Peningkatan produksi asam lambung yang dipicu oleh stres berat dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius, seperti gastritis, refluks asam (GERD), hingga tukak lambung. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2019 kejadian gastritis di dunia mencapai 1.8 juta hingga 2.1 juta penduduk setiap tahunnya (Nirmalarumsari & Tandipasang, 2020). Tahun 2019, WHO juga menyatakan bahwa persentase angka kejadian gastritis di Indonesia adalah 40,8% dan mencapai prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk di beberapa daerah Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2019 mencatat bahwa kasus gastritis termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di Indonesia, yaitu pada pasien rawat inap di RS maupun di Puskesmas Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 30.154 (4,9%) (Tussakinah et al., 2018).
Menurut Meivy et al. (2017), stres merupakan fenomena yang dapat memengaruhi berbagai aspek kesehatan individu, termasuk fisik, emosional, dan intelektual, karena kebutuhan tubuh yang terganggu (Adam & Tomayahu, 2019). Beberapa dampak yang sering terjadi akibat stres antara lain penurunan nafsu makan, gangguan pola tidur, dan penurunan produktivitas (Tussakinah et al., 2018). Pola tidur yang tidak teratur dapat mengganggu fungsi sistem pencernaan, khususnya sel gastrin yang bekerja lebih baik pada malam hari, sehingga dapat meningkatkan asam lambung. Selain itu, pola makan yang tidak teratur, seperti konsumsi berlebihan makanan yang dapat memicu peningkatan asam lambung, seperti makanan pedas, alkohol, kopi, atau minuman bersoda, juga dapat memperburuk kondisi pencernaan dan menyebabkan iritasi pada lambung, yang dapat berkembang menjadi tukak lambung atau gastritis (Hadinata, 2021; Rizkiana & Tanuwijaya, 2021). Stres berat menjadi salah satu pemicu utama naiknya produksi asam lambung, yang pada gilirannya meningkatkan risiko terjadinya gangguan lambung seperti gastritis atau tukak lambung.
Peningkatan asam lambung dalam jangka panjang akibat stres berat bisa menciptakan siklus yang merusak, memperburuk gangguan pencernaan, dan menurunkan kualitas hidup. Gangguan pencernaan ini tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan fisik, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional seseorang, meningkatkan kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana stres berat dapat menjadi pemicu peningkatan asam lambung, serta dampaknya terhadap kesejahteraan tubuh secara keseluruhan, guna mencegah dan mengatasi gangguan ini dengan pendekatan yang tepat.