Apapun yang terjadi, aku pernah berjanji, meski hanya dalam hati. Akan selalu hiasi hari dengan kisah-kisah tentang kita. Mungkin, janji itu telah beranjak pergi. Tapi, kukatakan padamu kini, segala janji tak akan pernah menepi. Maafkan aku yang tengah bergulat dengan ragu, meski sekedar hendak memulai satu kata lugu. Kuakui, ternyata tak semudah itu taklukkan dengan jarak dan waktu.
Kuketuk kembali pintu-pintu sepi. Terkuak sudah jendela-jendela sunyi. Lalu kukecup hangat bibir kerinduan. Sayangku, dalam perlahan, jemari ini tersenyum dan menari. Senada dengan irama-irama hati yang setia mengiringi. Nyanyikan bersama lagu-lagu tentang karang dan gersang. Hingga teduh pun tercipta dari rerimbunan, percik-percik mata air membasuh bebatuan, yang telah terurai kisah dahaganya.
Kurengkuh depa demi depa tubuh masa, kucipta sentuhanku pada kalbu, yang dulu hampa, dalam jamah rindu, tanpa selingkarpun belenggu. Semua keindahan bulir-bulir hujan asa dan bening sungai kasih yang mengalir, kubawa untukmu. Sebab, tak sedetik pun kan kuakhiri kisah-kisah cinta. Meski terlelap pun tetap kulayangkan, menyatu bersama mimpi-mimpi indahmu tentang kita. Di sana kan terbingkai nyata, tiada lagi angkuhnya jarak dan masa. Sudah kualunkan segala rayu. Dan bidadari hampa pun tersenyum teduh, melenguh luruh di dadaku. Berbisik mesra ia berkata,” Kau telah berdamai denganku.”
.
.
C.S.
Kala dada rasa hampa
7/6/14