[caption id="" align="aligncenter" width="594" caption="Burung di perkebunan kopi"][/caption]
Di kampung halaman saya, sebelum kebanyakan petani menggunakan pestisida, menjaga padi yang mulai menguning adalah hal lazim yang dilakukan anak-anak kecil seusai sekolah.
“Hia, hia, hia… oeey…”, anak-anak berlarian di pematang sawah, meneriaki segerombolan burung pipit yang datang secara berhamburan. Burung-burung pipit tersebut datang dari desa lain yang sudah mengalami panen terlebih dulu. Selain itu, ada pula burung pemakan serangga, tikus sawah, dan burung pekicau yang sahut-menyahut. Sepenggal cerita di atas adalah pengalaman tentang burung yang pernah saya rasakan semasa duduk di bangku sekolah dasar. Dalam perjalan panjang sejarah manusia, burung memiliki nilai penting. Ia sering dijadikan simbol kebebasan, perdamaian dan, kesetiaan. Dalam kehidupan sehari-hari, burung memiliki manfaat tersendiri. Di sektor pertanian, ia menjadi predator yang membantu petani mengontrol populasi serangga dan tikus, sehingga mengurangi kerusakan tanaman dan hutan. Selain itu, ia juga berperan penting dalam penyerbukan dan penyebaran benih. Di bidang kesehatan, burung pemakan nyamuk membantu mengatasi penyebaran wabah penyakit demam berdarah dan malaria. Di Amerika, mengamati burung merupakan hiburan tersendiri yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Populasi burung mulai terancam akibat penggunaan pestisida dengan tujuan mendongkrak produktifitas pertanian melalui penanggulangan hama. Manfaat dari penggunaan pestida langsung terasa. Tak ada serangan serangga, hasil panen meningkat, dan anak-anak pun tak perlu lagi menunggu padi usai sekolah. Tanpa disadari para petani, dampak negatif dari penggunaan pestisida telah mengubah tatanan ekosistem alami menjadi lebih sederhana. Dalam hal ini, penggunaan
pestisida telah memutus sistem rantai makanan sehingga menjadikan ekosistem tidak seimbang. Salah satu hewan yang menjadi korban dari terputusnya rantai makanan tersebut adalah burung. Burung merupakan hewan yang terkena dampak penggunanan pestisida secara tidak langsung, sebab ia menempati puncak dari rantai makanan. [caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Logo Bird Friendly Coffee"][/caption] Menurut laporan
Fish and Wildlife Service, kurang lebih 72 juta burung di Amerika mati per tahun (Peter Fimrite, 2011). Burung-burung berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari makan dan berkembang biak. Karena penggunaan pestisida, burung pemakan serangga tentu akan kebingungan saat musim kawin tiba, apalagi ketika telur mereka menetas, sebab pasokan makanan mereka telah dibasmi dengan insektisida. Begitu halnya dengan burung-burung yang berkembang biak di semak-semak.
Herbisida yang digunakan untuk menanggulangi
gulma, dapat membunuh atau mengurangi populasi burung yang bergantung pada rerumputan tertentu untuk membuat sarang. Ketika herbrisida yang mengalami kontak dengan telur burung, pertumbuhan embrio telur tersebut bisa mengalami kerusakan, sehingga dapat mengurangi jumlah telur yang menetas. Penurunan populasi burung di dunia tersebut mendapat sorotan dari Kebun Binatang Nasional Smithsonian (
Smithsonian’s National Zoological Park), yang terletak di kota Washington, D.C, Amerika Serikat. Menurut penelitian yang mereka lakukan di Amerika Utara dan Amerika Latin, perkebunan kopi dan cokelat yang dikelola secara tradisional (tanpa menggunakan bahan kimia) merupakan tempat yang sangat mendukung bagi kelangsungan hidup 150 spesies burung. Kopi yang ditanam secara tradisional tersebut memiliki pohon naungan di sekeliling perkebunan dan mampu berjalan secara berkelanjutan. Atas dasar tersebut, pada 1997, Kebun Binatang Nasional Smithsonian mendirikan Pusat Migrasi Burung Smithsonian atau
Smithsonian Migratory Bird Center (SMBC) untuk mendorong upaya menghargai, pemahaman yang lebih, dan perlindungan terhadap burung.
Bird Friendly Coffee | Kopi Ramah Burung
KEMBALI KE ARTIKEL