Dalam era digital yang semakin maju, batas antara manusia dan mesin semakin kabur. Teknologi telah meresap ke dalam hampir setiap aspek kehidupan kita, mulai dari cara kita berkomunikasi hingga cara kita bekerja dan memahami diri kita sendiri (Hendayani, 2019). Dengan kemajuan dalam bidang kecerdasan buatan, bioteknologi, dan robotika, muncul pertanyaan mendasar: sampai mana kita boleh berubah? Di mana letak batasan yang harus kita jaga sebagai manusia? Salah satu contoh paling mencolok dari fenomena ini adalah pengembangan prostetik canggih yang dapat dikendalikan oleh pikiran. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan di University of California, Berkeley, telah menghasilkan prostetik tangan yang mampu merespons sinyal saraf dari otak pengguna (Setiawan, 2018). Dengan teknologi ini, individu yang kehilangan anggota tubuh dapat kembali melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik. Namun, meskipun inovasi ini menawarkan harapan baru, kita harus bertanya: apakah kita benar-benar siap untuk menerima batasan baru dalam identitas kemanusiaan kita?
KEMBALI KE ARTIKEL