Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Menunggu Bulan

17 Juli 2011   16:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:36 155 2
Saya rindu bulan, Mas. Hari ini langit mendung, sepertinya akan hujan beberapa jam lagi. Entahlah, tiba-tiba saya jadi kangen sama bulan. Saya pengen melihat bulan, Mas. Malam ini saja, dari kemarin, saya nggak ketemu-ketemu sama bulan. Jangankan sama bulan, sama kamu saja nggak, Mas. Sudah hampir satu bulan saya nggak dengar kabar kamu. Kata istrimu, kamu pergi jadi TKI ke Malaysia. Kok kamu nggak bilang saya dulu, Mas ? memang segitu susahnya ya, kamu menghubungi saya di jaman teknologi macam sekarang ? atau paling tidak, memang segitu sulitnya memaksa kakimu sedikit melangkah menuju rumah saya untuk memberitahu perihal keberangkatanmu ? Kata ibumu, kamu pergi ke kampungmu di Solo mengunjungi ayahmu yang sakit keras. Sakit apa, Mas? Kenapa kamu malah tidak pernah cerita sama saya ? Kamu meragukan saya, Mas ? Alih-alih, anakmu malah berkata beda. Oh, maaf, saya pikir anakmu justru malah tidak berkata apa-apa tentang kamu, Mas. Dia cuma menunjuk-nunjuk, mengoceh tidak karuan, dan menyebut kata 'Stasiun'. Tadinya malah saya pikir, kamu bekerja di stasiun, tetapi saya datangi tiap stasiun, kamu tidak ada, Mas. Kemana sih kamu ? Mas, saya rindu bulan. Saya ingin bertemu bulan. Sudah lama saya tidak lihat bulan, sama lamanya dengan saya tidak melihat kamu. saya sempat curiga, Ada apa sih kamu dengan bulan, Mas ? Apa kamu titisan bulan ? Oh tentu tidak, karena katamu saya-lah yang seorang titisan dewi bulanĀ  untuk tinggal di bumi, bukan ? bahkan saya pernah bermimpi saking rindunya dengan bulan, Mas. Bermimpi kamu adalah seorang pangeran sakti yang sengaja pergi ke bulan untuk memintanya hadir di rumah saya. Benarkah itu ? Semoga benar. saya benar-benar ingin lihat bulan malam ini, Mas. Rasanya belakangan ini bulan enggan datang, dan langit mendadak mendung setiap saat. Padahal kamu tahu kan, Mas ? saya tidak bisa hidup tanpa bulan ? seminggu yang lalu, istrimu bersama dengan seluruh warga mampir sebentar ke rumah saya. Mereka terus-terusan berteriak 'perempuan sudal', 'pecun', 'wanita murahan', 'perebut suami orang', yah, klise-lah. tapi kamu tidak ada dalam kerumunan itu, Mas. Kemana kamu ? saya rindu malam itu. Ketika bulan datang, dan saya berharap bukan untuk terakhir kalinya. Saya rindu kamu berkata bahwa kamu mencintai saya lebih dari hidupmu sendiri, dan berjanji akan mengikat dan membiarkan kita mengkristal bersama bulan. kamu masih ingat itu kan, Mas ? seharusnya kamu masih ingat, karena setelah itu, kamu benar-benar membuat saya begitu mengkristal di perasaan itu, kamu sudah membuat saya begitu ketergantungan dengan bulan.. tapi Mas, kamu harus tahu bahwa hingga kini bulan tidak datang lagi semenjak malam itu berlalu. begitupun dengan kamu. Kemana sih kalian ? Mas, saya benar-benar rindu bulan. rasanya sudah seperti kecanduan, saya butuh melihat bulan -atau paling tidak melihat kamu muncul, Mas. Saya sudah tidak tahan, Mas. Kamu boleh bilang saya bodoh karena begitu saja percaya celotehan anakmu. Tapi kamu tahu kan ? yah, siapa pun juga seharusnya tahu bahwa anak-anak tidak bisa berbohong. Jadi saya memilih untuk percaya kata anakmu, Mas. dan ini sudah gerbong ke sebelas yang saya datangi semenjak istrimu dan warga desa membiarkan rumah saya satu-satunya dilahap kobaran api. Mas, sebenarnya kamu kemana sih ? saya hampir lelah mencari kamu, saya hampir lelah menunggu bulan berhenti bermain, saya mohon jangan bersembunyi saya benar-benar butuh bulan, Mas. apalagi ketika bulan tidak pernah datang lagi, semenjak tubuh kita mencoba mengkristal bersama bulan, malam itu..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun