Dan sepertinya... walaupun hanya lewat telpon, kekawatiran saya tergambar jelas. Karena setelahnya, Mas segera memberi gambaran pernikahan yang ia bayangkan; ia menginginkan pernikahan yang sederhana. Hanya pemberkatan nikah di gereja, lalu saat acara selesai, para undangan disuguhkan nasi jinggo untuk dibawa pulang. That's it! Mmm.. saya sama sekali belum membayangkan acara pernikahan, tapi kalau rencana pernikahannya seperti itu... that's exactly not my dream.
Saya berusaha mengulur waktunya dengan bilang belum siap ini, belum siap itu. Karena... ya bagaimana saya bisa tahu Mas ini benar-benar orang yang tepat untuk menjadi suami saya? This is too early! Baru 3 bulan jadian, langsung ngajak nikah.
"Kalau ga mau, saya akan ngilang (baca: menghilang). Tenny ga akan bisa temui saya lagi." Bah.. tak asik kali ni orang. Susahlah awak. Lagi jatuh cinta, diancam seperti itu, ya keoklah.
Akhirnya, saya setuju untuk menikah. Kesepakatannya adalah kami menikah di bulan Juli 2006, budget pernikahan sebesar Rp 10.000.000,- tanpa utang pernikahan. Masing-masing dari kami berkontribusi 50-50: Mas Rp 5.000.000,- dan saya Rp 5.000.000,-. Mas akan mentransfer Rp 1.000.000,- tiap bulannya, mulai dari bulan Januari hingga Mei 2006.Nah, karena kami long distance dan saya yang berada di Bali, sayalah yang bertugas untuk meng-arrange semua persiapan pernikahan tanpa melebihi budget. Hihi, saya mah suka banget kalau diminta meng-arrange sesuatu, karena jika sukses, saya merasa puas dan bangga. Apalagi kalau saya bisa membuat acara menjadi wow dengan budget yang minim, wahhh.... saya bertambah semangat dan bangga. Di sisi lain, saya sendiri percaya kalau keberhasilan dan kemeriahan sebuah acara bukan dilihat dari besar kecilnya budget, melainkan dari cara kita meng-arrange-nya. Kalau kita pintar meng-arrange sesuatu dengan matang, hasilnya pun pasti bagus. Pasti!
-2006-Nah ini nih tips merencanakan nikah tanpa utang pernikahan.