Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Intelektualitas? Lebih Dekat...

9 Agustus 2011   06:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:57 239 0
Kecerdasan intelektual tidak dapat dilihat dari cepat atau lambatnya seseorang dalam menguasai sesuatu.

Seseorang yang dapat memahami sebuah permasalahan rumit lebih cepat daripada yang lain, boleh jadi karena dia mengetahui dasar-dasar dan prinsip pengambilan kesimpulan terhadap masalah tersebut, atau karena dia sebelumnya telah menempuh jalan tersebut, atau dia telah menempuh jalan tersebut dengan begitu cepat.

Suatu aktivitas yang menuntut sebuah ketulusan dan pengorbanan dalam pelaksanaannya, hal ini tidak mudah dilakukan semua orang. Jika seseorang melakukan perbuatan dengan pengorbanan dan kemudian sukses, maka itu bukan hanya karena kelebihannya secara waktu saja, namun juga karena dia melakukannya dengan penuh ketulusan dan berkat keunggulan intelektualitasnnya. Inilah kaidah umum yang dapat dijadikan tolok ukur keistimewaan seseorang.

'akal wanita ada pada keindahannya, dan keindahan pria ada pada akalnya' (imam ali bin abi thalib).

Kalimat ini adalah sebuah ketetapan atau gambaran positif,bukan dalam konteks pujian ataupun hinaan.

Wanita menunjukkan akal dan pikirannya dengan kehalusan perasaannya, keindahan tutur katanya, dan kelembutan perilakunya. Baik dalam berbicara, berdebat, bergaul, bercerita, dan lain lain. Begitu pula pria, dia juga memiliki beban dan tanggung jawab untuk menunjukkan jiwa seninya dalam berpikir rasional.

Seorang wanita yang terdidik, berpengetahuan dan memahami arti perjuangan tentu disamping memiliki rasa welas asih juga mampu menunjukkan kecemerlangan akalnya secara indah.

'keagungan wanita tersembunyi dalam keindahannya dan keindahan pria terlihat dalam keagungannya' (jawadi amuli)

Dengan akal yang mereka miliki, mereka mampu menentukan kebenaran. Itu sebabnya banyak dari kaum wanita yang terlebih dulu memperoleh hidayah. Sementara kaum lainnya banyak yang enggan menerima, meragukan, bahkan berusaha memadamkan kebenaran.

Namun kesempurnaan manusia terletak pada kemampuannya merealisasikan apa yang dipahaminya, dalam bentuk aktivitas atau perbuatan.

KH Ahmad Dahlan, tokoh pendiri Muhammadiyah sering bertanya kepada santrinya,

'Apakah kalian sudah mengerti isi Surat Alma'un?'
'sudah..,' jawab santri-santrinnya.
'apakah kalian sudah mengamalkannya?'
'belum.'
'berarti kalian belum mengerti. Mengerti itu berarti mengamalkannya.'

Agama sebagai pengalaman menjadi kategori yang lebih penting daripada agama hanya sebagai rumusan atau pemahaman. Seseorang tidak cukup memikirkan atau merasakan agamanya saja. Melainkan harus hidup di dalam agamanya. Karena jika tidak, agama baginya tidak lebih dari sekedar fantasi atau filsafat kosong. Karena, ujung dari suatu keyakinan adalah tindakan, tanpa tindakan berarti kita belum yakin.

Intelektualitas jalanan, atau pemahaman yang diperoleh langsung dari pengalaman, berkaitan dengan cara berpikir asosiatif. Yaitu cara bpikir berdasarkan dari pengembangan melalui interaksi atau hubungan dengan pengalaman. Jadi untuk memahami konsep, ia memakai metode coba-coba. Prinsipnya, kita tidak harus benar dalam setiap langkahnya, tapi kita harus selalu berusaha mencari jalan keluar.

Sesederhana apa pun sbuah teori, ia tetap tidak bisa menggantikan proses pengalaman.

Proses belajar mengalami 4 tahapan:

1. kita tidak sadar bahwa kita bisa,

2. kita sadar bahwa kita tidak bisa,

3. kita sadar bahwa kita bisa,

4. kita tidak sadar bahwa kita bisa.

Contoh: anak-anak yang tinggal di tepi pantai mungkin tidak sanggup menerangkan aturan yang mereka patuhi ketika berenang, meskipun mereka akan bisa berenang dengan sangat baik.

Tindakan adalah langkah terkhir dan penentu dalam seluruh proses pembelajaran.

Kits perlu mengikat diri dalam usaha tapi juga bebas dalam berpikir. Perlu adanya hubungan antara kenyataan empirik dari pengalaman dengan gagasan.

Penelitian tanpa teori adalah buta, dan teori tanpa penelitian adalah kosong.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun