Kampungnya warga pecinan.
Awal datang penuh kebencian,
Ingat yang tinggal di metropolitan.
Tapi disini kami berbaur,
Tak semuanya makmur.
Banyak yang sederhana,
Jadi pelayan pun ada.
Kulit dan matamu berbeda,
Seolah ada batas antara kita.
Tapi seiring waktu berjalan,
Banyak juga menjadi teman.
Mereka banyak bercerita,
Kerja cari uang paling utama.
Dulu dianggap warga kelas dua,
Selalu dipersulit kehidupannya.
Kerja keras tak pilih kasih,
Cari nafkah pun tak memilih.
Walau perutmu amat perih,
Selalu berhemat dengan gigih.
Tiba masuk hari imlek,
Disini mirip saat lebaran.
Pesta semalam dan bersolek,
Petasan tak pernah ketinggalan.
Kami berkunjung seperti lebaran,
Mereka senang anggap persaudaraan.
Berkumpul dan tertawa bersama,
Kue keranjang pun tak pernah lupa.
Saat ku kembali ke jakarta,
Suasana kembali lagi berbeda.
Seolah ada batas lagi antara kita,
Tak bisa lagi kita tertawa bersama.
Walau semua itu kenangan,
Tetap jadi keberuntungan.
Jika belanja ditoko mereka,
Masih dapat harga persaudaraan.