'kau boleh tertawa, boleh menangis, boleh menjerit, apa saja dalam pelukku.. hanya.. '
'hanya?' keningku berkeryit.
'iya, hanya biarkan sang hari nanti menggengam tanganmu erat dan menopangmu di pundaknya, supaya kau tidak jatuh tersandung lelah.'
aku menatapnya, setidaknya kata-katanya bukan sekedar bualan.