Bima, NTB - Menyikapi adanya fenomena langka yang terjadi di Teluk Bima dengan munculnya Gumpalan-gumpalan berwarna cokelat, licin dan berbusa di sepanjang pinggir pantai Lawata hingga menyebar ke berbagai pantai lain yang berada disekitara, menjadi sorotan masyarakat.
Ketua Umum Pemuda Madani Furqan Jurdi, menyoroti kejadian itu dengan serius. Bahkan pemuda Madani di Bima turun ke lapangan mengumpulkan informasi terkait adanya gumpalan minyak itu. "Tim kami Turun Lapangan pada tanggal 27 April 2022" Kata Furqan.
Gumpalan cokelat licin dan menempel di Teluk Bima diduga karena keteledoran dari Pihak PT Pertamina Persero Cabang Bima. "Limbah itu diduga berasal kebocoran pipa pertamina atau limbah yang dihasilkan Pertamina yang berlokasi di Wadumbolo Kota Bima". Jelasnya.
Akibat dari kebocoran itu, laut sekitar Pantai Lawata Kota Bima berwarna cokelat kental. Hal itu menyebabkan banyak ikan yang mati sepanjang pantai Lawata dan Sekitarnya. Tak hanya itu, Limbah itu berpotensi beracun dan dapat membahayakan warga sekitar.
"Kejadian serupa pernah terjadi beberapa kali. Keteledoran dan bocornya Pipa Pertamina yang akhirnya merugikan Warga dan mengancam ekosistem laut, sudah terjadi berulang kali dan tidak pernah diperbaiki oleh Pertamina" Jelasnya.
Kata dia, Pada Desember 2019, Kawasan wisata pantai sekitar Lawata Kota Bima tercemar limbah berminyak berwarna hitam dan kecoklatan. Limbah itu diduga bocornya pipa pembuangan limbah minyak di Depo PT Pertamina Persero Cabang Bima. Sejumlah masyarakat mengeluhkan hal itu, dengan menunjukkan ikan-ikan mati terpapar minyak dan serta sejumlah biota laut lainnya yang rusak.
Hal serupa juga terjadi pada tahun 2020. Pasca-pembongkaran BBM jenis MFO atau minyak hitam di Pelabuhan Bima oleh perusahaan bongkar muat milik Pelindo III Bima, sejumlah titik di Perairan Bima tercemar minyak hingga 10 kilometer dari lokasi Pelabuhan. Dari pemantauan banyak pihak perairan laut dari Pelabuhan Bima hingga ke Kelurahan Kolo Kota Bima tercemar dengan tumpahnya minyak ini, hingga membuat air laut berwarna hitam kecoklatan. Dari Pelabuhan Bima hingga ke Pantai Kolo, Kecamatan Asakota, Kota Bima, terdapat segumpalan minyak dibanyak titik yang mencemari air. Tak hanya itu, minyak juga tercemar hingga ke wilayah Perairan Desa Punti, Desa Sarita dan sekitarnya
Kemudian, pada Bulan Februari 2021, Warga pesisir laut Kota Bima mengeluh diserang berbagai penyakit setelah sekian tahun mengonsumsi air sumur berbau limbah minyak. Warga menduga air itu berbau karena terkontaminasi dari kebocoran pipa PT Pertamina Bima. Â
"Meskipun keluhan warga atas kegiatan Pertamina tersebut, namun tidak pernah direspon. Bahkan pihak pertamina terus membantah dengan tidak menghiraukan apa yang dikeluhkan oleh masyarakat." Ungkap Furqan.
Menurut Dia dengan adanya rentetan kejadian ini, patut diduga bahwa pertamina adalah sumber dari kerusakan ekosistem laut Teluk Bima dan mengancam kehidupan masyarakat sekitar. Karena itu, menurut nya PT Pertamina harus bertanggungjawab secara hukum, materil dan sosial.
"Ini sudah merugikan masyarakat yang mencari nafkah disekitar Teluk Bima. Selain merugikan nelayan, ini potensi menimbulkan penyakit yang dapat mengancam nyawa masyarakat sekitar." Jelas Furqan
Masyarakat setempat sudah bertahun-tahun menderita penyakit akibat kebocoran Pipa Pertamina dan pembuangan limbah yang terjadi di wilayah Teluk Bima. Namun tidak pernah ditangani serius. Karena itu Ketua Pemuda Madani ini, meminta Pemerintah Melalui Kementrian  Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus mendesak PT Pertamina dengan kewenangan yang dimilikinya untuk meminta pertanggungjawaban Mutlak (Strict Liability) sesuai dengan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pasal 88. Dalam pertangguhawaban Mutlak tidak perlu menggunakan Pembuktian.
Berdasarkan ketentuan pasal 53 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 15 dan 16 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, dan pasal 11 Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut. Maka ini perlu diproses secara hukum.
"Ini harus diproses sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku" Tutupnya