Kurikulum 2013, kurikulum baru yang menstandarkan supaya muridnya “belajar” sendiri, bisa dikatakan, guru disini tidak ikut andil dalam proses peningkatan belajar murid, namun juga memberi tugas yang sudah diatur di silabus, materi pun dari kelas atas diturunkan ke kelas bawah (dalam artian kata disini, murid belajar langsung dari atas).
Kita tahu, bahwa kurikulum ini termasuk kurikulum baru yang dicanangkan menteri pendidikan Muhammad Nuh agar pendidikan di Indonesia bisa maju. Namun, kenyataan berkata lain, tugas yang dibebankan dan murid yang harus “belajar” sendiri justru menambah beban stress pada murid, kesenjangan sosial pun tampak pada murid di dalam kelas, tampak si miskin dan si kaya pun saling berseberangan. Walaupun kurikulum ini punya kelebihan, namun di sisi lain, terlalu banyak kekurangan yang ditimbulkan oleh kurikulum ini, guru menjadi repot karena banyak nya tugas yang harus ia berikan, begitu juga murid yang kerepotan menyelesaikan tugas tiada henti. Rasanya, saya sebagai murid pun tidak tahu kapan harus bersenang-senang karena tugas yang melanda bak tsunami aceh tahun 2004.
Menurut perbincangan saya dengan teman-teman saya, teman sesame kota, teman beda kota, ataupun beda pulau, mereka jika ditanyai “bagaimana pelajaran mu? Apa kurikulum 2013 enak?” sontak mereka semua (ya, SEMUA!) menjawab “banyak banget tugas nya, aku diajar guru aja masih pusing, ini lagi ditambah cari ilmu sendiri”. Yah, dari perbincangan ini, kita dapat melihat, apa yang sebenarnya diingan oleh “Sang Menteri” berjalan bukan sesuai keadaan, melainkan berkebalikan dengan apa yang seharusnya.
Selanjutnya adalah masalah tentang tidak adanya pelajaran TIK, karena menurut “Sang Menteri” teknologi sudah melekat sangat pada semua orang tidak terkecuali, bahkan KEMENDIKNAS pun bilang “anak TK saja sudah pintar memegang tablet”. Disini adalah 1 lagi letak kesalahan kurikulum ini, dengan tidak diadakannya TIK karena alasan diatas, adalah alasan yang sama sekali tidak kuat. Mengapa? Yah mungkin anak TK sudah bisa bermain di tablet orang tuanya, tapi, apakah dia bisa mengotak-atik database? Atau mungkin coding? Letak kesalahan ini bisa sangat fatal, karena pandangan masyarakat Indonesia yang buruk dan juga pola pikir “cepat” KEMENDIKNAS. Salah satu diantara banyak orang yang mengeluh karena tidak ada TIK adalah saya. Mengapa? Ya, karena saya suka berkecimpung dengan komputer, saya ingin mengembangkan bakat saya lebih disana, tapi dengan tidak ada nya TIK, saya hamper membuang bakat saya. Bukan hanya begitu saja, apabila tidak ada TIK, maka generasi yang akan dating tidak mengerti akan hal hal yang ada di komputer, bagaimana internet bisa terjadi, bagaimana cara membuat sebuah halaman internet, dan masih banyak lagi. Semangat generasi penerus yang ingin menjadi programmer pun juga semakin menurun, dan bisa-bisa tidak ada lagi yang mau jadi programmer, padahal pekerjaan paling dicari dan paling besar gajinya di tahun 2013 adalah programmer bukan dokter, karena sekarang banyak bidang pekerjaan (bukan banyak, tapi SEMUA!) menggunakan software.