[caption id="attachment_146772" align="aligncenter" width="225" caption="from google"][/caption] Good Morning, How are you? Selamat Pagi, apa kabar? Sugeng enjing, piye kabare? Wilujeng sumping, kumaha wartosna? Kalimat di atas adalah sebagai pembuka dan juga sapaan untuk sahabat sekalian. Sapaan pertama adalah dalam bahasa Inggris yang disepakati sebagai bahasa internasional, sapaan kedua dalam bahasa Indonesia yang telah di jiwai sebagai bahasa nasional, yang ketiga adalah bahasa jawa sebagai bahasa daerah yang lumayan saya kuasai sebagai bahasa dari tempat mana saya berasal, dan yang terakhir adalah sapaan dalam bahasa Sunda,yang mudah-mudahan sudah saya ucapkan dengan benar, bahasa Sunda adalah salah satu bahasa daerah yang paling dekat dengan saya di samping bahasa jawa yang agak mendarah daging dalam riwayat saya. Sebenarnya setelah sapaan dalam bahasa terakhir di atas, saya masih sangat ingin menambahkan sapaan dalam bahasa lain, bukan bahasa asing seperti perancis, jerman, spanyol atau yang lain, tapi bahasa daerah lain di Negeri kita ini seperti bahasa Aceh, Batak, Palembang, Padang, Lampung, Dayak, Makasar, Manado, Bali, Kupang, Flores, Lombok, Papua dan bahasa daerah kita lainnya. Entah mengapa, ada rasa indah yang terkuak ketika kita berbahasa daerah. Baik ketika bertemu dengan rekan satu daerah, ataupun rekan daerah lain yang menguasai bahasanya. Itulah yang saya rasakan. Ada kelimpahan dalam jiwa, berupa kedekatan, persahabatan, dan juga kedamaian. Bukan hanya rasa kebahasaan karena ucapan kita dimengerti oleh lawan bicara kita. Perasaan kembali ke dalam suasana kita sebelumnya, kita apa adanya. Mungkin saya belum tepat menyentuh apa yang dimaksud rasa "damai" lain itu. Pokoknya mirip ungkapan Syahrini,...sesuatu banget! Saya sering kagum, saat ada sahabat yang satu daerah, pulang dari melanglang ke eropa atau tempat lain yang go internasional pokoknya, saat bersua kembali tetap fasih ngobrol dengan bahasa daerah. Sebaliknya seringkali kesal meski dipendam, saat rekan yang sehabis go internasional itu menjadi terkesan ogah berbahasa nasional apalagi berbahasa daerah, dia memilih berbahasa nasional namun dicampur aroma ke-british-british-an, ke-jerman-jermanan atau ke- yang lain yang sekilas terlihat keren. Ah, keren apa, pengin melempar sendal rasanya. Saya bukan iri dengan rekan yang go internasional. Namun hanya sedikit sumbang saran, jangan lupakan darimana kita berasal, juga bahasa ibu kita. Yakinlah saja, bahasa daerah, tak peduli dibilang ndeso sekalipun, suatu saat bahkan sering lebih mengena dan berguna dalam berinteraksi, apalagi ketika kita menggunakannya dalam penguasaan yang total, tempat dan suasana yang tepat. Tak peduli dimanapun kita tinggal atau berinteraksi, jika ada saat dan kesempatan berbahasa daerah, pakailah. Saya sangat salut dengan sahabat yang mampu menguasai berbagai bahasa daerah di Indonesia, karena saya yakin dia belajar dengan dominan sisi jiwa. Di banding dengan rekan yang mampu berbagai bahasa asing, karena banyak yang latar belakangnya sebelumnya mungkin hanya terpaksa, atau keperluan semata. Intinya, silahkan anda pandai fasih casciscus bahasa Internasional ataupun bahasa asing lainnya. Namun hendaknya tetap cintai, dan janganlah gengsi berbahasa daerah. Jangan salah, bisa jadi di mata kita bahasa daerah itu tidak keren, tapi terbukti banyak orang asing pun justru merasa bahasa daerah kita keren. Lihat saja, banyak orang asing belajar menjadi, sinden, dalang, belajar gamelan, angklung dan hal-hal lain di daerah-daerah Indonesia yang sangat dekat dekat/berhubungan dengan bahasa daerahnya. Bahasa daerah bukanlah ndeso, tetapi enggan berbahasa daerah itulah yang NDESO. Salam pagi dari orang desa.
KEMBALI KE ARTIKEL