan. Demikian juga masih adanya rasa “asing” dan “aneh” saat ada orang lain yang melakukan sesuatu terhadap rambutnya, itu pula yang membuat mereka seringkali memberontak/rewel saat rambutnya dipangkas di tempat bercukur. Mungkin masih banyak lagi sebab-sebab yang lain, yang harus kita selami dari sisi-sisi balita itu sendiri. Itu tugas “kecil” kita sebagai orang tua.
Memang sih, sudah ada beberapa tempat potong rambut/bercukur yang dikhususkan untuk balita. Konsep mereka sengaja dibuat agar balita nyaman saat dicukur rambutnya. Namun tentu saja tarif untuk itu relatif mahal untuk kita yang kantongnya pas-pasan. Dan tidak menjadi jaminan pula bahwa anak balita kita akan menyukainya. Maka itu alangkah lebih baik jika kita sendiri yang lebih memahami balita kita dan menciptakan cara yang menurut kita cukup “manjur” untuk bisa dengan lancar membawa balita kita ke tempat bercukur “murah” sekalipun, yang penting kita bisa mentoleransi keamanan/kebersihan prosesnya.
Sedikit berbagi cara, barangkali saja bisa bagi Anda yang masih mengalami kesulitan terkait hal ini bisa menerapkan. Dan tak menutup kemungkinan juga jika ada yang hendak melengkapi dengan pengalaman-pengalamannya. Sepintas ini masalah “kecil” namun Saya yakin berguna dalam mendidik balita kita terkait kerapian penampilannya serta mendidik ke arah menyukai kerapian/keteraturan.
Yang pertama. Sebagian besar balita dalam tahap perkembangan mentalnya cenderung meniru pada apa yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, terutama orang tua mereka. Oleh karena itu, Saya mengambil dari sisi seorang ayah, alangkah baiknya terlebih dahulu sering-seringlah mengajak balita kita saat hendak mencukur rambut kita. Akan lebih baik jika sang istri/ibunya anak-anak diajak pula. Ciptakan suasana bahwa ke tempat bercukur pun merupakan wahana berwisata. Kita arahkan agar anak kita melihat ketika kita menikmati bercukur. Perlihatkan bahwa bercukur itu asyik, nyaman dan menyenangkan. Mungkin butuh waktu berkali-kali agar balita kita akrab dengan tempat kita memotong rambut itu.
Yang kedua. Bawalah “promosi” bahwa bercukur itu menyenangkan setiap saat tiba di rumah. Ciptakan semacam permainan dengan tema bercukur. Kita bisa mengambil posisi sebagai sang tukang cukur atau sebaliknya. Tak harus dengan alat-alat bercukur yang sesungguhnya tentu saja. Berbagai alat bermain bisa kita gunakan. Misalnya, kain, gunting plastik dan lain-lain yang dengan suara mulut yang meniru bunyi gunting atau alat cukur listrik bisa kita ciptakan kondisi seolah-olah kita benar-benar bercukur rambut. Sering-seringlah menanamkan sebuah pendapat bahwa anak yang menyukai bercukur itu “hebat dan pintar”.
Yang ketiga. Setelah terbaca bahwa anak kita itu mulai akrab dan menyukai bercukur, kita dapat memulai untuk mengajaknya bercukur secara nyata. Jangan lupa untuk memilih tempat cukur yang mesti tak harus mahal namun sang tukang cukur terlihat pula menyukai anak-anak dan si balita merasa dekat dengannya. Karena jangan salah, tempat cukur/salon atau tempat cukur anak yang mahal pun belum tentu tukang pangkasnya benar-benar sabar terhadap balita. Dan usahakanlah untuk selalu mendampingi anak kita saat bercukur itu. Ajaklah dia bercerita dan mengobrol serta selingi dengan pujian-pujian yang membangkitkan kepercayaan dirinya agar dia betah saat bercukur.
Selanjutnya, meski yang terkhir ini tidak mesti dilakukan adalah berikan sedikit “hadiah” saat balita kita telah menunjukkan “kehebatan”nya yaitu tidak rewel ketika bercukur. Sepotong es krim seharga tiga ribuan mungkin bisa menjadi penghargaan dan motivasi untuknya. Tapi yang ini tentu saja tidak harus selalu dilakukan.
Yang jelas untuk merayu agar anak balita kita menyukai kegiatan bercukur rambut tak harus menuju ke tempat pangkas rambut khusus anak yang mahal, kios cukur rambut “asgar” (asli Garut) asal tingkat kebersihannya terjaga pun bisa menjadi tempat yang cocok dan menyenangkan juga jika kita mampu menciptakan suasana bahwa bercukur itu asyik, menyenangkan dan sebagai salah satu wahana berwisata murah meriah. Sehingga alangkah senangnya kita saat sang anak menjadi “ketagihan” untuk bercukur kembali dengan permintaan ”,Pa/Ma,..kapan kita cukur rambut lagi?”
Salam berwisata cukur rambut untuk balita kita.
.
.
C.S.