Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma

Tahan Marahmu Karena Engkau Sedang Berpuasa

12 Mei 2019   17:16 Diperbarui: 12 Mei 2019   17:53 43 2
Menahan lapar, mana cuaca panas, macet, dan sederetan kondisi lainnya yang cepat memicu emosi marah orang yang sedang berpuasa kerap dialami. Namun bagaimanapun sulitnya situasi, orang-orang yang berpuasa mestilah sabar dan mampu menahan amarahnya.

Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa'id Al-Khudri ra, beliau berkata:

"Sesungguhnya marah itu adalah bara api. Barangsiapa di antara kamu sekalian menemukan yang demikian itu, bila ia sedang berdiri maka hendaklah ia duduk, dan bila ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring".

Jauhilah amarah, karena sesungguhnya marah itu menyalakan api di dalam hati manusia. Bukankah kamu melihat salah seorang di antara kamu sekalian ketika ia marah bagaimana kedua matanya itu merah dan urat-urat lehernya tegang? Oleh karena itu apabila salah seorang di antara kamu ada sedikit tanda-tanda yang demikian itu maka hendaklah ia berbaring dan merebahkan badannya.

Begitulah cara yang diajarkan agama untuk mengatasi amarah yang mungkin sering kita alami. Jangan menuruti amarah karena dapat menjerumuskan kita ke dalam situasi yang lebih buruk, bahkan bisa terjadi saling bunuh membunuh. Na'uzubillah.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan hal-hal yang terkadang tidak kita harapkan atau bertentangan dengan harapan kita. Maka hendaklah kita tidak langsung panik dan tidak mengontrol emosi kita dengan baik.

Memang emosi setiap orang bisa berbeda-beda, ada orang yang lekas marah tetapi cepat pula hilangnya, dan ini seimbang. Tapi ada juga orang yang lambat marah dan lambat juga hilangnya, namun yang lebih baik adalah lambat marah dan cepat hilangnya. Bahkan jika mampu jangan pernah marah.

Karena orang yang mampu menahan amarahnya padahal dia mampu dan memiliki kesempatan untuk melampiaskan amarahnya tersebut, maka bagi orang yang seperti ini akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Swt.

Sebagaimana sabda rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al-Bahili ra, beliau berkata:

"Barangsiapa yang menahan amarah padahal dia mampu untuk melampiaskan marahnya itu namun ia tidak melampiaskan maka nanti pada hari kiamat Allah memenuhi hatinya dengan keridhaan".

Bahkan tertulis pula dalam Injil sebagai dijelaskan oleh Al-Faqih Nashr Muhammad bin Ibrahim As-Samarqandi dalam kitabnya berjudul Tanbihul Ghafilin (peringatan bagi orang-orang yang lupa) dikatakan:

"Wahai anak Adam, ingatlah kepadaku ketika kamu marah maka Aku akan ingat kepadamu ketika Aku marah. Dan merasalah puas dengan pertolonganKu kepadamu itu lebih baik daripada pertolonganmu kepada dirimu sendiri".

Jadi dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa menahan amarah adalah satu perbuatan sangat terpuji. Sedangkan menuruti kemarahan adalah perbuatan mengikuti langkah-langkah syaitan. Sebab syaitan itu diciptakan dari api, maka kemarahan yang ada pada diri manusia adalah bagian dari syaitan. Itulah mengapa orang yang marah disebut kesetanan.

Apalagi pada bulan puasa seperti ini, umat muslim dan orang-orang beriman diuji dengan berbagai kesulitan. Tidak lain dan tidsk bukan melainkan Allah ingin melihat yang mana saja hambaNya yang lulus ujian tersebut dan bagi mereka akan mendapatkan predikat taqwa atau muttaqin.

Bahkan Al-Hasan mengatakan bila kita dicaci oleh orang-orang yang bodoh, maka kita diajurkan menanggapinya dengan penuh kesabaran dan santun. Etika itu mengajarkan kita untuk tidak marah kepada mereka apalagi membalas kemarahan dengan kemarahan.

Ada sebuah kisah yang sangat menarik untuk kita perhatikan, semoga kisah ini dapat memberikan inspirasi bagi kita dalam menjaga sikap dan perilaku kita untuk menghadapi tipu daya syaitan dalam menggoda manusia.

