Waktu aku masih muda aku berpikir ingin merubah dunia ini menjadi lebih baik, karena dalam pikirku, dunia ini sudah terlalu memburuk. Membau oleh busuknya lelakon manusia.
Tetapi ketika aku sudah berumur, aku menyadari bahwa tidak ada yang berubah dari dunia ini sedikitpun.
Lalu aku berpikir untuk merubah kota dimana aku tinggal dan dibesarkan menjadi seperti yang aku inginkan. Karena aku merasa kotaku telah penuh sesak oleh bebangkaian jasad pencuri yang terbunuh oleh nuraninya sendiri.
Tetapi saat aku telah dewasa, aku harus menghadapi kenyataan bahwa tidak ada yang berubah dari kota dimana aku tinggal dan masih seperti dahulu.
Kemudian aku berpikir lebih bijaksana, aku akan merubah keadaan keluargaku menjadi lebih baik dari sekarang. Lebih baik dalam segala hal.
Tetapi saat aku mulai tua, aku tidak pernah menemukan perubahan apapun yang terjadi dalam keluargaku.
Akhirnya aku berpikir.
Aku menyadari sekarang, bahwa apa yang telah aku lakukan adalah sebuah kekeliruan besar, karena akan lebih bijaksana jika saat itu aku merubah diriku sendiri menjadi lebih baik & itu akan membuat orang-orang disekitarku menjadi orang-orang yang lebih baik, kemudian mungkin akan dapat merubah kotaku juga menjadi kota yang lebih baik dan akhirnya tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan dan merubah dunia ini jauh lebih baik.
Sekarang aku berpikir, kenapa orang-orang disekitarku selalu menilaiku baik. Aku adalah sosok jenius yang berpendidikan.
Hatiku tergelitik, seandainya aku memang benar orang yang jenius dan pintar seperti yang mereka kira, mungkin hari ini aku telah menjadi seorang petinggi dan menjadi orang kaya seperti mereka.
Mungkin hari-hariku tidak lagi jalan kaki, tidak makan nasi catering dan tidak tidur diatas karpet usang ini.
Alangkah bodohnya mereka yang menilaiaku seperti itu, jauh lebih bodoh daripadaku, karena telah menilaiku pintar.
Disuatu remang pagi disudut pertokoan tinggi.
Aku sampaikan kelucuan ini kepada sahabatku yang mungkin juga senasib denganku, krisis financial dan krisis pergaulan, dan mungkin juga sahabatnya Cuma aku seorang, khususnya di kota ini, dan lebih tepatnya di Negara ini.
Lantas sahabatku berkata : β yang bodoh tu justru mereka-mereka yang kaya akan finansialnya, lihat..mereka diberi kelebihan harta, namun dikurangi otaknya, pikirannya, makanya jika suatu pemerintahan di bentuk atas dasar siapa yang lebih kaya, maka pemerintahan itu pasti tidak berjalan dengan baik, pasti akan kacau, karena dipimpin oleh orang-orang yang bodoh dan hanya bisa pamer muka dan kekayaan saja β.
Sejenak dia menarik nafas.
βDan kamu jauh lebih pandai dari mereka, nyatanya hingga hari ini kamu masih bisa bertahan hidup dengan kondisi seminim ini, berarti kamu memiliki kecerdasan otak untuk menyiasati peliknya hidup kamu, dan aku rasa orang-orang kaya itu tidak akan mampu melakukan seperti yang sudah dapat kamu lakukan sekarang dalam hal menyiasati peliknya kehidupan. Nah, sekarang tinggal bagaimana carany mengasah kecerdasan mu menjadi lebih baik dan bernilai, kerjakan segalanya dengan keiklasan dan bukan dengan hitung-hitungan uang. Yakinlah semakin banyak kamu member sedekah, maka semakin banyak rezeki yang akan kamu dapatkan.β
Aku terdiam, dalam hatiku, Sahabatku berkata dengan kepolosannya, dengan kejujurannya. Dia sendiri juga orang yang kurang mampu di kota ini dan tepatnya di negeri ini, bersamaku. Nyatanya Dia mampu juga menyikapi sulitnya kehidupan ini.
Berbekal ilmu teknik software dan hardware computer, bersama sepeda motor bututnya, dan kaos leceknya dengan penuh semangat dan senyuman dia selalu mendapatkan rezeki dari keahliannya tersebut. Dan ternyata Tuhan tidak pernah berhenti memberinya peluang, karena kerendahan dan kemurahan hatinya. Aku terkagum. Masuk akal apa yang baru saja dia katakan.