Di Aceh, sejak kemarin, Minggu (29/03/2020), setiap rumah ibadah, masjid, surau, dan tempat-tempat yang menjadi pusat informasi masyarakat telah mengumumkan intruksi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh tentang Penerapan Jam Malam Dalam Penangan Corona Virus Disease 2019 di Aceh.
Penerapan jam malam ini efektif berlaku di seluruh Aceh terhitung 29 Maret 2020 mulai pukul 20:30 hingga 05.30 pagi.
Maklumat tersebut dikeluarkan mendasari kepada Keputusan Presiden No 9 Tahun 2020 tentang perubahan atas Keputusan Presiden No 7 Tahun 2020 tentang tugas gugus tugas percepatan penangan Covid-19, maklumat Kapolri Nomor: mak/2/III/2020 tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penangan peyebaran Covid-19.
Selanjutnya berpedoman pada Keputusan Gubernur Aceh Nomor: 360/969/2020 tentang penetapan status tanggap darurat skala provinsi untuk penangan Covid-19 di Aceh.
Pemberlakuan jam malam pada prinsipnya bertujuan untuk membatasi pergerakan masyarakat yang mengarah kepada perkumpulan massa atau kerumunan orang pada malam hari.
Tujuan dikeluarkannya maklumat bersama adalah untuk mengantisipasi meluasnya Covid-19 di Aceh yang dalam minggu ini terjadi lonjakan ODP (orang dalam pemantauan) dan PDP (pasien dalam pemantauan).
Secara langsung penerapan jam malam memang tidak dapat menghilangkan wabah corona namun dengan cara seperti setidaknya akan memutuskan mata rantai penyebaran melalui hubungan antar manusia.
Penerapan jam malam ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah orang yang keluar rumah.
Namun bagi masyarakat Aceh pemberlakuan jam malam telah mengingatkan mereka kembali ketika masa konflik 30 tahun yang lalu.
Waktu itu masyarakat tidak bisa lagi keluar rumah sejak magrib walau hanya keluar ke masjid untuk shalat berjamaah.
Rasa takut luar biasa merasuki sanubari penduduk di kampung-kampung sebab kalau malam pasti terjadi kontak senjata antara GAM dan TNI.
Kalau sudah terlibat baku tembak biasanya eksesnya selalu diterima oleh masyarakat setempat, baik pembakaran rumah maupun seluruh masyarakat digeladah oleh aparat.
Sekilas rasa trauma konflik Aceh kembali timbul dalam benak warga manakala pemberlakuan jam malam untuk penanganan Covid-19 dilakukan.
Meskipun beda permasalahan namun yang namanya jam malam bagi masyarakat Aceh identik dengan patroli militer. Warga pasti terbayang bagaimana aparat melakukan patroli dan penyisiran dengan seragam lengkap menyusuri rumah-rumah penduduk.
Saya sendiri masih ingat waktu itu ketika patroli melewati rumah kami, saya mengintip dari balik kamar. Rasa takut dan kuatir, itulah yang saya rasakan. Takut terjadi kontak tembak.
Tetapi dalam konteks penanganan corona ada bagusnya juga Forkopimda menerapkan jam malam. Karena memang kalau malam masyarakat sulit dikendalikan untuk tidak berkurumun.
Sebagai ikhtiar semoga langkah ini efektif menurunkan kasus corona yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu hal yang tak boleh diabaikan adalah dengan terus berdoa memohon perlindungan dan bantuan Allah Swt. (*)