Merujuk pada pendekatan teori Hendrik L Blum (1974), bahwa status derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan sendiri tidak sebatas lingkungan fisik, namun meliputi lingkungan non fisik, seperti tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan sistem peradilan hukum yang adil dan sehat, terbebas dari segala praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Good Governance
Sejatinya, derajat kesehatan tidak hanya ditentukan oleh sektor kesehatan saja. Justru dapat dicapai melalui kegiatan lintas sektoral seperti ; (1) peningkatan pendidikan; (2) penyebaran informasi tentang kesehatan dan cara hidup sehat. (3) perbaikan sanitasi tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, dan lingkungan secara umum; (4) penyediaan air bersih; (5) penyediaan makanan bergizi; (6) perbaikan sarana transportasi, penerangan dan komunikasi; (7) imunisasi dan pencegahan penyakit; (8) baru penyediaan sarana kuratif.
Kesemua kegiatan tersebut, membutuhkan pra syarat utama yaitu pengelolaan sistem yang baik (good governance). Good governance tidak terbatas pada bagaimana pemerintah menjalankan wewenangnya. Lebih daripada itu, adalah bagaimana upaya agar masyarakat dapat berpartisipasi dan mengontrol pemerintah dalam menjalankan wewenangnya dengan baik (accountable). Karena itu, tata kelola pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”, yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. (Johan Budi SP, 2009)
Kita semua menyadari ketika situasi pengelolaan pemerintahan yang syarat dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dampaknya sangat masif, tidak hanya kerugian uang negara, tapi rakyat turut menjadi korban. Dana pendidikan yang mestinya digunakan untuk membangun sekolah dan melengkapi fasilitas penunjang pendidikan, ternyata dikorupsi sehingga dana yang semestinya untuk meningkatkan taraf pendidikan menjadi berkurang, dampaknya angka putus sekolah gara-gara tidak ada biaya masih tinggi. Pendek kata, korupsi merupakan salah satu penyebab kerusakan negara ini.
Catatan selama tahun 2009 ini, berbagai kejadian yang terkait erat dengan masalah kesehatan masyarakat masih memprihatinkan. Situasi perekonomian yang belum stabil, angka kemiskinan meningkat, tingkat pengangguran tinggi sementara daya beli masyarakat masih rendah.
Sementara masalah kesehatan, merebaknya kembali beberapa penyakit ‘kuno’ seperti Malaria, Kusta, TB Paru, Demam Berdarah hingga kaki gajah. Munculnya kasus flu HINI dan HIN5 hingga penyebaran HIV/AIDS yang semakin tak pandang bulu. Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) juga masih tergolong tinggi di Asean. Kasus pencemaran lingkungan juga meningkat.
Situasi yang sulit, disaat situasi perekonomian yang belum stabil, derajat kesehatan masyarakat juga masih terpuruk.
Oleh karena itu, pentingnya lingkungan (sistem tata kelola pemerintahan) yang baik dan terbebas dari praktek korupsi, setidaknya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih optimal. Namun sebaliknya, bila situaasi sulit itu diperparah dengan lingkungan tata kelola pemerintahan yang penuh dengan KKN, maka status derajat kesehatan masyarakat akan lenih terpuruk.
Sistem Hukum yang Sehat
Selain lingkungan sehat berupa good governance, lingkungan sehat yang lain yang perlu diciptakan adalah sistem hukum yang sehat. Terbebas dari praktek makelar kasus yang mempermainkan putusan hukum.
Pilar penegakan hukum, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman harus menjamin dirinya bersih dan sehat dari KKN. Agar putusan yang diambil benar-benar mencerminkan rasa keadilan bagi rakyat. Rakyat yang terjamin rasa keadilannya, akan terhindar dari rasa prasangka buruk (sehat secara rohani & jiwa).
Peran Organisasi Kesehatan
Departemen Kesehatan atau organisasi kesehatan yang menjadi leader sector di bidang kesehatan harus aktif menciptakan lingkungan yang sehat bebas korupsi. Depkes harus menyadari bahwa definisi sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan).
Depkes jangan lagi memakai ‘kacamata kuda’ dalam mengambil langkah kebijakan ‘kesehatan’. Depkes atau organisasi kesehatan lainnya harus proaktif terlibat perumusan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat. Agar kebijakan yang dilahirkan merupakan kebijakan yang sehat. Karena derajat kesehatan dapat tercapai dari lahirnya kebijakan publik yang sehat (health through public healthy policy).
Akhirnya, harus dipahami pandangan universal bahwa Kesehatan adalah Sebuah Investasi, sebagai cerminan dari pentingnya SDM yang produktif. Munculnya Paradigma Sehat, mengartikan bahwa penanganan kesehatan penduduk dititikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa (shaping the health nations) dan bukan sekedar penyembuhan penyakit, namun termasuk pencegahan penyakit, perlindungan keselamatan, promosi kesehatan serta tidak kalah pentingnya senantiasa peduli terhadap masalah-masalah yang akan mengakibatkan derajat kesehatan menurun.
Hal itu menyadarkan kepada kita bahwa membina kesehatan bangsa atau menciptakan bangsa yang sehat, cerdas, trampil mau tidak mau harus memerangi praktek KKN yang mengakar kuat di bumi pertiwi ini. Untuk itu, dorongan agar KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman ‘bersih’ dan ‘sehat’ adalah sebuah keniscayaan.