Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bandung

Apa itu RDF dan Apakah RDF Dapat Menyelesaikan Masalah Persampahan?

8 Agustus 2024   15:40 Diperbarui: 8 Agustus 2024   15:53 248 1


TPA Sarimukti dan wilayah sekitarnya kini menjadi korban dari permasalahan sampah di wilayah Cekungan Bandung. Pasalnya, sampah yang dikirim ke TPA Sarimukti telah melampaui rancangan kapasitas awal. Sampah yang menggunung meningkatkan potensi bahaya yang dapat terjadi. Bahkan, pada bulan Agustus tahun 2023, terjadi kebakaran pada TPA Sarimukti yang berdampak pada kesehatan warga sekitar dan penumpukan sampah di seluruh wilayah Cekungan Bandung khususnya Kota Bandung. Untuk menjawab masalah tersebut, diperlukan pengurangan dan pengolahan sampah yang baik.

Salah satu upaya pengolahan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah sampah menjadi RDF. RDF atau Refuse Derived Fuel merupakan bahan bakar co-firing yang dihasilkan dari sampah padat. Proses pembuatan RDF diawali dengan melakukan pemilahan jenis sampah yang akan digunakan terlebih dahulu. Kemudian, sampah terpilah akan dicacah hingga berukuran 2-10 cm dengan menggunakan shredder. Sampah yang sudah berukuran kecil dikeringkan dengan biodrying atau teknologi lainnya untuk mengurangi kadar air hingga kurang dari 25% dan semakin kecil kadar air maka akan semakin baik kualitasnya (SNI 8966:2021) . Sampah tersebut kemudian dipilah lagi dari logam dan bahan inert yang tercampur supaya produk akhir dapat dibakar secara maksimal. Pada beberapa kondisi, dapat dilakukan peletisasi untuk memudahkan transportasi produk.

RDF memiliki nilai kalor sebesar 2,500 hingga 4,000 kkal/kg, bergantung pada jenis sampah yang digunakan. Sampah-sampah yang mudah terbakar seperti plastik, kertas, dan kayu akan menghasilkan nilai kalor yang lebih tinggi. Hasil dari pembuatan RDF ini dapat digunakan sebagai Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) untuk PLTU dan sebagai bahan bakar boiler pada berbagai industri khususnya industri semen. Perbedaan antara penggunaan RDF sebagai BBJP dengan penggunaan di Industri terletak pada ukuran, jenis sampah, dan komposisinya. RDF sebagai BBJP membutuhkan kualitas yang lebih tinggi dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan RDF sebagai bahan co-firing pada Industri. Industri semen menjadi pengguna RDF yang sangat potensial dibandingkan industri lainnya karena teknologi pada industri semen dapat mengatasi kadar klorin pada RDF hingga 1% dan tidak terlalu terganggu dengan alkali maupun logam berat kecuali kromium dan merkuri. Namun, tetap terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya RDF dapat digunakan di industri semen maupun industri lainnya. Spesifikasi dari RDF yang harus dipenuhi antara lain kadar air, kadar abu, kadar volatil, fixed carbon, nilai kalori, dan beberapa syarat lainnya dengan besaran bergantung pada jenis industri dan kualitas pembakaran yang diharapkan (Widowati, 2023).  



Pemanfaatan sampah menjadi energi dalam bentuk RDF telah diaplikasikan pada beberapa TPST yang terletak di Cekungan Bandung. RDF plant ini diharapkan dapat meminimalisir tumpukan sampah di TPA Sarimukti. Salah satunya terletak di TPST Sentiong, Cimahi Utara, yang dapat mengolah sampah hingga menghasilkan 2,2 ton RDF per hari. Produk RDF dari TPST Sentiong kemudian dikirim ke PT. Indocement untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. TPST lain yang memiliki teknologi pembuatan RDF di wilayah cekungan bandung adalah TPST Cicukang Holis dan TPST Babakan Siliwangi.

Hadirnya teknologi RDF di wilayah Cekungan Bandung diharapkan menjadi jawaban atas darurat sampah Bandung Raya yang dinyatakan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pada surat keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 685/Kep.579-DLH/2023. Pada tahun 2023, seluruh TPST dengan teknologi pengolahan RDF di wilayah Cekungan Bandung telah berhasil mengolah sampah hingga 686 ton per hari atau sekitar 40,52% dari timbulan sampah yang tertangani. Jumlah ini diharapkan dapat terus meningkat seiring dengan rencana penambahan TPST dengan teknologi pengolahan sampah menjadi RDF pada beberapa titik di wilayah Cekungan Bandung. Semakin tingginya efisiensi mesin RDF pada setiap TPST, maka beban dari TPA Sarimukti akan berkurang dan resiko bahaya lainnya di sekitar TPA dapat berkurang.


Lalu, apakah RDF ini akan menyelesaikan masalah persampahan? Pada dasarnya, penyelesaian suatu masalah perlu dilakukan dari sumbernya terlebih dahulu. Jika melihat hirarki pengelolaan sampah dari Zero Waste International Alliance, hal pertama yang harus dilakukan adalah rethink/redesign, mengurangi, dan menggunakan kembali. Artinya, dibutuhkan peran dari setiap orang sebagai produsen sampah untuk mengurangi timbulan sampah. Sampah-sampah yang tetap dihasilkan kemudian dapat didaur ulang, dipulihkan material-material yang masih memiliki nilai jual, dan dilakukan pemrosesan secara biologi seperti komposting.

Pengolahan sampah menjadi RDF sebenarnya masuk ke dalam kategori unacceptable yang berada pada bagian paling akhir. Jika dibandingkan dengan insinerasi, RDF dinilai lebih baik karena dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang berdampak pada emisi gas rumah kaca. Melihat dari sisi yang lain, masyarakat Indonesia belum terbiasa untuk mengurangi dan memilah sampah. Maka dari itu, RDF dapat menjadi salah satu solusi atas masalah penumpukan sampah namun tetap dibutuhkan peran serta seluruh lapisan masyarakat untuk segera belajar mengurangi dan memilah sampah.

Pemimpin redaksi : Adha Nur Kholif Pratama S.Si., M.T.

Artikel Oleh : Franz Nevinne Nethania
(Mahasiswa Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung angkatan 2021)

Editor in chief : Bambang Prasetya S. Ak.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun