Di era industri 4.0, banyak perusahaan mencari tahu bagaimana mengadopsi suatu platform AI untuk diterapkan dalam proses bisnis yang tentunya tidak mudah. Â Lebih jauh lagi, penggunaan AI untuk mengubah perusahaan tradisional menjadi perusahaan yang mengadopsi tren teknologi di era industri 4.0 membutuhkan lebih dari hanya sekedar membangun situs web, sistem informasi, atau aplikasi mobile. Dengan menggunakan AI atau machine learning beberapa permasalahan yang tidak dapat diselesaikan hanya dari sisi engineering akan dapat terselesaikan. Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) sudah umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam penggunaan Google Search dan Google Maps untuk menentukan rute terpendek dan perkiraan waktu tempuh perjalanan. Selain itu, asisten virtual seperti Siri, Google Assistant, dan Alexa dari Amazon telah memungkinkan komunikasi dua arah dan dapat melakukan beberapa tugas yang biasanya dilakukan oleh manusia. Pemanfaatan teknologi pengenalan wajah, seperti dalam deepface pada beberapa smartphone dan media sosial seperti Facebook, memungkinkan identifikasi wajah.
Perkembangan artificial intelligence yang begitu cepat memberikan terobosan--terobosan baru dalam berbagai lini kehidupan, Teknologi AI pada dasaranya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Implementasi artificial intelligence dalam berbagai sektor kehidupan memberikan dampak yang positif dimana keberadaan artificial intelligence dapat membantu menyelesaikan pekerjaan manusia. Namun disisi lain implementasi artificial intelligence juga memberikan pengaruh negatif dalam keberlangsungan sumber daya manusia dalam beberapa pekerjaan. Artificial intelligence perlahan-lahan menggantikan keberadaan manusia sebagai contoh artificial intelligence dalam e-commerce melalui fitur chatbot yang menggantikan costumer service dalam memberikan layanan pelanggan. Dalam keterangannya, konsultan McKinsey memperkirakan pada tahun 2030 sekitar 800 juta pekerja di seluruh dunia dapat digantikan oleh robot. Ada beberapa pekerjaan akan berubah secara signifikan, sementara pekerjaan lain akan sama sekali lenyap, 2019 (bbc.com/indonesia).
Penelitian di bidang sumber daya manusia menunjukkan bahwa tingkat kecemasan tenaga kerja yang tinggi tentang otomatisasi dan tren teknologi ini dapat berdampak sangat besar  pada  pasar  tenaga  kerja  dan  produktivitas  (Pew  Research  Center,  2017).  Namun, beberapa ekonom di sisi lain mengklaim bahwa terobosan teknologi ini justru menciptakan lapangan  kerja  baru  karena  penurunan  tenaga  kerja  tidak  terampil  akibat  automasi, meningkatkan permintaan akan tenaga kerja terampil dan standar gaji mereka (Acemoglu & Restrepo, 2020).
Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan dianggap sebagai investasi jangka panjang dan faktor penting dalam nasib dan kesuksesan bisnis apa pun, dan dalam profitabilitas perusahaan. Banyak peran paling populer di industri 4.0 bahkan tidak ada 10 tahun yang lalu. Akibatnya, keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan peran ini belum ada. Temuan penelitian menunjukkan bahwa teknologi canggih/digital mengaburkan batas antara pekerjaan. Munculnya ekonomi digital yang berpusat pada Internet of Things (IoT) adalah ciri khas dari Revolusi Industri Keempat. Profesor Klaus Martin Schwab, pendiri dan kepala Forum Ekonomi Dunia, awalnya menyatakan datangnya Revolusi Industri 4.0. (Hassim, 2018). Integrasi AI telah mengubah cara perusahaan melakukan rekrutmen, seleksi, dan pelatihan karyawan. Kemampuan AI untuk menganalisis profil kandidat dengan cepat, meramalkan kebutuhan pelatihan individu, dan memberikan rekomendasi berdasarkan data, telah meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengelolaan SDM.
Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk mengatasi dampak negatif yang disebabkan oleh AI terhadap dunia kerja di masa mendatang. Pertama-tama, diperlukan upaya untuk memberikan pelatihan ulang dan pendidikan berkelanjutan kepada pekerja dan pelajar agar mereka dapat memperoleh keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan pasar. Selanjutnya, pengembangan sistem di mana manusia dan kecerdasan buatan bekerja sama bisa menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerjaan. Pemerintah juga harus menerapkan kebijakan yang mendukung transisi, seperti memberikan insentif kepada perusahaan untuk berinvestasi dalam pelatihan ulang karyawan dan menjamin keamanan ekonomi bagi mereka yang terdampak. Selain itu, dukungan untuk pertumbuhan ekosistem kewirausahaan dan inovasi penting untuk menciptakan peluang kerja baru yang terkait dengan teknologi kecerdasan buatan. Terakhir, pentingnya pengembangan kode etik dan regulasi yang menjamin implementasi kecerdasan buatan dilakukan dengan etika dan tanggung jawab. Diharapkan bahwa dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat mengurangi dampak negatif sambil memanfaatkan potensi kecerdasan buatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan sosial.