Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Inikah Dampak Kekerasan pada Anak?

7 Juni 2012   07:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:18 582 11
"Would you like to do me a favor?"

Sebuah sms mampir ke layar hp saya. Oh ternyata dari Ms. Sanly, teman majikan perempuan saya. Setelah saya kirim balasan "sure" Ms. Sanly langsung menelpon saya.

"Can you help me take care of Kelly after school please? Rossa's got to take Henry to have eyes checked."

Rossa adalah asisten Ms. Sanly yang mengasuh Kelly (5 tahun) dan adiknya, Henry (4 tahun).

Dengan senang hati saya menyanggupi permintaan Ms. Sanly. Kelly gadis blondie bermata belok nan menggemaskan itu selalu menarik perhatian saya. Menarik untuk diperhatikan karena ada "sesuatu" yang aneh sekaligus menyedihkan ada pada diri Kelly.

Di depan pintu gerbang Kelly yang sedianya telah diberitahu oleh gurunya kalau saya yang akan menjemputnya hari ini terlihat sangat riang. Dari kejauhan Kelly dan Curtis tampak bergandengan tangan berlari menghamburkan diri ke pelukan saya. Keduanya pun langsung saya ajak pulang. Sepanjang perjalanan di dalam minibus ocehan dan celotehan seru terdengar dari bibir kecil mereka. Obrolan ini terus berlangsung sampai kami turun dari minibus.

"Curtis, let's run!" Kelly mencoba menarik tangan Curtis. Keduanya mulai berlari liar di gang sempit yang aman dari lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki. Saya membiarkan keduanya "mendapatkan kebahagiaan". Dan terlebih utama untuk Kelly. Saya tahu persis bagaimana Ibunya. Bila dia tahu tak mungkin Kelly dibiarkannya berlari. Takut jatuh, terluka dan sebagainya.

Selesai mengerjakan PR keduanya saya izinkan bermain. Kelly dan Curtis lahir di bulan, tahun dan yang sama. Hanya tempat yang membedakan. Curtis lahir di Hong Kong, sementara Kelly lahir di Birmingham UK. Majikan perempuan saya dan Ibunda Kelly memang teman karib sedari kecil. Jadi wajar saja kalau mereka selalu kompak. Ketika majikan perempuan saya yang warga negara Inggris itu menikah dengan pria Hong Kong dan akhirnya hijrah ke Hong Kong, Ms. Sanly juga tidak mau ketinggalan. Dia bersama suaminya (keduanya warga negara Inggris) juga langsung "menyusul" majikan perempuan saya. Mencari kerja serta membuat program "hamil" secara bersamaan. Duhh ampe segitunya Bu.. :D

Udah ahk ngegosipin Ibu-ibunya. Kembali ke topik krucil-krucil yang lagi main aja ya. Lagian I'm not keen on gossiping. Saya lebih tertarik untuk membahas dunia anak. I'm really passionate about it.

Mengamati gerak-gerik mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan dan teman-teman sebayanya sampai bagaimana mereka bisa menemukan problem solving untuk permasalahan-permasalahan kecil yang mereka hadapi.

Misalnya, saat mereka mengerjakan PR. Saat mereka berjibaku dengan tugas-tugas sekolah seperti book report dan newspaper report di mana mereka harus memberikan komentar dari sebuah buku dan artikel koran. Mengingat usia mereka yang baru 5 tahun tentu saja memahami serta menarik kesimpulan dari sebuah tulisan bukanlah hal yang mudah. Sesulit mengurai benang kusut. Tapi kadang di sinilah keajaiban terjadi. Saat saya sendiri tak yakin dengan kemampuan intelektual mereka akan berfungsi secara benar, ternyata apa yang mereka tunjukkan sungguh diluar dugaan. Benang kusut masai itu bisa terurai. Seperti ketika mereka saya bacakan satu artikel tentang "waste food" yang menurut saya cukup berat untuk usia mereka. Dan naifnya saya langsung men-jugde kalau nih krucil-krucil nggak bakalan paham isi artikelnya. Tanpa dinyana lah kok mereka bisa menyimpulkan intisari tulisannya. Itsn't amazing?

Eh tahu nggak anak-anak kecil di Hong Kong itu benar-benar tough and brave. Coba bayangkan, dari usia di bawah 1 tahun mereka sudah dikenalkan yang namanya "sekolah". Meski bentuknya hanya sebuah playgroup yang konsep aslinya mengutamakan "bermain daripada belajar", tetap saja anak-anak ini dijejali materi-materi ilmu pendidikan yang kadang menurut saya seperti over-stimulating. Sedikit berlebihan.

Itu sedikit cerita tentang dunia "PAUD" di Hong Kong, lain kali saya ceritakan lebih detailnya.

Pada tulisan kali ini saya lebih tertarik untuk berbagi kisah gadis blondie bernama Kelly.

Selama hampir satu jam, Kelly dan Curtis asyik bermain scrabble. Saya cukup mengamatinya dari ekor mata saya saja. Mereka tampak terlibat obrolan seru. Haduh beibeh Auntie kok dicuekin? Tapinya kok obrolannya aneh gini?

"Curtis, do you know I hate my mom?"
"Why?"
"She always hits me."
"I don't like her. One day when I older, I'll leave her. I'll go back to England and let her be alone."


Haah? Obrolan apaan ini kids?

