Sewaktu masih duduk di Bangku Sekolah Dasar, ilmu yang saya ingat adalah kekayaan alam itu dapat dibagi menjadi dua, dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui. Kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batu bara, gas alam, emas, dan mineral-mineral lainnya. Di sisi lain kekayaan alam yang dapat diperbaharui salah satunya adalah segala produk dari hutan seperti kayu, hewan, jamur, dan lain-lain.
Mungkin prinsip dasar pembagian kekayaan alam seperti inilah yang menjadi pegangan dari pihak-pihak yang suka "memperkosa" hutan. Dengan asumsi hutan dapat diperbaharui mereka mengambil kekayaan hutan sesukanya, bahkan sampai-sampai hutan tersebut sekarat dan akhirnya mati. Karena yakin hutan dapat diperbaharui seenaknya mereka menghabiskan hutan dan menggantinya dengan sesuatu yang mereka rasakan menguntungkan, toh nanti saat sudah tidak butuh hutan bisa tumbuh lagi.
Satu hal mendasar yang sering dilupakan oleh oknum-oknum tersebut adalah, seperti segala sesuatu di dunia, hutan memiliki batas daya dukung. Kita bisa mengambil kekayaan hutan sejumlah yang bisa didukung hutan tersebut untuk digantikan. Jika batasan tersebut sudah terlewati hutan akan kehilangan kemampuannya untuk menyembuhkan diri dan akhirnya bisa saja mati.
Seandainya oknum tersebut mau berpikir lebih panjang, pihak yang paling dirugikan dengan rusaknya lingkungan adalah manusia itu sendiri. Salah satu fungsi hutan adalah menata siklus air, jika hutan rusak siklus air menjadi terganggu, tidak heran akhirnya manusia yang merasakan kejamnya bencana kekeringan sekaligus banjir. Jika manusia ingin mengantikan fungsi tersebut secara manual maka biaya yang harus dikeluarkan menjadi sangat besar. Biaya yang dibutuhkan untuk membangun jaringan air, bendungan, dan sumur resapan sehingga mampu menggantikan fungsi hutan mampu menghidupi ribuan mulut yang kelaparan.
Kerusakan sebuah hutan juga dapat membawa dampak hilangnya sebuah spesies. Sesuai dengan hukum Seleksi Alam, dimana spesies yang paling mampu beradaptasilah yang akan bisa bertahan, maka spesies yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan alam sebagai akibat aktivitas manusia akan sirna. Orang utan memiliki fungsi ekologis sebagai penyebar benih tanaman sehingga hutan tetap beragam dan lestari, ketika kelestariannya terganggu maka tidak ada yang menyebarkan benih tanaman tersebut. Jika manusia ingin menggantikan fungsi tersebut karena orang utan telah punah, maka kita harus bisa memilah benih yang telah siap untuk disebarkan (hal yang secara alami dilakukan oleh orang utan) dan kita harus menyebarkannya ke seluruh penjuru hutan (hal yang mudah dilakukan oleh orang utan dengan melompati kanopi hutan).
Marilah kita lebih egois. Dengan prinsip ekonomi, dimana dengan biaya sekecil kecilnya mendapatkan manfaat sebesar-besarnya, kita harus melestarikan hutan. Bayangkan berapa uang yang kita hemat dengan menggelontorkan biaya pelestarian hutan daripada membangun bendungan. Bayangkan berapa waktu, biaya, dan sumber daya yang kita hemat dengan menjaga kelestarian orang utan dan membiarkan "ia" melakukan tugasnya bagi kelestarian hutan.
Rusaknya alam pada akhirnya merugikan manusia itu sendiri. Demikian juga sebaliknya manfaat dari lestarinya alam paling dirasakan oleh manusia itu sendiri. Karena satu spesies di hutan mungkin tidak peduli dirinya punah atau tidak, tapi jika spesies itu ternyata adalah obat bagi penyakit kanker tentu yang paling peduli adalah para penderita kanker. Masih banyak rahasia alam ini yang belum dikuak oleh manusia, dan semakin banyak penyakit aneh yang diderita manusia. Jangan sampai obatnya musnah sebelum kita temukan.
Mari kita melestarikan alam melalui tindakan yang bisa kita lakukan. Kurangi sampah, Menggunakan produk yang hemat energi, dan turut menanam pohon adalah tindakan kecil yang bisa kita lakukan sehari-hari. Tapi ada satu tindakan yang bisa kita lakukan dan memberikan dampak tidak langsung terhadap kelestarian hutan, yaitu dengan berhenti membeli produk dari perusahaan yang jelas-jelas merusak hutan.