Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Dinamika Pernikahan Mengatasnamakan Kebudayaan Berlandaskan Pasal 10 Ayat (2) Undang Undang TPKS

31 Desember 2023   12:30 Diperbarui: 31 Desember 2023   12:34 100 0
Kawin paksa merupakan tindakan yang merendahkan hakikat hak asasi manusia, melanggar nilai-nilai kemanusiaan, dan melemahkan landasan sakral. Fenomena ini tidak hanya merugikan korban secara individu, namun juga menyerang kepentingan bersama masyarakat secara keseluruhan. Ada beberapa alasan terjadinya kawin paksa yang tergolong kejahatan kekerasan seksual. Pasal 10 ayat (2) mengatur bahwa bentuk kawin paksa antara lain perkawinan anak, perkawinan atas nama budaya, dan perkawinan paksa antara korban dan pelaku perkosaan. Ancaman kekerasan pidana  berupa kawin paksa diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak 200 juta, sesuai pasal 10 ayat (1). Pernikahan paksa mempunyai misi penting untuk melindungi kebaikan bersama. Menghormati pernikahan paksa tergolong salah satu bentuk kekerasan seksual. Bidang hukum perkawinan mencakup permasalahan yang kompleks dan kontroversial seperti perkawinan anak dan perkawinan paksa. Salah satu potensi sumber ketegangan adalah kehadiran partai politik yang menganjurkan pelarangan pernikahan anak dan pernikahan paksa. Dengan alasan meyakini tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM. Beberapa permasalahan seperti perkawinan anak dan perkawinan paksa tidak timbul dari perkawinan yang sah. Kedua pendapat tersebut masih hangat diperdebatkan di kalangan akademisi karena adanya beberapa kontradiksi. Pernikahan anak dan pernikahan paksa dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, dan beberapa partai politik melarangnya. Di Indonesia, penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) diharapkan dapat mengatasi prevalensi kejadian kekerasan seksual. Penerapan undang-undang ini diharapkan dapat menghilangkan banyak kasus kekerasan seksual di Indonesia terutama organisasi hukum Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).  Dari segi batasan upaya hukum, ketentuan KUHP hanya mencakup dua hal, yakni pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan. Di tengah kehidupan bermasyarakat, kebiasaan-kebiasaan alamiah menjadi landasan kuat yang membangun dan membentuk keseimbangan antara diri seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, hal tersebut berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan pemahaman kolektif tentang perilaku yang dapat diterima dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan alamiah sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis membuat mereka menerima kebenaran, pantangan dan nilai-nilai kehidupan disekitarnya, yang berkembang ketika masyarakat menerima penjelasan tentang perilaku yang dapat diterima dalam hidup. Praktik-praktik tertentu yang dianggap sudah mapan dan mapan dalam tradisi pendidikan arus utama terkadang tidak  dapat dikritik dan seringkali sulit diubah. Pilihan untuk menikah erat kaitannya dengan hak untuk menentukan nasib sendiri, yang diakui sebagai hak asasi manusia yang mendasar dalam beberapa perjanjian internasional yang penting. Jadi setiap orang berhak menikah dengan orang pilihannya dan bebas dari tekanan dan paksaan. Namun saat ini fenomena kawin paksa masih banyak terjadi di Indonesia dan dipicu oleh berbagai faktor keluarga seperti jebakan hutang yang tidak dapat dilunasi, janji, pernikahan keluarga dan pemicu lainnya. Fenomena sosial yang sudah lama mengakar di masyarakat kini menjadi suatu kenyataan yang sering dihadapi oleh individu-individu yang terlibat. Praktek yang disebut juga dengan perjodohan ini mengandung berbagai motif dan variasi yang mewarnai berlanjutnya perkawinan tanpa persetujuan penuh dari para pihak. Kawin paksa sebenarnya merupakan hal yang sering ditemui di masyarakat. Fenomena kawin paksa sebenarnya merupakan fenomena sosial yang sudah ada sejak lama dan merupakan suatu hal yang "lumrah". Jika ditilik dari alasannya, ada beberapa praktik kawin paksa. Misalnya, "perjodohan" memaksa seseorang melakukan kawin paksa. Hal ini banyak terjadi dalam keluarga, terutama orang tua yang memaksa anaknya untuk menikah. Kekerasan seksual juga dapat diartikan sebagai penghinaan, penyerangan dan/atau tindakan lain yang ditujukan secara paksa terhadap tubuh, nafsu seksual, dan/atau fungsi reproduksi seseorang yang bertentangan dengan keinginan orang tersebut sehingga mengakibatkan orang tersebut tidak berdaya. Sebagai peristiwa kehidupan yang monumental, hendaknya tidak dijalani semata-mata atas dasar dorongan emosi dan keinginan, namun penting bagi pasangan untuk memahami bahwa keberhasilan pernikahan tidak selalu berkaitan dengan kekayaan materi. Setiap langkah, baik finansial maupun psikologis, harus seimbang dan merespons kesiapan pasangan. Menyadari pentingnya aspek-aspek ini tidak hanya akan membantu Anda membangun landasan pernikahan yang kokoh, namun membantu Anda menavigasi perjalanan pernikahan Anda dengan bijak dan sepenuhnya. Kesadaran hukum dan kesadaran hukum mempunyai hubungan yang erat, dalam hal ini kesadaran hukum merupakan faktor penting dalam pengendalian hukum. Implementasi peraturan perundang-undangan di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini antara lain disebabkan oleh relatif tidak tanggapnya konten hukum (tindakan hukum), duplikasi dan kerancuan hukum, serta kurangnya instrumen dan infrastruktur hukum, integritas dan profesionalisme polisi, serta kesadaran hukum. Tumpang tindih dan kebingungan hukum juga merupakan tantangan besar. Kesadaran bersama akan pentingnya supremasi hukum harus ditanamkan pada seluruh lapisan masyarakat untuk menciptakan landasan yang kokoh bagi perlindungan hukum yang adil dan efektif di Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun