Menengok kembali hari-hari itu membuat saya tersenyum, terharu, menangis dan kadang tertawa. Owalah ternyata yang saya cari itu hanya sebuah keberhasilan, dan kebanggaan. Mengapa sebegitu jauh perjalanan yang harus saya lakoni demi itu? Toh itu akhirnya bisa saya temukan lagi di sini. Desa kecil di sebuah kabupaten yang dulu bernama Pesantenan.
Kita tidak akan pernah tahu seperti apa hari esok milik kita. Suatu masa saya pernah merasa sangat optimis meraih sebuah keberhasilan. Dengan perasaan menggebu-gebu saya menyiapkan selebrasi (untuk keberhasilan itu). Diluar dugaan, keberhasilan itu ternyata hanya mampir saja dibenak saya. Tak jadi kenyataan. Maka setelah itu saya berjanji pada diri sendiri. 'Tak akan lagi saya jadi orang yang apa-apa optimis duluan.'
Jadi setelahnya, saya benar-benar menjadi orang yang selalu membayangkan kemungkinan terburuk. Dalam hal apapun saya harus mempersiapkan diri untuk sebuah kegagalan. Itu semata-mata saya lakukan demi menghindari perasaan kecewa (akibat kegagalan seperti yang sudah-sudah).
Ternyata lagi-lagi saya terkecoh. Saya lho sudah siap gagal, siap kecewa, kok malah hasilnya di luar dugaan. Justru yang saya raih adalah sebuah keberhasilan. Benar-benar aneh hidup ini. Tak bisa diraba, direka-reka seperti apa besok, lusa, minggu depan, tahun depan.
Tentang keberhasilan, kebanggaan dan kegagalan menurut saya beda tipis saja. Bahkan bisa dibilang hampir sama maknanya. Tidak kekal! Cuma sebentar. Rasa yang ditinggalkan ya tak akan bertahan lama. Jadi untuk apa orang berlomba-lomba meraih keberhasilan, kebanggaan? Jadi untuk apa orang begitu takut mengalami kegagalan?
Entah karena waktu yang menjawab atau karena saya merasa mendapatkan kehidupan yang nyaman (dalam tanda kutip) sekarang ini, saya ingin mengatakan kepada siapa saja, sesungguhnya tak ada yang hebat pada sebuah kebanggaan dan keberhasilan. Tak ada yang buruk pada sebuah kegagalan. Hidup, apapun itu adalah sebuah kenikmatan. Di kota, desa, kampung pedalaman, megapolitan, semua sama rasanya. Asal kita punya satu hal. Hati! Untuk mencinta, menjadi peka dan jangan menuntut!
*Di ujung malam, di sebuah desa bagian dari Kabupaten yang dulu bernama Pesantenan.