Shock dan tidak percaya. Itulah yang saya rasakan setelah mendengar "curhatan" Kelly. Saya jadi flashback ke masa lalu. Dimana saat-saat itu ketika Kelly dan Curtis masih berumuran 2 tahun kami sering membawa anak-anak ini bermain bersama. Kadang ke playground, clubhouse, museum, tempat-tempat hiburan seperti Disneyland, Ocean Park, atau Chimelong (Guangzhou Cina) sekalipun.

Masih nampak jelas dalam ingatan saya tentang bagaimana Ms. Sanly memperlakukan Kelly. Rewel sedikit di pukul. Nakal sedikit dihukum. Di suruh berdiri di suatu sudut yang diberi judul "naughty corner" selama beberapa menit. Iya kalau itu berada didalam ruangan tertutup tak dilihat banyak orang. Lah ini dia melakukannya dimana saja. Di keramaian. Tidakkah dia peduli dengan perasaan Kelly. Tak tahukah dia dengan begitu dia telah mempermalukan putrinya dan dia sendiri di hadapan orang banyak?

Kalau sudah seperti itu biasanya, saya dan majikan tak bisa berbuat apa-apa. Speechless. Pernah juga dinasehati oleh majikan laki-laki saya, dia malah kelihatan grumpy. So, Let's her be..

Mengingat kejadian-kejadian di masa lampau membuat saya bisa mengerti perasaan Kelly yang begitu tertekan. Maunya sang Ibu, Kelly has to be good all the time. Mengeja huruf harus pas intonasi dan pronunciation-nya. Menulis harus rapi, melenceng sedikit bakal dihapus oleh ibunya. Dan itu berarti Kelly harus menulisnya lagi. Makan, mandi, bermain semua dibatasi menggunakan "timer".

Apalagi sekarang ini saat Kelly sudah memasuki jenjang pendidikan di Kindergarten 2 (K2) dimana gurunya memberi seabrek-abrek PR. Belum lagi kegiatan di luar jam sekolah yang memeras tenaga serta fikiran. Les piano, renang, balet, melukis, bahasa Mandarin, Kantonis, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Di Hong Kong fenomena seperti itu sekarang lazim terjadi. Orang tua menstimulasi anak secara berlebihan dengan alasan agar anak-anak mereka mampu bersaing menghadapi tantangan global.

Tapi sebagian orang tua kadang lupa, kondisi psikologis anak juga perlu diperhatikan. Tanpa komunikasi serta perhatian yang berimbang dari orang tuanya, anak-anak ini akan mudah sekali stres.

Saat Kelly dijemput Ibunya, Kelly tampak enggan beranjak. Dia bahkan mengajukan permintaan kepada saya agar diijinkan menginap di flat kami.

"Can you tell my mom that I want to sleep here tonight?"

Ms. Sanly yang mendengar permintaan Kelly tampak emosi. Lebih-lebih Kelly terlihat sekali tidak mau menunjukkan respek untuk sang Ibu. Malah dia meminta saya untuk menyampaikan keinginannya pada sang ibu.

"No! You can't do that Kelly. We go home now!"

Kelly tetap membangkang. Karena mungkin sudah hilang kesabarannya, Ms. Sanly tiba-tiba mengayunkan tangannya hendak memukul Kelly.

Tapi secepat kilat, Kelly kecil langsung menangkisnya. Dengan tatapan tajam menghujam Kelly melontarkan kalimat yang cukup pedas ke ibunya.

"Hit me if you dare! And I'll hit you back."

Oh My God! Inikah yang namanya pemberontakan? Saat seorang anak benar-benar merasa putus asa dan tidak berdaya, mereka bisa seketika berubah dari inocent menjadi anak yang penuh dendam dan kebencian. Betapa menyedihkannya.

Di tengah ke tidakpercayaannya, ternyata Ms. Sanly masih bisa menguasai dirinya. Dia menjadi lunak seketika. Berusaha membujuk dan meminta maaf. Namun usahanya tetap sia-sia. Kelly tetap pada pendiriannya. Tak mau pulang.

Akhirnya kami membuat kompromi malam itu. Kelly diijinkan untuk menginap semalam di flat kami. Ini atas anjuran majikan saya yang saya hubungi via telepon. Majikan saya yang membujuk Ms. Sanly untuk membiarkannya tinggal bersama kami. Dengan alasan Kelly butuh ketenangan dan butuh "orang lain" untuk menjelaskan gerangan apa yang terjadi sebenarnya.

"What I have done to my daughter?" Sambil berkaca-kaca Ms. Sanly akhirnya pulang tanpa Kelly. Sementara Kelly bersembunyi di balik punggung saya.

Bercermin dari kejadian yang dialami ibu dan anak di atas, saya jadi tahu bahwa kita sebagai orang tua tak seharusnya memberikan kekerasan fisik atau mental pada anak. Orang tua adalah role model untuk anak-anaknya. Mereka akan dengan mudah meniru perilaku orang tua. Orang tua memukul anak? Maka bukan tidak mungkin anak juga bisa memukul orang tua. Dan yang lebih parahnya mereka juga bisa mendendam. Seperti apa yang dirasakan Kelly.

Sekarang hubungan antara Kelly dan ibunya berangsur-angsur mulai membaik. Seorang konselor anak telah berhasil menyambung kembali tali kasih yang hampir terputus diantara ibu dan anak ini.

Semoga kita terhindar dari tindak kekerasan terhadap anak. Jangan sampai alasan ingin menerapkan disiplin sejak dini, justru malah melukai perasaan mereka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun