Di indonesia telah terjadi banyak kasus di mana dalam persidangan berlangsung seringkali terjadi suatu perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan dan keluhuran hakim. Perlu diketahui, hakim di Indonesia sendiri juga sering kali mengalami tindakan kekerasan hingga teror. Dilansir dari laman Hukum Online tercatat selama 8 tahun dalam periode 2015-2023, Komisi Yudisial menangani sedikitnya 118 dugaan kasus dugaan PMKH. Seperti tindak kekerasan terhadap hakim, teror, demonstrasi yang berlebihan kepada pengadilan dan hakim, dan lainnya.
PMKH erat kaitannya dengan aspek moral dan etika, dalam sudut pandang hukum Hakim tidak hanya sebagai aktor utama dalam proses persidangan tetapi hakim juga memiliki posisi yang istimewa, dan di dalam sudut pandang sosial hakim dianggap sebagai representasi wakil tuhan. Hakim dengan keistimewaan, tanggung jawab, serta kewenangannya yang besar pasti hidup di tengah problematika sehingga independensi hakim harus dipastikan.
Kemudian tidak semua putusan hakim semerta-merta dipandang adil dan diterima dengan lapang dada oleh para pihak yang sedang berperkara. Setelah putusan disampaikan, tak jarang berbagai tindakan ekspresif pihak-pihak akan muncul sebagai bentuk tanggapan terhadap putusan yang diberikan oleh Hakim. Hal yang sangat disesalkan apabila tanggapan tersebut turut diikuti dengan tindakan yang berlebihan maupun menjurus ke arah kekerasan atau perlakuan kurang pantas yang ditujukan kepada majelis hakim tersebut. Tindakan-tindakan tercela tersebut dapat dikatakan sebagai Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim. PMKH dapat dilakukan baik oleh hakim itu sendiri, jaksa, pengacara, pihak penggugat dan tergugat maupun pengunjung dan masyarakat.
Dalam hal ini maka muncul pertanyaan apa yang menjadi penyebab sehingga terjadi suatu kasus PMKH? Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya PMKH itu sendiri diantaranya :