Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Surat buat Ayah di Kampung Halaman

9 Mei 2021   23:26 Diperbarui: 9 Mei 2021   23:28 675 4
Biasanya, hari-hari di bulan seperti ini, aku sudah berada di tengah kalian. Sejak beberapa bulan sebelumnya, kita sudah saling memberi kabar. Banyak hal yang dibicarakan tentang kepulanganku. Tidak hanya jadwal kepulangan, barang apa yang diminta aku bawa serta, tetapi juga rencana yang akan kita tunaikan bersama.

Namun, sudah dua tahun terakhir, tidak ada cerita tentang itu. Kita semua paham situasi sedang tidak mendukung. Pandemi Covid-19 benar-benar tidak mengizinkan kita bertemua, walau cuma beberapa hari.

Jangankan dalam hitungan hari, untuk sekadar membunuh rasa rindu dengan kunjungan ke sanak saudara terdekat pun tak bisa. Pemerintah sudah mengeluarkan instruksi. Surat Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik hari raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 sudah beredar.

Sejak 6 Mei hingga sepekan ke depan, pintu-pintu akses dari dan ke Medan Raya, Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang Raya, Yogyakarta Raya, Solo Raya, Surabaya Raya, dan Makassar Raya sudah ditutup. Tidak hanya untuk perjalanan jarak jauh. Mudik jarak dekat pun tidak diizinkan.

Kita tentu tidak bisa coba-coba menentang. Larangan itu jelas tidak semata-mata untuk mengurungkan niat puluhan juta orang yang ingin pulang kampung. Tetapi lebih dari itu demi kesehatan dan keselamatan. Nyawa setiap orang menjadi pertimbangan utama. Di atas berbagai kepentingan lain, urusan mati dan hidup jelas paling berharga.

Data dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 hingga Minggu (9/5/2021) menunjukkan bahwa pandemi di tanah air masih belum mereda. Ada penambahan 3.922 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Bila ditotal, jumlah penderita di Indonesia sudah lebih dari 1,7 juta orang.

Jumlah penderita yang terus bertambah, tidak dalam jumlah sedikit, tentu menjadi keprihatinan kita bersama. Sekaligus menjadi awasan bahwa Covid-19 terus mengintai. Ia menunggu saat yang tepat untuk menyerang lebih banyak orang.

Pilihan saat ini ada pada kita. Apakah kita ingin terbilang dalam jumlah penderita yang tak sedikit itu, atau memilih menjadi pribadi yang tetap sehat? Bila opsi kedua yang dipilih, tentu tak ada yang dengan sengaja dan terencana memilih yang pertama, maka kita tidak bisa tidak mematuhi setiap protokol kesehatan.

Pemerintah sudah memberi rambu-rambu agar perjalanan hidup kita tidak melenceng. Negara sudah memberikan awasan agar laku hidup kita tak sampai jatuh dalam bahaya. Sedikit saja kita lengah, Covid-19 akan cepat menerjang.

Beberapa waktu lalu kita diperkenalkan dan diminta untuk patuh pada gerakan 3 M. Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga jarak. Kini, 3 M itu terasa tak lagi memadai. Kita perlu memasukkan Menjauhkan Kerumunan, dan Membatasi Mobilisasi dan Interaksi dalam standar protokol terbaru.

5 M itu adalah strategi yang dianggap komprehensif untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Mengapa perlu ditambahkan lagi dua M berikutnya? Alasan paling sederhana, di mana ada kerumunan dan mobilitas di sana Covid-19 bersarang.

Untuk itulah mengapa larangan bepergian baik sebelum hingga selama periode libur Lebaran ditetapkan. Bila tidak, maka apa yang telah tertulis saling bertolak belakang. Masa-masa liburan itu adalah kesempatan emas yang diincar banyak orang untuk mengobati rindu kampung halaman dan sanak saudara, melepas kejenuhan, hingga mengisi kembali daya energi yang sudah terkuras selama hari-hari berat dan sarat pekerjaan.

Tidak ada seorang pun yang tidak ingin lepas dari rutinitas yang membelenggu bukan? Tidak hanya untuk menikmati indahnya pantai di villa yang mewah, menyantap hidangan mahal di restoran berkelas, melakukan perjalanan dengan pesawat kelas bisnis semata. Tetapi lebih dari cukup untuk sekadar bersilaturahmi ke kampung halaman sambil menikmati singkong rebus dan sayuran segar. Itu saja sudah istimewa.

Seperti itu sebenarnya yang aku cari. Bisa bercengkerama dari dekat, saling bertukar cerita dan kembali membuka nostalgia. Sambil sesekali berkunjung ke sanak saudara terdekat. Tidak lupa singgah sebentar di beberapa tempat untuk sekadar berfoto dengan latar air terjun atau kolam air panas.

Namun semua itu kali ini, seperti tahun kemarin, hanya bisa berakhir dalam angan-angan. Kita masih harus menyimpan semua itu untuk pertemuan yang tertunda. Entah kapan. Semoga bisa tahun depan. Tetapi situasi yang terjadi saat ini sepertinya belum bisa memberi kita banyak harapan.

Di beberapa negara sudah bergulat lagi dengan masa-masa sulit, setelah sempat tersenyum lega, karena angka penderita yang menurun dan terkendali. Gelombang baru pandemi kelihatannya menerjang lagi.

Kita tentu tidak tahu sudah berapa gelombang pandemi yang menghantam kita. Jangan-jangan kita masih berada di sapuan pertama. Bila itu yang terjadi, maka tidak ada yang lain selain semakin patuh pada protokol kesehatan.

Sambil dengan itu, menjaga diri sendiri. Kita tidak bisa menyerahkan urusan pandemi ini ke tangan pemerintah semata. Kita perlu mawas diri, ikut bertanggung jawab pada kesehatan dan keselamatan pribadi dan orang terdekat, dan berpartisipasi aktif untuk memutuskan mata rantai penyebaran.

Selalu mematuhi protokol. Mulai dari memakai masker, mencuci tangan sesering mungkin, menghindari kerumunan, termasuk juga menghentikan perjalanan yang tidak perlu, bahkan untuk sekadar meninggalkan rumah.

Oh ya, kita pun mafhum, di daerah-daerah dengan fasilitas kesehatan memadai, terkesan kelimpungan dan kewalahan. Bagaimana dengan daerah kita dengan sarana dan prasarana kesehatan yang sangat terbatas?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun