Ayah sudah tua. Badannya bungkuk, dan urat-urat tangannya yang menjalar mengingatkan saya pada akar pohon Ketapang di halaman sekolah. Tapi ayah bukan pohon. Ia tak menjadi lebih kuat meskipun urat tangannya timbul dan warna kulitnya serupa daun salam dalam belanga. Soal mengapa ia bisa terlihat seperti itu, saya kira Ebit G. Ade telah menggambarkan -- bahkan secara jelas -- lewat lagunya,
Titip Rindu Buat Ayah, yang kadang-kadang saya nyanyikan sambil lalu. Bersama bait-bait lagu itu, mau tidak mau ingatan tentang ayah muncul begitu saja.
KEMBALI KE ARTIKEL