Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Ketika Mimpi adalah Nyata

9 Oktober 2012   11:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02 96 0
Anganku masih terngiang dengan begitu jelas, ketika aku melangkah begitu gontai di malam yang sunyi bertaburan bintang, menghitung detakan jantung laksana irama yang tak bisa aku mengerti, dalam hati dan pikiranku hanya tertuju pada sebuah alasan yang sampai saat ini akupun tak sanggup memahaminya. Kala hati berselimutkan gundah, kala sempurna teramat jauh dari pelupuk mata, kala mentari begitu lama tiada bersinar, tak nampaklah hal ikhwalku kenapa aku harus memilih jalan ini. Di depan pintu pelabuhan itu aku termangu, meratap suram tanpa perkataan sekatapun, hanya desiran angina ombak yang begitu lembut menyapa tubuhku, tanpa sadar sedikitpun, aku telah jauh mengarunginya, berjalan dengan arah yag jelas namun aku tak mampu memahaminya, aku seakan hidup dalam sebuah titik ketidakjelasan, aku berdiri lalu tegap, kupandangi tubuhku, kian melemah dengan seonggok harapan, arah dan tujuan yang aku tak sanggup menembus seberapa dalamnya.

Sunyinya alam semesta, yang bertaburan tetumbuhan maya pada, terbentang luas cakrawala hijau sebagai naungan semesata alam yang bertasbih di tanah jawa ini, kumulai langkahku dengan kembali pada diriku sendiri, aku begitu banyak melupakan hal yang semestinya aku ingat. Sebuah kesadaran kadang aku tak bisa memungkiri bahwa aku masih begitu jauh dari titik kesempurnaan, semua senyap, gaduh dan pada akhirnya tak dpat kuingkari bahwa aku belum mengenal duniaku saat ini. Kumulai kisah ini kawan dari sekantong harapan orang tuaku, dari dukungan sahabat-sahabat yang teramat mencintaiku, kulukiskan semua dalam kesedihan yang yang teramat mendalam meninggalkan kampong halaman tercinta, serta kupersembahkan semuanya pada harapan dan keinginanku yang begitu kuat. Aku berjalan begitu lumrahnya seorang pemuda Makassar Butta Salewangang yang begitu besar, dengan sapaan Andi Baso Manguntungi Salewangang, itulah orang-orang memanggilku, kumantapkan langkahku, sesuai dengan namaku, kuarungi kata demi kata dalam perjalanan yang panjang itu dengan sebuah kesederhanaan pandangan yang belum begitu jelas.

Inilah kawan hidupku dirantau orang, hidup yang begitu teramat menjanjikan, dari sini akan kulikiskan sebuah kalimat yang begitu menyentu, “Aku ingin bisa seperti mereka” Inilah dasarku kawan, inilah keinginanku, aku melihat sosok yang begitu mengagumkan dalam pandanganku, hingga akhirnya tibalah aku dalam peraduan senja di tanah kelahiran orang-orang yang begitu asing bagiku, kuhirup udara seakan aku tak lagi menhirup sebuah gas yang terdiri dari dua atom oksigen, tidak lagi menghembuskan gabungan satu atom karbon dan dua atom oksigen. Inilah kisahku kawan, kukisahakan pada kalian, karena aku yakin kalian begitu berharga bagiku, selalu dalam sanubariku, selalu menyentuh zona-zona ternyaman dalam hatiku. Kulukiskan sejuta mimpi dalam senjaku, kuwariskan beribu cita bagimu kawan, kutawarkan beribu harapan untukmu. Di tanah orang ini, ditanah jawa yang begitu melekat dengan esensi kependidikannya, aku menitik langkah gontaiku yang begitu syahdu, sembilunya akan kalian fahami setelah kalian tahu apa maksud hatiku berkata seperti ini melalui tulisan tinta hitam yang begitu sederhana. Engkau harus tahu kawan, aku menulis secarik pelipur lara ini dalam kelamnya malam, dalam dinginnya angin pare yang begitu menusuk tulang-belulangku, sebagai manifestasi dari saran seorang teramat bijaksana bagiku, yang telah melukiskan keinginannya padaku sebagai seorang penulis, padanya kuucapkan terima kasih.

Kembali lagi kawan, dalam ketidakberdayaan kudatangi tempat ini dengan niat yang begitu tulus mengalahkan sapaan mentari di pagi hari yang buta, mengalahkan teriknya matahari ditengah terik yang menghanguskan haluan peraduan, inilah aku perkenalkan kepada kalian kampong yang teramat tak asing bagi kalian, yang dikenal ratusan jiwa penduduk mayapada sebagai”KAMPUNG BAHASA” sebuah kampung yang teramat sulit aku menggambarkannya dalam sebuah kata2 indah puitisku, dengan sebuah lantunan ironi instrument music yang menurut orang menggalaukan hati. Kulukiskan seribu kisah kawan, diantara sejuta inspirasi yang teramat mendalam, kudapatkan sejuat harapan yang sebelumnya hayalah seonggok, aku kembali termangu ketika melihat tulisan”SELAMAT DATANG DI KAMPUNG BAHASA” dalam benakku berkata inilah yang aku inginkan, meskipun saat itu aku belum tahu apa yang mesti aku lakukan, aku tak mampu menggambarkan begitu besar rasa ingin tahuku saat itu, yang aku bisa gambarkan hanyalah berapa besar rasa raguku menghampiri detak-detakan langkahku sendiri.

Inilah kawan, kampong bahasa, kampung yang bgitu kecil dengan semangat perubahan yang begitu besar, kampung yang berisikan orang-orang yang merasa kecil dengan sebuah kekuatan yang teramat besar, kulukiskan semua agar kalian tahu inilah yang sebenarnya, inilah realitanya, inilah konsekuensi dari setiap orang yang ingin berlabuh pada sebuah kalimat-kalimat perjuangan. Semangat yang begitu besar, mengalahkan panasnya terik di kapung kecil ini, proses penghitaman kulit tak akan menyurutkan langkahku dalam mengayuh sepeda tuaku, yang terbayang hanyalah harapan orang tuaku, hanyalah dukungan kawan seperjalananku, serta santunan dari saudara-saudara yang mengasihiku. Masih terngiang begitu jelas kalimat seorang guru yang begitu arif bijaksana ”Bayangkan Engkau Pulang Di Dirumahmu, dan Orang tuamu datang di Belakangmu dan Menepuk Bahumu sambil Berkata Aku Bangga Padamu” BERSAMBUNG……

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun