Komunikasi politik adalah bagian penting dari demokrasi di Indonesia, karena berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah dengan masyarakat. Dulu, informasi yang berhubungan dengan politik hanya diperoleh melalui media cetak maupun berita yang disiarkan oleh radio dan televisi, tetapi sekarang berita dan pendapat politik dapat diakses dimana saja dan kapan saja, melalui berbagai platform digital. Meskipun begitu, media tradisional seperti televisi dan surat kabar, masih memiliki peran penting, terutama untuk masyarakat yang tidak bisa mengakses media digital. Media digital tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga dapat membentuk opini publik, yang dapat mempengaruhi perilaku ataupun pandangan masyarakat, baik positif maupun negatif.
Viralitas konten adalah salah satu karakteristik unik dari penggunaan media digital. Konten politik yang menarik ataupun kontroversial dapat tersebar dengan cepat dan mencapai audiens yang luas. Sebagai contoh,viralnya video yang di upload oleh akun tiktok @inilah.com mengenai Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan adanya perubahan sistem pilkada dimana DPRD yang memilih Gubernur dan Bupati dengan tujuan supaya lebih efisien dan menghemat biaya, video tersebut menuai banyak komentar dari netizen. Selain itu, usulan tersebut juga sudah masuk pemberitaan dalam program kompas petang di televisi. Lalu, Apakah hal tersebut dapat mempengaruhi opini publik tentang sosok Presiden Prabowo? Dan bagaimana media berperan dalam membentuk opini publik?
Dilansir dari laman kontan.co.id, bahwa Pada tanggal 12 Desember 2024, Di acara puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Presiden Prabowo Subianto mengusulkan adanya perubahan pada sistem pemilihan kepala daerah, agar gubernur dan bupati dipilih oleh DPRD, bukan dipilih oleh rakyat secara langsung. Video pernyataan tersebut, diunggah oleh akun @inilahcom, lalu menjadi viral di TikTok dengan 5,6 Juta viewers, 162,5 ribu like, dan 18 ribu komentar.
Namun, usulan Presiden Prabowo tersebut memicu komentar negatif dari netizen, seperti dari akun tiktok berikut:
@user6201366103696 "kedaulatan ada di tangan rakyat pak bukan ada di tangan DPRD jadi mana kebebasan untuk rakyat"
@Intrade "jaman digitalisasi... bikin sistem pemilihan online yg aman dan jujur... lebih hemat dan cepat..."
@daniel.h Pakpahan "gimana ya pak..klu mau irit pilkada teknis nya aja di pembaharui, buat pilihan elektronik jgn lagi manual pakai kertas, demokrasi pak, dari rakyat utk rakyat"
@Surya MBF "pertanyaanya : trus dimana arti demokrasi bapak yang terhormat"
@Cenderawasih "Sistem pemilu yg lbh tepat adalah sistem e-voting / e-election. Pemilihan dilakukan dengan menggunakan sidik jari. one man one vote akan tercipta. Kejahatan demokrasi akan menurun."
@RW "pemilihan tetap secara langsung, tapi dipilih dengan surat suara online, hemat biaya logistik dan rekapitulasi,"
@MATA BATIN "mulai nampak kan tanda2 ORDE BARU"
@Torang l.tobing "kami tidak setuju anggota DPR pilih gubernur.walikota dan bupati..tetap rakyt yg pilih"
Selain itu, ada beberapa influencer juga yang membuat konten terkait usulan tersebut, seperti pada akun @calonpejabatjujur menyatakan pendapatnya: "jika pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD seperti pada zaman orde baru dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat kita akan mengalami kemunduran demokrasi, akan menghasilkan politik uang (politik uang akan menyasar para elit-elit politik dan dprd, akan terjadi deal-dealan di meja dan ruang dprd, bahkan akan menyuburkan praktek korupsi dan menghambat pertumbuhan kepemimpinan nasional). Dan jika usulan ini disepakati pemimpin yang lahir dari proses demokrasi tidak akan muncul."
