Ibu: Maafkan ibu, nak.. Ibu nampaknya pulang malam hari ini. Kamu jangan lupa makan malam ya nanti..
Anak: Iya, bu..
Selasa.
Anak: Ibu, aku tadi ada PR. Nanti malam tolong bantu aku ya..
Ibu: hmm, maafkan ibu nak.. Ibu nampaknya pulang malam lagi. Tapi ibu janji akan pulang lebih cepat.
Anak: tak usah, bu.. biar aku kerjain sendiri aja.
Rabu.
Ibu: hai, sayang… Ibu punya kabar baik hari ini.
Anak: apa itu, ibu? Ibu pulang awal? Asik asikk!!
Ibu: hmm, ibu pengen bawain kamu oleh-oleh nanti malam.. soalnya, nanti ibu ada meeting sama marketingnya mainan anak-anak. Kamu mau nitip apa, sayang?
Anak: aku mau ibu..
Kamis.
Anak: Ibuuuu…!! Kok, ibu sudah nyampe rumah? Padahal masih jam 2 siang.. Waw! Ibu cantik, deh hari ini! akuu senaaangg… Nanti sore kita jalan-jalan ke taman, ya bu..
Ibu: Hmm, maafkan ibu, sayangku.. nanti jam empat sore, ibu harus balik lagi ke kantor karena tadi ibu lagi penat aja, makanya ibu mampir rumah. Maafkan ibu, ya sayang..
Jumat.
Ibu: anakku cantik, seperti biasa.. ini hari jumat. Maaf kalau ibu…
Anak: iya, aku maafin ibu. Hari jumat akan selalu membuat ibu pulang telat karena ibu gak mau pekerjaan ibu merusak weekend kita. Begitu kan, ibuku yang cantik?
Ibu: pintar sekali anakku yang satu ini… eits, satu lagi. Jangan menaaaa..
Anak: Jangan menangis, karena tangisanku takkan menghentikan laju larimu, ibu…
Ibu: yes, you’re absolutely right, my dear!
Sabtu.
Pk 08.00 WIB
Anak: Ibuuu… selamat akhir pekan! Hari ini dan besok ibu adalah milikku! Benar, kan?
Ibu: hehehe.. iya, sayangku.. Apa agenda kita hari ini?
Anak: Hmm, ibu.. ini ada reminder di handphone ibu.
Ibu: astaagaaa, ibu lupa! Jam satu siang nanti ibu ada rapat! Tapi tenang, sore dan malamnya
hanya untuk kamu, sayangku…
Pk 17.00 WIB
Ibu: halo, sayang.. ibu sudah pulang. Apakah kita jadi pergi ke taman sekarang?
Anak: Ibu, tadi ayah menelepon ke rumah. Tujuh kali.
Ibu: oya, bicara apa dia, nak?
Anak: katanya, ayah minta rujuk. Tapi, gak jadi.
Ibu: ….
Anak: karna ternyata, ibu belum bisa berubah.
Minggu.
Pk 21.00 WIB
Perempuan itu berbaring di samping bocah perempuan yang masih berumur 7 tahun itu, menemani tidur. Bocah perempuan itu terlelap, sedangkan perempuan dewasa itu belum terlelap. Bola matanya menerawang ke arah langit-langit, dahinya mengkerut, tangan kangannya tanpa henti membelai rambut panjang bocah mungilnya. Setiap hari ini, perempuan itu menemani anaknya tidur. Hanya ada hari ini. Setiap hari ini pun membuat langkahnya terhenti sejenak, karena terlalu banyak ketakutan yang ada di benaknya jika ia terus melanjutkan larinya. Ketakutan yang selalu ia curahkan dalam satu doa, hanya pada setiap hari ini:
"Anakku, janganlah engkau cepat dewasa. Sebab, jika engkau telah mampu mendewasakan diri, maka engkau pasti akan meninggalkan diriku, sama seperti ayahmu dulu: meninggalkanku karena aku terus berlari…"