Sejak mulai bisa membaca dengan lancar, saya sudah terbiasa membaca Harian Kompas karena ayah saya hanya berlangganan koran itu. Karena kebiasaan itu, saya menganggap bahwa Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah seperti yang digunakan Kompas, dan prinsip jurnalisme yang baik dan benar adalah seperti yang dilaporkan Kompas. Sedemikian “fanatiknya” saya dengan Kompas, sampai-sampai ketika tulisan saya dimuat di majalah kampus tempat saya kuliah, beberapa teman berkomentar bahwa bahasa saya “terlalu Kompas” dan tidak sesuai dengan gaya bahasa majalah yang “berbau Tempo”. Saya ingin sekali menulis dan bisa dimuat di Harian Kompas, tetapi tidak kesampaian. Akhirnya saya hanya bisa “menikmati” tulisan Kompas, tanpa ikut berpartisipasi.
KEMBALI KE ARTIKEL