Lalu yang kedua ada juga konten dari @putra.ajisujati yang mengatakan bahwa: "katanya sistem ini lebih hemat dan efisien, bahkan uangnya bisa dialihin buat yang lebih penting, tapi masalahnya, kalau kepala daerah dipilih oleh DPRD, apakah suara rakyat masih dihitung, apalagi kita tau biaya politik itu gede, karena seringnya ada main-main, jadi lebih efisien atau malah ekslusif buat elit aja?"
Sebagian besar opini yang terbentuk di media sosial TikTok menunjukkan perbedaan pendapat umum mengenai usulan yang diajukan Presiden tersebut. Komentar negatif dari netizen, serta konten dari para influencer tersebut, memberikan gambaran mengenai usulan tersebut sebagai kemunduran nilai demokrasi, sehingga mengingatkan akan pemerintahan masa orde baru.
Pernyataan ini didukung oleh pandangan Analis politik Yoes C. Kenawas, yang dilansir dari laman kontan.co.id, yang mengatakan bahwa pemilihan daerah masih merupakan cara terbaik bagi masyarakat untuk memastikan para pemimpin daerah bertanggung jawab. "Ide Prabowo tidak masuk akal. Itu jalan pintas," katanya, menyamakannya dengan era Orde Baru. "Ini bisa menjadi kemunduran bagi demokrasi Indonesia."
Peran Media Massa dalam Membentuk Opini Publik
Media massa, baik digital ataupun tradisional, memiliki peran penting dalam mempengaruhi sudut pandang masyarakat. Media tradisional seperti televisi dan koran, sering kali dianggap lebih dipercaya, karena standar jurnalistik yang ketat, dan biasanya, informasi yang disajikan melalui media ini telah melalui proses verifikasi yang ketat untuk memastikan bahwa informasi tersebut akurat, dan media tradisional ini lebih banyak dijangkau oleh kalangan orang tua. Namun, memang dalam menyebarkan berita, media tradisional membutuhkan waktu lebih lama karena adanya proses editorial yang ketat untuk memproduksi dan menyebarkan informasi dibandingkan dengan media digital.
Dalam kasus ini, Media tradisional, televisi, melalui Channel Kompas TV, dalam program Kompas Petang, memberikan informasi yang sama mengenai usulan Presiden Prabowo tersebut, dalam berita menampilkan pendapat ketua KPU soal usulan tersebut, "kami sebagai penyelenggara ini, akan menjalankan sebagaimana aturan saja, khusus soal misalnya kepala daerah dipilih DPRD kan juga bukan tidak pernah, kita pernah mengalami"
Selain itu pengamat politik, Iwan Setiawan juga menilai "meski bisa lebih efisien dalam anggaran, pemilihan kepala daerah melalui DPRD kurang demokratis karena menghilangkan hak partisipasi politik masyarakat, tetap ada risiko praktik jual beli jabatan, jika DPRD diberi kewenangan memilih kepala daerah". Kedua pendapat tersebut, dapat memberikan sudut pandang yang berbeda kepada penonton, sehingga memudahkan mereka untuk memahami permasalahan secara lebih menyeluruh.
Sementara itu, media digital sering dianggap lebih cepat dan lebih mudah dijangkau, sehingga mempercepat penyebaran berita, dan media digital ini lebih banyak dijangkau oleh kalangan anak-anak muda. Namun, kecepatan ini sering mengurangi akurasi, karena proses verifikasi yang tidak memadai, dan dapat menyebabkan penyebaran Informasi yang salah atau tidak lengkap, jika belum dikoreksi oleh sumber yang lebih kredibel. Dalam kasus ini, Video yang dibagikan di akun TikTok @inilah.com terkait usulan Presiden Prabowo tersebut, dapat menyebar dengan cepat dan menjadi perbincangan hangat oleh netizen di Tiktok. Selain itu, media digital juga memudahkan masyarakat untuk berbagi pandangan mereka secara langsung, seperti berkomentar ataupun membuat konten tanggapan terkait usulan tersebut, sehinggal hal tersebut dapat memperkuat ataupun mengubah pandangan seseorang terhadap usulan tersebut.