Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Janjiku untuk Tersenyum Pada Jenazahmu

2 Agustus 2013   05:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:43 351 2
Sebagai umat muslim, pukul 03.00WIB aku pun sudah terbangun untuk menyiapkan hidangan sahur. Setengah jam kemudian, aku segera beranjak untuk membangunkan suamiku yang sepertinya masih terjaga. Maklum, ia baru saja pulang dari tugas mulia tengah malam tadi

Chacha:"Yah, ayo bangun udah jam 4, kita sahur ya."

Nova:"hmmh, oh iya bun, makasi udah bangunin ya."

setelah itu, aku mulai beranjak dari tempat tidur, namun, tanganku ditahan olehnya,

Nova:"bun, mau tanya sesuatu boleh?"

Chacha:"Tanya apa sayang?"

Nova:"Bun, seandainya sewaktu ayah tugas kayak tadi, dan harus pulang didalam kantong jenazah,bunda mau gimana, nangis atau apa?"

Chacha:"Subhanallah, bunda mau senyum kok ayah, buat apa nangis?"

Nova:"Loh kok senyum bunda? seneng ya kalau ayah meninggal?"

Chacha:"Iya bunda seneng."

Nova:"Kok gitu sih bun?"

Chacha:"Karena ayah meninggal dengan keadaan syahid,insyallah. Asalkan ayah ikhlas dan ingat Allah disetiap langkah kaki ayah. Bnda senyum karena bangga, bisa diperistri oleh pria yang bisa syahid. Jadi buat apa bunda nangis, toh kita bisa dipertemukan lagi diakhirat sana, yang lebih kekal dan bahagia selamanya."

Mendengar jawaban itu, suamiku langsung menadahkan kepalanya kepundakku, terasa ada yang membasahi hijab ini, ternyata ia menangis,

Nova:"Bun, tepati kata-kata ini ya, janji sama ayah ya! Ayah senang bisa mendengar jawaban seperti ini, ini yang ayah cari selama ini, makasi bunda mau jadi isteri ayah dengan segala kekurangan ayah."

Chacha:"Nangis segala, jangan gitu ah. Udah jadi tugasnya bunda kok yah dan bunda janji. Setiap ayah kemana pun, bunda berdoa supaya langkah kaki ayah selalu untuk kebaikan dan dilindungi Allah. Sekarang kita sahur dulu ya ayah, keburu dingin sop nya."

Nova:"Subhanallah, ayah akan ingat semua percakapan kita subuh ini bun."

Dihadiahkannya kecupan dikeningku ini serta sisa linangan air matanya, sungguh tak kuasa ingin ku juga menangis haru, tapi aku harus tahan ini, aku harus terlihat kuat agar dia tidak mencemaskan aku saat dia bertugas.

Selesai makan sahur dan hendak menunggu adzan subuh, aku dan suamiku bercakap-cakap lagi,

Nova:"Bun, kenapa bunda terima ayah sebagai suami bunda?"

Chacha:"Simple my preist, bunda cuma mau merubah ayah jadi lebih baik lagi dan sama-sama kita dapatkan ridha Allah, kenapa yah?"

Nova:"Lebaran tahun ini, ayah enggak bisa ikut kumpul keluarga, soalnya ayah kena sprint pengamanan bun, gimana?"

Chacha:"Gitu aja kok repot, nanti kalau bunda sudah shalat ied dan sungkeman sama ibu, bapak, bunda kan tinggal ke tempat ayah sambil jengukin ayah, asal nanti bbm bunda kapan ayah istirahatnya."

Nova:"Enggak akan dimarahin keluarga tuh bun?"

Chacha:"Enggak, kan sekarang bunda harus mengabdi sama suami bunda, yaitu ayah."

Sejenak suamiku menatapku dalam-dalam dengan mata berbinar, sungguh ku menyayangimu setelah aku menyayangi Allah dan Rasul. Walaupun sebenarnya aku selalu takut ketika suamiku ditugaskan ditempat yang rawan, tapi itulah resikoku sebagai bhayangkari. Aku ikhlas harus kehilangan suamiku disaat ia mati syahid tetapi aku tidak ikhas ketika aku harus kehilangan suamiku karena wanita lain. Semoga Allah selalu melindungi keluarga kecilku ini serta orang-orang yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca cerpen sederhana yang ku persembahkan untuk suamiku yang sedang mengemban tugas jauh disana. amien, :)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun