Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bandung Pilihan

Anies Baswedan Transit di Gedung Bumi Siliwangi Bandung, Begini Sejarah Gedungnya

6 November 2024   14:20 Diperbarui: 6 November 2024   14:49 176 2
Rabu, 6 November 2024, merupakan hari yang cukup berkesan, terutama bagi Anies Baswedan dan seluruh civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia. Kehadiran sosok yang dikenal sebagai tokoh pendidikan dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, disambut hangat di Gedung Bumi Siliwangi, khususnya di Gedung rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Gedung ini tidak hanya menjadi pusat administrasi UPI, namun juga merupakan sebuah bangunan yang menyimpan sejarah yang cukup panjang, hingga sekarang dikenal sebagai "simbol" Pendidikan di Bandung.

Gedung yang berlokasi di utara Kota Bandung, tepatnya di Jl. Setiabudi ini, dahulu bernama Villa Isola, salah satu bangunan hasil karya arsitektur yang bernama Charles Prosper Wolff Schoemaker dengan gaya arsitektur art deco, yang mulai dibangun pada tahun 1933. Gedung ini memiliki arsitektur modern yang mengintegrasikan konsep tradisional dengan filosofi arsitektur Jawa, berporos kosmik utara-selatan, yang serupa dengan Gedung Utama ITB dan Gedung Sate. Awalnya, gedung ini merupakan rumah/villa milik orang Belgia yakni Dominique Willem Berretty. Pada saat itu, ia dikenal sebagai "Raja Media Cetak" yang sangat kaya-raya, dan juga merupakan pendiri Biro Pers Hindia Belanda ANETA. Kemudian di tahun 1935, Villa Isola yang sempat dijadikan rumah tinggal ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Dalam perjalanannya, tepatnya pada tahun 1954, Villa Isola kemudian resmi dijadikan Gedung IKIP (sekarang UPI) dan digunakan sebagai kantor rektorat hingga saat ini. Kini bangunan ini dikenal dengan nama Bumi Siliwangi.  

Menariknya, jika ditelusuri lebih jauh, kemewahan dan kemegahan gedung ini ternyata menyimpan cerita yang cukup dalam dan penuh intrik. Kala itu, Berretty memiliki kehidupan yang cukup dekat dengan pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang. Sayangnya, sejak Villa Isola berdiri, ia tak sempat lama menikmati tinggal di sana. Sebagai seorang yang dijuluki "Raja Media Cetak" dan dekat dengan pemerintah Hindia Belanda, surat kabar miliknya disinyalir menjadi salah satu corong bagi kepentingan pemerintah kolonial. Namun, Berretty diduga juga memiliki kedekatan khusus dengan pemerintah Jepang, yang pada akhirnya membuat pihak Belanda tidak terima. Kedua relasi ini kemudian menciptakan ketegangan dan membuat Berretty akhirnya memutuskan untuk sering memilih menyendiri dan menghindari banyak orang. Villa Isola yang tenang dan damai menjadi pilihan persembunyiannya, dimana ia dapat menenangkan diri dari kompleksitas hidup yang melingkupinya. Oleh karenanya, kata Isola tepatnya berasal dari Falsafat Baretty yaitu M Isollo E Vivo yang artinya "saya mengasingkan diri dan saya bertahan hidup".

Namun sayangnya, berbagai polemik dan ketegangan yang melingkupi kehidupan Berretty juga membawanya pada akhir yang tragis. Berretty meninggal dalam kecelakaan pesawat di perbatasan Suriah saat dalam perjalanan dari Belanda ke Indonesia untuk memenuhi undangan istrinya pulang merayakan Natal. Pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan, namun penyebab pasti kecelakaan tersebut masih menyisakan misteri hingga sekarang. Beberapa sumber menyebut pesawat itu jatuh akibat ditembak oleh pasukan Inggris, sementara laporan resmi menyatakan bahwa pesawat tersambar petir. Hingga kini, misteri di balik kecelakaan yang merenggut nyawa Berretty tersebut belum pernah terpecahkan. Lalu pada 16 Februari 1946, Gedung Isola dibom pasukan devisi India Inggris dan pasukan Belanda dengan dalih menyelamatkan para tawanan Belanda dan Inggris yang ditahan di sekitar Bandung. Setelah sempat porak-poranda akibat perang, kemudian pada 1951 Villa Isola akhirnya diresmikan oleh pemerintah RI, lalu namanya diganti menjadi Bumi Siliwangi, yang menandakan babak baru sebagai bagian dari sejarah dan masa depan pendidikan. Sekarang, gedung ini resmi merupakan bangunan cagar budaya kota Bandung.

Kehadiran Anies di Bandung, khususnya di UPI, membawa harapan bagi masa depan Pendidikan Indonesia. Hadirnya, tidak hanya sekadar dalam rangka silaturahim, namun juga menjadi momentum reflektif bagi masyarakat pendidikan untuk mengingat kembali pentingnya tekad dan persatuan dalam mencapai cita-cita besar bangsa. Sejarah panjang bangsa ini menunjukkan bahwa kemajuan tidak dapat digantungkan pada individu semata, tetapi harus didorong oleh komitmen dan sinergisitas kolektif. Hari itu, perjalanan Anies Baswedan dilanjutkan menuju Institute Teknologi Bandung (ITB) dan beberapa tempat lainnya.


Sumber: 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun