Saya punya pengalaman pribadi dengan bermain sambil belajar. Saya mengamati banyak anak yang sebenarnya cerdas tapi terbelenggu dalam rutinitas belajar yang umum. Bagaimana bisa menyebut anak yang mampu bermain DOTA Online, menggerakkan mouse, sambil mengetik di keyboard, menghafai hampir 90an jagoan di sana, menghafal hampir 90an resep item dan kombinasinya sebagai anak yang tidak cerdas dan bahkan di cap bodoh. Anak anak ini bermain secara tim minimal 3 lawan 3, berkolaborasi dengan temannya secara tim, berpikir taktis dan cepat, koordinasi antara pikiran dengan syaraf tangan yang sedemikian cepat dalam hitungan detik. Anak anak ini bodoh? tidak sama sekali ! Hanya saja pola pikir masyarakat kita sangat stereotip.
Berangkat dari sana bahkan ITB sebagai institusi pendidikan bergengsi merasa perlu membuka opsi pendidikan baru yang sudah berjalan tiga tahun terakhir. Opsi Teknologi Media Digital dan Game, Program Studi Teknik Elektro, Program PascaSarjana. Ini terobosan. Baru saya mendengar di Indonesia suatu institusi pendidikan berani membuka opsi ini. Tahun lalu saya sempat terkesima dengan Randy Pausch seorang Profesor dari CMU-Carnegie Mellon University yang menyihir jutaan orang dengan kuliah umumnya bertajuk Achiveing your Childhood Dreams. Mimpi seorang bocah adalah bermain, lalu sambil bermain dia belajar. Dan berangkat dari sana Prof Randy menggabungkan dimensi Art dengan Technology membuka ETC - Entertainment Techonolody Center di CMU. Jika anda penggemar game The SIMS , karakter itu berangkat dari software ALICE ciptaan Prof. Randy. Alumninya saat ini tersebar di industri game dan film kelas dunia, seperti Electronic Arts dan Lucas Fims. ITB melihat peluang ini, bisnis game adalah bisnis luar biasa dan seperti halnya makanan tak lekang krisis. Krisis bagaimanapun panjangnya anda harus tetap makan, dan jika di rumah anda punya anak usia 3 - 12 tahun dia butuh game yang sekarang sudah tehubung dengan komputer. Sebuah prinsip sederhana yang pernah dipegang oleh sebuah orde politik di negeri ini, buatlah perut mereka kenyang , dan setelah itu buatlah mereka senang, 32 tahun bertahan sebelum nepotisme dan takdir menghempas!
Anak anak perlu dibuat senang , dengan hati senang mereka akan mengerjakan dan belajar sesulit apapun itu. Dr Ary Setijadi pun mengatakan betapa dashyatnya jika ilmu eksak dasar semisal matematika dan ipa dapat dipelajari dalam langgam bermain sambil belajar. Bisa dalam bentuk game, bisa dalam bentuk komik, apapun itu mengkondisikan anak dalam hati nyaman dan senang, lalu the show go on. Johnny Chung-Lee yang lulusan CMU pun tak segan dan sungkan mengakui bahwa dia adalah gamers, dan membagi kesenangan nya bermain game dengan ilmunya dari CMU dalam postingan video di youtube yang sangat inspiratif. Proyek Johnny di namai wii-mote link berikut berisi salah satu inspirasi dari Johnny.
Dengan segala kemajuan teknologi informasi sekarang ini dan dengan dukungan dari institusi pendidikan di negeri ini, saya berani berharap bahwa generasi berikutnya tidaklah perlu merambah ilmu di luar negeri sana demi mengharumkan nama bangsa. Negeri ini tidak kalah mutu dibanding mereka, terutama negara semenanjung yang kerjanya belakangan hanya bisa bikin sensasi dengan hak paten kebudayaan leluhur kita, dan pulau imut yang katanya penuh keterbukaan tapi ternyata lebih tertutup dari tirai besi. Di Negeri ini yang salah dan kalah adalah hati nurani para pemimpin sementara itu saja. Tetaplah semangat dan tidak putus harapan demi majunya bangsa ini.