Dikisahkan, pada kalangan Bani Israil ada seseorang yang ahli ibadah akan disesatkan oleh syaitan namun syaitan tidak mampu.

"Pada suatu hari, orang itu keluar untuk suatu kepentingan, lalu syaitan mengikutinya dengan harapan bisa memperoleh kesempatan untuk menggodanya.

Syaitan lantas mulai berusaha untuk menggodanya melalui syahwat dan marah, namun ia tetap tidak berhasil.

Lalu syaitan tersebut menggodanya melalui rasa takut dimana ia membuat bayang-bayang seolah-olah orang itu akan dijatuhi batu besar dari gunung, namun orang itu berzikir kepada Allah, sehingga ia selamat.

Syaitan itu lalu menyerupai Harimau dan binatang buas namun ia tetap tabah dengaj berzikir kepada Allah sehingga ia selamat.

Syaitan lalu menyerupai Ular dimana ketika ia sedang shalat ular palsu itu melilit pada kedua kaki dan badannya sampai kepalanya, dan bila ia hendak meletakkan kepala untuk bersujud, ular palsu itu membuka mulut seolah-olah akan mencaplok kepala orang itu namun ia tidak takut, ia menyingkirkan ular palsu itu dengan tangannya sehingga ia bisa sujud.

Setelah shalat orang itu selesai, syaitan itu menemuinya seraya berkata: "aku telah berbuat begini dan begitu tetapi sedikit pun aku tidak mampu menggoda kamu; dan kini aku ingin bersahabat dengan kamu dan tidak akan lagi-lagi menggoda kamu".

Orang itupun berkata kepada syaitan: "sewaktu kamu menakut-nakuti aku, alhamdulillah aku tidak takut dan kini tidak perlu bagiku untuk bersahabat dengan kamu".

Syaitan berkata kepadanya: "apakah kamu tidak ingin menanyakan tentang nasib keluargamu nanti setelah kamu mati?". Ia menjawab: "tidak ada urusan, aku telah mati sebelum mereka".

Syaitan berkata kepadanya: "apakah kamu tidak ingin bertanya kepadaku tentang bagaimana cara aku menyesatkan manusia?" Lalu orang itupun menjawab: "ya, beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang dengannya kamu berhasil menyesatkan manusia".

Syaitan itu berkata: "aku menyesatkan manusia dengan tiga hal yaitu; kikir, marah, dan mabuk. Seseorang itu bila kikir, ia selalu menganggap sedikit apa yang dimilikinya sehingga ia tidak mau mengeluarkannya kewajiban-kewajibannya dan ingin memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain.

Sedang bila seseorang itu sedang marah, kami mempermainkan orang itu sebagaimana anak-anak mempermainkan bola; meskipun ia dapat menghidupkan orang mati dengan doanya, kami tidak putus asa untuk dapat menggodanya karena ia membangun dan kami yang merobohkannya dengan satu kata saja.

Dan seseorang itu bila sudah mabuk, kami menuntunnya ke segala perbuatan jahat yang kami kehendaki sebagaimana kambing yang ikut saja bila dituntun" kata syaitan.

Maka dengan berpuasa diharapkan kita dapat mengendalikan diri dari segala upaya sesat syaitan yang membisiki manusia. Puasa juga menjadi benteng kita dari bentuk amarah yang datangnya dari syaitan laknatullah.

"Puasa adalah membentengi diri, maka bila salah seorang kamu di hari ia berpuasa janganlah berkata kotor dan jangan teriak-teriak, dan jika seseorang memakinya atau mengajaknya bertengkar hendaklah ia mengatakan "Sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR. Bukhari 1904 & Muslim 1151)

Dalam hadis di atas, Rasulullah saw mengajarkan, apabila kita dihina, dimaki orang lain atau diajak berkelahi, agar kita tetap bersabar, menahan diri dan menyampaikan kepada lawan bicara: 'Saya sedang puasa.' Sehingga lawan biacara tahu bahwa kita tidak membalas kedzalimannya bukan karena lemah atau tidak mampu, tapi karena sikap wara' dan taqwa kepada Allah. (Fatwa Dr. Sholeh al-Fauzan -- kitab ad-Da'wah, 1/158)*

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun