Data yang di himpu oleh Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) tahun 1999, menyebutkan bahwa sebagian masyarakat kota (71,9%) masih memanfaatkan sumber air minum yang tidak terlindung dan hanya 16,37% yang sudah menggunakan ait terlindung dari leding. Hanya 58,9% penduduk diperkotaan yang telah mempunyai sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat. Pencemaran udara di kota besar pada tahun 2000 diperkirakan meningkat 2 kali dari tahun 1990 dengan sumber utama emisi kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Masih sekitar 57% pendudul kota tinggal di perumahan yang jurang memenuhi syarat kesehatan.
Dari data diatas, tentunya bukan menjadi tugas ringan untuk mewujudkan kota sehat. Namun di era reformasi tentunya menjadi peluang kita untuk memulai proses dan cita-cita luhur ini. Setidaknya ada dua kondisi penting yang mendukung upaya tersebut.
Pertama ; Kebijakan Otonomi Daerah. Dalam kebijakan otoda yang telah diberlakukan sejak tahun 1999 dengan keluarnya paket UU Otoda, mengatur bahwa kewenangan bidang kesehatan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot). Pendeknya, sehat tidaknya penduduk di sebuah daerah adalah sudah menjadi tanggung jawab PemKab/Kota. Pemkab/kota berkewajiban untuk mengatur dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat didaerahnya.
Kalau dulu proses pembangunan di kawasan perkotaan bersifat sentralistik dan top down, diharapkan pada era otoda daerah, pendekatan comunity based development lebih dikembangkan sehingga masyarakat ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap hasil pembangunan.
Sejak dulu sebenarnya masyarakat Indonesia, terkenal dengan jiwa gotong royong serta mempunyai rasa setia kawan. Hal ini tercermin dari praktek kehidupan sehari-hari. Budaya musyawarah untuk mufakat masih berlangsung saat ini. Hal-hal tersebut (local widsom) harusnya menjadi modal dasar untuk saling bekerjasama mewujudkan kota sehat.
Kedua ; Paradigma Pembangunan Berwawasan Kesehatan. Kebijakan ini telah dicanangkan oleh presiden Habibie pada tanggal 1 Maret 1999 sebagai komitmen pemerintah untuk memasukkan aspek kesehatan dalam setiap proses pembangunan dengan mencanangkan visi Indonesia Sehat 2010. Visi tersebut menjadi pendorong untuk mengembangkan Kota/Kabupaten Sehat. Gerakan Kota/Kab Sehat adalah gerakan masyarakat yang berupaya secara terus menerus dan sistematis yang didukung pemerintah daerah setempat untuk meningkatkan kualitas lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya melalui pemberdayaan potensi masyarakat (HAKLI, 1999).
Dengan adanya Kampanye Kota/Kabupaten Sehat, diharapkan program ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Mungkin awalnya dititikberatkan pada aspek pengelolaan sampah dan kebersihan kampung (Penyehatan lingkungan fisik). Selanjutnya bisa berkembang terus ke arah penyehatan lingkungan sosial, seperti pelembagaan perilaku hidup sehat, pembudayaan olahraga, peningkatan disiplin masyarakat, penurunan angka kriminialitas dan seterusnya. Dimulai dari kampung sehat (RT/RW sehat), berlanjut ke kelurahan sehat, meningkat lagi kecamatan sehat, begitu seterusnya.
Salah satu aspek penting yang perlu diapresiasi adalah proses berlangsungnya kegiatan kampanye kota sehat. Karena salah satu ciri kota sehat adalah proses dinamika sosial yang berlangsung terus menerus sebagai sebuah gerakan masyarakat yang mengarah ke penyehatan lingkungan secara berkelanjutan. Di dalam proses menuju kota sehat terdapat pula proses bottom up, aspiratif, transparancy dan demokratis.
Kegiatan Kampanye Kota Sehat bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dalam proses penyadaran akan pentingnya hidup sehat. Bahwa hidup sehat tidak berkonotasi pada gaya hidup yang mahal, justru dengan bergaya hidup sederhana, olahraga yang rutin, saling menghargai dan tenggang rasa, saling tolong menolong, ramah terhadap lingkungan adalah kegiatan-kegiatan yang akan menyehatkan kita, baik secara fisik, psikis dan sosial. Bagaimana pendapat Anda ?