Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Rokok

2 Oktober 2012   08:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:22 177 0

Sebab percaya bahwa seorang anak lelaki menghisap jempolnya sendiri sebagai perpanjangan kontrak bagi kenikmatan menghisap payudara ibundanya, maka remaja lelaki yang merokok, tentu menemukan kelembutan yang menikmatkan sebagaimana halnya menghisap payudara bundanya, maka menjadi wajar bila seorang lelaki memutuskan untuk menghentikan kebiasaannya menghisap rokok setelah menemukan kenikmatan menghisap puting payudara kekasihnya.

Rasmi kekasih Warso, tak habis pikir, kenapa lelaki itu masih saja menghabiskan waktu dan uangnya untuk membeli rokok. Padahal kehidupan rumah tangga mereka bukanlah termasuk dari golongan yang berlebihan amat. Maka kebiasaan merokok Warso, adalah sebuah kemubadziran bagi kehidupan rumah tangganya dengan Rasmi.

Beberapa tahun lalu, Warso memang telah menggelisahkan hal ini. Ia sangat ingin menghentikan kebiasaan merokoknya. Namun kenangan atas kesendirian yang mencekam, memaksanya untuk pada akhirnya memilih rokok sebagai teman baiknya dalam menghalau sepi. Bahkan semasa ia masih membujang, Warso pernah bertekad, akan menghentikan kebiasaan merokoknya ini apabila telah ditemukannya seorang kekasih yang tentu saja berjenis kelamin perempuan dari golongan manusia. Hal ini perlu ditegaskan, mengingat kesendiriannya selama ini membuahkan kecurigaan orang-orang disekelilingnya bahwa Warso diam-diam memiliki pacar gaib.

Yang membuat teman-temannya memiliki dugaan serupa ini terdorong oleh kebiasaan Warso yang suka bermalam di tempat-tempat sepi seperti makam keramat, gua pinggir laut serta di candi-candi yang bersebaran di lereng-lereng pegunungan. Bahkan sekali waktu saat tetangganya menguntit diam-diam sekadar ingin tahu dengan siapa Warso menghabiskan malam-malamnya di tempat angker dan wingit itu, mereka menemukan Warso tengah bercakap-cakap dengan seseorang. Padahal saat itu Warso tengah tidur pulas mendekap nisan tua di salah satu makam keramat di ujung desa.

“Aku melihatnya sendiri,” berkata salah satu dari tetangga itu kepada tetangga lainnya,”Betapa ia memang menikmati pergumulannya dengan makhluk gaib di makam itu”

“Kamu yakin melihatnya”, Timpal tetangga yang lain ragu.

“Sangat yakin”.

“Kalau kamu melihatnya, berarti bukan gaib dong namanya”, celetuk tetangga yang lainnya lagi.

“Maksudku, aku melihat Warso sedang tidur pulas sambil bermesraan dengan sesuatu yang nggak ada wujudnya”

“Kalau kau melihatnya dalam kondisi tidur, berarti dia sekadar ngelindur.” Timpal tetangga yang lain dari yang tadi.

Pardi Teplok menyeringai masam. Ia tak suka bila orang-orang meragukan omongannya. Sedemikian rupa ia berusaha menjelaskan kepada tetangganya tentang ulah Warso yang menurutnya aneh bin ganjil.

Warso sendiri sejauh ini tak ambil pusing dengan kasak kusuk tetangga yang mau tak mau sampai juga ke telinganya pada satu ketika. Bahkan saat Kronjot kawan sepermainannya sejak kecil menanyakan hal ini, Warso hanya senyam senyum saja.

“Jadi bagaimana sesungguhnya kang?” Tanya Kronjot hati-hati.

“Ehm,…biar saja orang bicara”. Kata Warso sambil menarik nafas berat,” Toh sampai saat ini tak ada yang sanggup membuktikan kebenaran cerita itu”.

“Tapi kalo Kang Warso tak melakukan klarifikasi, bisa-bisa…”

“Orang-orang akan menyangkanya sebagai kebenaran begitu maksudmu,” sahut Warso sembari menebar senyum.

Hampir saja Kronjot hendak mengatakan sesuatu, namun Warso kembali melesakkan kata-katanya,” Bagiku kebenaran sejati tidaklah harus berarti kebenaran bagi orang banyak.” Setelah menghela nafasnya dalam-dalam,”Bahkan apa yang disebut benar bagi orang-orang itu tentu juga tidak selalu harus berarti kebenaran yang sesungguhnya kan?”

Kronjot tertunduk lesu. Ia menyadari tak sepantasnya menanyakan hal ini pada Warso sendiri. Namun Warso menyikapinya dengan enteng. Ia gamit pundak Kronjot dan berkata,”Apakah sobatku Kronjot juga menyangkaku sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang itu kepadaku?”

Takjub Kronjot mendengar pertanyaan Warso yang diucapkan dengan dingin dan aneh. Ia tak mampu menjawabnya, apalagi melihat wajah Warso yang menyeringai ngeri. Kronjot tertunduk menelan kelu.

Tiba-tiba Rasmi keluar dari kamar sambil membawa nampan berisi dua cangkir kopi serta aneka gorengan. Kronjot makin salah tingkah dibuatnya.

“Maaf ini seadanya, semoga bisa mengganjal lapar serta meredakan haus”, kata Rasmi penuh kelembutan seorang istri.

“Ayo diminum dulu, nanti keburu dingin kopinya,” timpal Warso sambil menyeruput kopi bikinan istrinya,” Gorengan ini aseli bikinan istriku lho, bukan kiriman dari makhluk gaib.”

Kronjot makin sesak nafas mendengar gurau Warso. Kedua suami istri itu tertawa bahagia sambil berangkulan mesra. Kronjot mengutuk dalam hati, dan ingin segera beranjak dari tempat itu. Namun pantatnya seperti terpaku di kursi kayu itu hingga membuatnya susah untuk beringsut menjauh. Warso dan istrinya makin geli menyaksikan Kronjot yang salah tingkah seperti itu. Suara ketawa mereka mengusik kelengangan kampung itu saat malam menjelang pagi seperti ini.

Orang-orang tak pernah tau apa yang terjadi dengan Kronjot serta sepasang suami istri Warso dan Rasmi karibnya itu. Mereka bertiga seperti lenyap ditelan bumi. Tak ada yang tau dimana gerangan mereka berada. Ada yang mengira mereka telah moksa bersama. Adapula yang menduga mereka bertiga memasuki dimensi lain dan merasa nyaman disana sehingga enggan untuk kembali ke alam manusia. Namun ada juga yang curiga mereka bertiga diam-diam pergi ke seberang pulau untuk memulai hidup baru di negeri tetangga.

Beberapa tahun kemudian, kisah tentang Warso, istrinya serta Kronjot sahabat mereka beredar serupa legenda yang dituturkan dari generasi ke generasi. Meski tempat dimana dulu pernah berdiri rumah tempat tinggal Warso, kini hanyalah tertinggal berupa gundukan tanah hitam yang kering. Namun konon beberapa orang masih saja percaya bila tiap pagi menjelang terutama setelah lewat tengah malam, mereka yang melintas tempat itu, akan sayup-sayup mencium harum kopi  dan gurih gorengan serta mendengar suara ketawa sepasang suami istri yang kini entah dimana.

Jogjakarta, 2010-2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun