Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Tragedi Priok Berulang, Hanya Masalah Ideologi?

14 April 2010   17:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 579 0
Sangat disayangkan ,tragedi tanjung priok terulang kembali,terlihat sangat represifnya aparat keamanan, kalau tragedi tanjung priok berpuluh tahun lalu,aparat yang melakukan tindakan  represif dari kesatuan TNI, dan sekarang yang telibat adalah aparat keamanan dengan baju yang dibungkus dengan kesatuan polisi, baik dari satpol PP atau satuan polres/polsek atau dalmas.

sungguh kita menyayangkan, terlambatnya para komandan lapangan membaca situasi chaos dilapangan, saya meyayngkan para komndan satpol PP atau komandan dalmas dari polri yang tidak cermat mebaca situasi yang chaos dan berbuntut huruhara serta keributan frontal dari pengunjuk rasa ,masyarakat dengan aparat.

Korban luka luka bahkan ada yang tewas dari kedua belah pihak, sama sama bangsa indonesia,sangat kita sayangkan,hanya karena keteledoran dan kurang jelinya mmbaca situasil,apangan,kurangnya pemahaman bagaimana mengatasi huru hara ,keributan mustinya dibagi dalam berbagai segmentasi, jangan disamakan semuanya mengatasi pedagang kaki lima, mengatasi demo gusuran rumah, mengatasi demo korupsi, musti dibdakan dengan yang terjadi di koja tanjun g priok, karena yang terjadi adalahmasalah idealisme, saya sangat menyayangkan kurangnya pemahaman tentang idealisme ini kurang dimengerti oelh komandan lapangan, semua dianggap gusuran pedagang kaki lima yang bisa dipadamkan begitu saja, tapi ini adalh maslah idealisme, masalah yang menyentuh sisi keyakinan, ini pula yang mebuat negara adidaya rusia, dan setelah itu amerika, tidak bisa menaklukan afganistan, ataupun irak,para petinggi TNI, prajurit TNi sangat dibekali dengan hal hal tersebut, sangat berbeda dengan para polisi kita, setelah lepas dari TNI, apalgi sekelas satpol PP, sungguh disayangkan,

Dan sekarang setelah semua nya terjadi, siapa yang mau disalahkan,?

Saya hanya melihat bahwa kurangnya kepekaan ,sensitifitas dilapangan, membedakan kasus yang terjadi ,dan tidak ditunjang kemampuan menganalisa pergerakan masa, berkembang menjai chaos, dan akhirnya karena sudah terjebak dalam duel frontal, denan jumlah masa yang begitu banyak, seharusnya komandan lapangan sudh mengambil keputusan segera mundur, dan mencari jalan dialog, serta mendinginkan suasana, tetapi yang terjadi, lempar batu dbalas lempar batu, ibarat masa adalah api yang sedang berkobar, disiram dengan bensin, yang terjadi adalah chaos, dan keributan masa, apalai dalam mempertahankan ideologis,makam mbah prik, beberpa sarana ibadah, pesantrendan lain lain.

Nasi sudah jadi bubur, korban yang luka luka, semestinya pemerintah DKI segera mengambil alih, semua menjadi tanggungjawab pemerintah, dan kasus primer, penggusuran dicoba ditata kembali, dengan melibatkan para sesepuh atau kyai kyai, yang menjadi panutan masyarakat.

Sekali lagi  saya menghimbau agar dalam mengatasi keributan dengan masa , kejelian komndn dilapangan mnganalisa serta m,encermati gerakan masa dilpangan musti lebih dipertebal, pengetahuan mereka musti ditambah, kemampua membedakan masalah yang muncul musti lebih peka, akhirnya saya bukan memuji TNI, kalau soal analisa lapangan serahkanlah pada TNI, jauh lebih mumpuni dibandingkan polisi apalagi satpol PP,tanpa mngecilkan arti instansi tersebut.

selama ini TNI sudah back to barack, semestinya lah selalu ada kordinasi dengan TNI , janganlah mengecilkan peranan mereka. sayaa berandai andai,kalau saja satuan yang maju adalah dari TNI, saya pikir tidak akan se chaos ini, karena TNI membaca situasi ini adalah masalah ideologis.

Kita harapkan semua pihak berpikir jernih, dan pemda DKI, segera mengambil alih semua kerusakan, pengobatan,sehingga tidak muncul pihak pihak yang memncing diair keruh, apalagi muncul isu ini untuk melengkapi terlupakannya kasus century,

Salam hangat kompasiana ,semoga bermanfaat

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun