Bukti keseriusan pemerintah dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Kebijakan pemerintah terbaru yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diatur lebih lanjut secara teknis pelaksanaan dalam bentuk Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 yang ditanda tangani oleh Letjen TNI (Purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad. selaku Menteri Kesehatan.
Kebijakan strategis lainnya yang tak kalah krusialnya adalah soal anggaran (budgeting). Bagaimanapun anggaran merupakan sumber daya yang sangat penting dalam rangka memperkuat seluruh kebijakan yang dalam menangani wabah corona ini.
Bicara soal anggaran, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Inpres no 04/2020 tersebut menjadi pedoman bagi seluruh kepala daerah yang wilayahnya terkena dampak secara langsung ataupun tidak langsung wabah corona dan memerlukan tindakan antisipasi dan pemulihan situasi/kondisi.
Situs resmi Kemenkeu merilis pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan ada beberapa anggaran belanja di Kementerian / Lembaga (K/L) yang dapat direalokasi untuk refocussing belanja pada pencegahan dan penanganan COVID-19. Nilai realokasi anggaran K/L tersebut diperkirakan sebesar hingga Rp10 triliun.
Sri Mulyani memastikan bahwa anggaran yang dapat dilakukan realokasi atau revisi adalah kegiatan yang secara umum kurang
prioritas, dana yang masih diblokir, yang belum ditenderkan, kegiatan yang dibatalkan karena situasi yang berubah seperti wabah COVID-19 ini.
Kegiatan non prioritas yang mungkin dilakukan realokasi dan refocusing yaitu belanja barang atau belanja yang tidak mendesak, dan belanja modal yang tidak urgen kebutuhannya atau dapat ditunda.
Ragam belanja yang dapat dialihkan anggarannya untuk kegiatan darurat kesehatan seperti biaya perjalanan dinas, insentif pajak pejabat, dana aspirasi dewan, biaya rapat, workshop, pelatihan, dan belanja iklan yang tidak relevan dengan fokus kebijakan pemerintah menangani pandemi Covid-19.
Selain melakukan refocusing anggaran bersumber dari APBN agar sumber daya keuangan negara dapat terarah dengan baik. Pemerintah juga perlu memastikan penggunaan dana tersebut tepat sasaran sesuai dengan alokasinya.
Dua hal tersebut menjadi kata kunci suksesnya pelaksanaan misi perlindungan dan pembebasan rakyat Indonesia secara nasional dari serangan wabah corona. Namun bila biaya sebesar 405,1 triliun rupiah tidak digunakan sesuai peruntukan, maka yang ada hanyalah kebocoran anggaran, dan yang dirugikan selalu rakyat kecil ditingkat bawah.
Konon lagi bila dana itu merupakan utang dari lembaga penyedia pinjaman luar negeri. Justru negara semakin terbebani dengan angsuran pokok dan bunga, penanganan corona pun ikut gagal jika tidak dikawal secara ketat.
***
Perubahan anggaran di pusat kemudian diikuti pula dengan perubahan anggaran pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).
Pemerintah sudah meminta agar kepala desa dapat memanfaatkan dana desa untuk mengatasi dampak corona terutama untuk meringankan beban warga.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran No 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa.
Surat edaran itu sendiri merupakan tindak lanjut dari arahan atau instruksi Presiden Joko Widodo terkait dengan prioritas penggunaan dana desa untuk memperkuat sendi-sendi ekonomi melalui Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dan penguatan kesehatan masyarakat melalui pencegahan dan penanganan Covid-19.
Atas dasar edaran inilah kepala desa diberikan kewenangan untuk melakukan perubahan struktur dan komposisi dana desa dan menggesernya kepada kegiatan prioritas sebagaimana disebutkan diatas.
Kegiatan prioritas pertama disebutkan dalam edaran tersebut adalah membentuk Desa Tanggap Covid-19. Pada kegiatan ini desa merekrut Relawan Desa Melawan Covid-19 sebagai ujung tombak pelaksana kegiatan dengan uraian tugas yang sudah ditentukan.
Seperti diketahui bahwa desa merupakan destinasi terakhir bagi warga yang saat ini diperantauan, apalagi menjelang bulan ramadan dan tradisi mudik. Maka desa menjadi sangat rentan terkena wabah corona yang dibawa pulang oleh warganya sendiri yang kembali dari daerah lain yang terkena atau endemik.
Karena itu desa sekaligus menjadi benteng dan tempat sterilisasi pemudik yang diduga sebagai ODP (orang dalam pemantauan) sampai benar-benar negatif.
Maka dengan adanya edaran Mendes, PDT, dan Transmigrasi nomor 8/2020 memberikan kewenangan kepada kepala desa untuk melakukan optimalisasi dana desa untuk merespon situasi dan kondisi masyarakat yang rentan terdampak baik dari aspek kesehatan maupun ekonomi.
Pun demikian kepala desa tetap saja harus menjunjung tinggi transparansi dalam mengalokasikan anggaran sehingga tidak menimbulkan rasa curiga atau prasangka buruk dari anggota masyarakat.
Sikap hati-hati (prudent) dalam mengelola anggaran desa akan mampu meningkatkan kepercayaan publik sekaligus meningkatkan integritas aparat desa sebagai kepala pemerintahan di tingkat desa.
Terakhir yang paling penting adalah memastikan bahwa dana yang telah dialokasikan tersebut digunakan tepat sasaran. Sehingga akan menghindarkan pertanggung jawaban anggaran yang menimbulkan tindak pidana korupsi. (*)