Juga gelap dengan banyak sekali kerikil menggesek kaki
Banyak mata memandang tentu teringat jelas
Lebih tajam dari pisau bermata dua
Lebih sakit dari komat-kamitnya mulut
Aku rupanya hanyalah  orang yang hendak menjadi Kartini, bagi seorang laki-laki yakni putraku sendiri
Namun mereka bilang kerjaku tak punya seni, tak pakai hati
Padahal mereka itu tidak pernah ku tiduri
Mereka berasumsi miring, karena ku pulang selalu malam hari