Adalah Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan yang menyatakan bahwa "debat capres cawapres pertama dengan tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme belum sepenuhnya memenuhi harapan publik."
Oleh karena itu KPU akan melakukan evaluasi terkait mekanisme dan format debat Capres-Cawapres secara menyeluruh. Demi perbaikan debat capres-cawapres putaran kedua yang akan berlangsung, Minggu 17 Februari 2019 di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta.
Menurut Wahyu Setiawan evaluasi yang paling mendasar dilakukan dalam hal abstraksi soal. Maksudnya, abstraksi soal yang dibuat oleh panelis tidak diberitahukan kepada paslon sebagaimana debat pertama. Dengan kata lain kisi-kisi soal tidak dibocorkan lagi.
Kebijakan plin plan atau tidak konsisten oleh KPU, mengindikasikan jika lembaga penyelenggara pemilu tersebut tidak memiliki format yang kuat dalam melakukan tugasnya. Sikap mereka seperti sedang melakukan uji coba (trial and error), terutama pada format debat.
Padahal debat capres-cawapres 2019 merupakan yang ketiga kalinya dilaksanakan KPU sepanjang pemilu secara langsung diberlakukan dalam demokrasi Indonesia. Namun kok KPU seakan masih gamang dan belum memiliki standar yang pasti dalam menyelenggarakan debat.
Walaupun Komisioner KPU beralasan jika evaluasi ini dilakukan karena merespon masukan publik. Wahyu Setiawan mengatakan keputusan ini diambil KPU dengan evaluasi yang diterima dari banyak pihak, termasuk masyarakat. KPU berusaha mengartikulasikan harapan publik. Sehingga debat berikutnya akan lebih menarik.
Keputusan KPU untuk tidak membocorkan lagi soal debat bagi capres cawapres terbilang mengherankan. Pasalnya sejak awal publik sudah menentang kebijakan KPU membocorkan soal meskipun disebut kisi-kisi, namun saat itu KPU ngotot melakukannya, karena dengan alasan KPU tidak ingin ada paslon yang dipermalukan pada ajang tersebut.
Dan kini setelah usai debat putaran pertama dilaksanakan, KPU mendadak mengubah keputusannya sendiri yang telah dibuat sebelumnya. Perubahan ini tentu saja memunculkan tanda tanya bagi publik. Meskipun masyarakat tetap mencoba lebih mempercayai KPU. Akan tetapi rasa curiga tetap saja ada ditengah-tengah masyarakat.
Diskresi KPU memang harus dihormati demi terciptanya pemilu yang beritegritas dan berkualitas. Namun dalam konteks pembocoran soal debat memang sejak awal sudah ditentang oleh publik, tetapi KPU tetap tutup telinga dan tidak peduli.
Dan kini seakan KPU terlihat begitu mudah juga mengubah segalanya. Sehingga cara KPU yang seperti ini telah menjadikan capres-cawapres sebagai korban kebijakan plin plan KPU RI. Awalnya dapat bocoran, dan sekarang bocoran dikunci. Sungguh membuat mereka bingung.
Selain perubahan dilakukan dalam hal kisi-kisi soal. KPU juga akan melakukan evaluasi waktu atau durasi debat. Sehingga KPU mengharapkan paslon akan lebih banyak memiliki waktu dalam menjawab, menanggapi, dan menanyakan kepada dan dari antar peserta.
Namun apapun yang dilakukan oleh KPU semoga hal itu bukanlah karena indikasi tertentu yang mencurangi pemilu. Akan tetapi sebagai upaya KPU dalam menyempurnakan standar penyelenggaraan pemilu yang semakin hari semakin baik. Walaupun kadang-kadang KPU sedikit bersikap mencla mencle dan sulit menerima masukan publik.
Dengan demikian kepada KPU kita harap, bertindaklah secara profesional, jujur, adil, dan konsisten. Jangan jadikan peserta debat capres-cawapres sebagai bahan uji coba kebijakan, apalagi menjadi korban dari keputusan yang tidak jelas. (*)