Kemarin pagi, saya sempat mengobrol santai dengan salah seorang senior saya yang memiliki reputasi politik yang cukup mumpuni. Beliau mengatakan bahwa di tahun 2004 dikala SBY sebelum berhenti menjadi MenkoPolkam, saat itulah ketika operasi militer Aceh berlangsung, kesempatan untuk mengumpulkan logistik bagi dana kampanye Demokrat mulai dilakukan dengan mendompleng operasi militer tersebut sebagai modal awal untuk keikutsertaannya dalam pemilu untuk pertama kalinya. Momentum ini juga yang menyebabkan Megawati menjadi sebal terhadap SBY karena perintahnya untuk membereskan persoalan GAM di Aceh menjadi tidak utuh penyelesaianya. Rasa kekesalan itu mungkin juga dimanfaatkan oleh SBY ketika emosi Taufik Kemas yang sudah memuncak sehingga dikemas dalam bentuk Jenderal yang teraniaya. Di sisi lain, Hari Sabarno yang menjabat sebagai Mendagri, tentunya mengetahui kejadian tersebut tetapi karena dibawah koordinasi Menko Polkam hal tersebut cenderung menjadi pembiaran. Logika ini mungkin saja dapat diangkat kembali jika melihat Hari Sabarno terkena kasus korupsi Damkar dan berakhir di penjara serta menambah panjang rentetan daftar pejabat yang dekat dengan SBY dan kemudian masuk penjara karena kasus korupsi. Jika betul logika kecurangan politik itu terjadi, maka dalam 2 kali periode pemilu di 2004 dan 2009 incumbent menjadikan bahwa kecurangan sistemik adalah syarat mutlak kemenangan pemilu di Indonesia. Sehingga apakah syarat tersebut akan diberlakukan kembali di 2014, dimana tentu saja dengan tujuan berbeda bukan dalam bentuk mempertahankan kekuasaan tetapi mendapatkan kenyamanan setelah berkuasa. Jika dilihat dari data – data kuantitatif di 2004 dan 2009, sangat logis bila unsur – unsur rekayasa dilakukan oleh incumbent. Ketika 2004, Demokrat meraih 7,45 % suara dan berada di peringkat 5, selanjutnya angka kemenangan fantastis diperoleh dalam bentuk 20 % lebih dan keluar sebagai pemenang di tahun 2009 baca : http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat , seandainya jika tidak ada kasus Nazarudin atau prahara Annas, apakah angka fantastis tersebut akan terus bertambah di 2014? Dan juga jika kita melihat angka – angka perolehan 10 besar di 2009, cenderung terjadi cluster atau pengelompokan angka kemenangan yang diperoleh oleh partai – partai. Pengelompokan tersebut dibutuhkan dalam rangka berkoalasi untuk kelancaran jalannya pemerintahan jilid II, tentunya hanya sekelas incumbent dengan kualifikasi mantan TNI dan Kaster yang memiliki logika – logika memainkan papan catur seperti ini. Deksripsi ini jelas membutuhkan analisis lebih dalam lagi dan berdasarkan instuisi serta data – data yang dimiliki sebagai syarat pembanding, tetapi sebagai wacana dan untuk kepentingan penyadaran masyarakat, saya kira tentunya akan lebih baik jika kita terus dapat memberikan informasi yang obyektif agar kemelekan itu akan terus terjaga seiring dengan banyaknya kemunculan isu – isu sampah seperti kudeta.
Dari 2 wacana diatas, tidak salah jika saya sebutkan bahwa saat ini, SBY sedang berada dalam titik kekhawatiran tertingginya, potensi pengkhianatan dari dalam serta usaha pengeroposan reputasi individunya disinyalir akan membuat dirinya tidak aman pasca lengsernya menjadi Presiden nanti. Mengingat saat ini budaya baru dikita adalah pejabat masuk penjara karena kasus korupsinya setelah mereka berkuasa dan juga beberapa kawan dekat Presiden yang masuk penjara, secara psikologis memunculkan karma politik karena kehilangan kekuasaan. Poin ini yang harus dilempar ke masyarakat umum karena poin inilah yang menjadi acuan bagi incumbent untuk memplot hasil pemilu 2014 demi keselamatan dirinya kelak. Bagaimana logika – logika kecurangan politik dalam bentuk pengclusteran kemenangan Partai yang akan menguntungkan incumbent saat ini, bagaimana proses itu akan dilakukan dan siapa dengan siapa yang akan diplot sebagai pemenang sehingga akan menjamin keamanan incumbent kelak, hal – hal ini yang harus terus digulirkan obyektifitasnya ke masyarakat.
Hancurnya reputasi Demokrat mungkin akan sedikit menyulitkan incumbent untuk kembali memenangkan pemilu seperti di 2 event terdahulu, saya melihat bahwa kepentingan yang paling penting adalah faktor keselamatan incumbent sehingga seandainya Demokrat harus bubar, itu bukanlah persoalan krusial, termasuk seandainya Ibas harus masuk penjara jika terbuktir bersalah. Nah justru ketika Demokrat sedang dalam titik reputasi terendahnya, berbagai isu – isu deception muncul seperti adanya isu kudeta sehingga memunculkan mana lawan dan kawan di media cetak. Jika Ratna Sarumpaet dan Adhi Masardhi tidak bisa diklasifikasikan sebagai aktor berpotensi kudeta, maka tidak salah juga jika KSAD saat ini, berstatus adik ipar incumbent memiliki potensi untuk melakukan kudeta Baca : http://www.solopos.com/2013/03/21/pramono-edhie-wibowo-tidak-akan-ada-kudeta-389900, seolah – olah historis sejarah kerajaan Jawa yang penuh dengan konspirasi sedang diketengahkan terjadi karena pertarungan orang – orang terdekat dengan penguasa. Karena dalam konteks kudeta negara, angkatan daratlah yang paling siap jika memang kondisi tersebut harus dilakukan.
Dan yang terakhir adalah terbakarnya gedung SetNeg, tentunya polemik akan dengan mudah muncul misalnya penghilangan dokumen kasus seperti Century dan juga yang terkait keluarga Presiden seperti yang dilaporkan oleh Yulianis di Koran Sindo, Baca : http://news.liputan6.com/read/541520/adhie-massardi-setneg-terbakar-untuk-amankan-dokumen-century, sebelumnya rumah orang tua SBY di Pacitan berantakan di terjang angin putting beliung, Baca : http://www.aktual.co/nusantara/071138rumah-orangtua-sby-hancur-diterjang-angin-puting-beliung, kalau secara holistik orang melihat ini sebagai suatu peringatan terhadap incumbent untuk Pemilu 2014 itu syah – syah saja, dengan kejadian alam ini maka persepsi itu akan semakin kuat jika narasi – narasi diatas dapat dibuktikan secara nalar yang logis dan obyektif sehingga masyarakat juga dapat memahami kondisi real yang terjadi bagi pemilu 2014 nanti.
Jakarta, 22 Maret 2013
Mohamad Chaidir Salamun
Media Intelligence IndoSolution