Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary

Hanyut Oleh Arus Air

18 Oktober 2022   16:56 Diperbarui: 18 Oktober 2022   17:00 122 0
Pada suatu siang yang cukup terik, seorang anak berumur 14 tahun pergi ke tempat yang tak terlalu jauh dari tempat tinggalnya. Bandung, disanalah aku pada saat itu. Aku pergi ke suatu pondok pesantren yang dekat dengan hutan.

"Eh, kalo kemana-mana jangan sendirian."
Salah satu temanku mengingatkan.

 Memang, tujuan kami disana bukan untuk ke pondok pesantren, namun justru ke hutan yang berada di dekatnya. Untuk latihan menjadi mandiri, katanya. Bagi seorang anak berumur 14 tahun, pergi ke hutan hanya untuk untuk 'dilatih' bukanlah hal yang terdengar menyenangkan.

Sebetulnya, ini adalah salah satu acara yang diadakan oleh sekolahku. Kami pergi ke Bandung dengan tujuan untuk mengikuti kegiatan Santri Siap Guna atau biasa disebut SSG selama beberapa hari. SSG ini semacam pelantikan, namun yang aku tau saat itu, kami hanya pergi untuk rekreasi menghilangkan penat.

Tempat yang kami gunakan adalah Hutan Cijanggel di Bandung. Katanya, tempat itu memang sering digunakan sebagai tempat pelantikan sebelumnya. Namun yang namanya hutan, tetap saja seperti yang kita banyangkan, rumput liar, monyet bergelantungan, pohon-pohon tinggi dengan akar yang nampak pada permukaan tanah, benar-benar masih khas sebuah hutan.

Banyak hal yang dilakukan selama beberapa hari disana, namun kali ini aku akan menceritakan 2 hari terakhir kami berada pada hutan itu. Aku ingat, hari itu adalah hari rabu. Kami dikumpulkan untuk dibawa ke sebuah air terjun atau biasa disebut dengan curug di dekat sana. Pertama, kami dibariskan untuk menuju curug ini. Kami sudah tau bahwa akan dibawa ke sebuah curug, karena sebelumnya, pihak sekolah telah memberikan kisi-kisi dari tempat yang akan didatangi.

"Semuanya baris, ingat ya, jangan asal kalo ngomong, banyakin zikir"

Begitu kami diajarkan, berzikir dan jaga bicara benar-benar harus diterapkan, karena mau bagaimanapun ini bukan wilayah yang biasa kami datangi. Perjalanan memakan waktu yang cukup lama, sampai akhirnya kami sampai di curug yang masih bening airnya. Suasana sekitarnya juga masih asri, seperi benar-benar dijaga.

"Eh kita mau ngapain dah disini, berendem?"

"Gatau, itu juga apaan ada tali segala"

Begitulah percakapan yang terjadi dengan teman di sebelahku, kami hanya mengetahui tempat yang akan didatangi tanpa tau apa yang akan dilakukan disana. Keheranan kami muncul ketika melihat sebuah tali yang dibentangkan dari ujung ke ujung di dalam air. Untuk apa? apakah kita akan berjalan diatas tali?

Pertanyaan yang ada dibenakku mulai terjawab saat pembina acara menyuruh kami untuk masuk ke dalam air.

"Hati-hati turunnya, masing-masing dari kalian akan menyebrangi kolam ini dengan pegangan tali. Jangan sampai lepas pegangannya, kolam ini cukup dalam"

Kurang lebih begitulah yang dikatakan oleh pembina acara. Bagaimana kami tidak panik, disuruh menyebrangi kolam di bawah air terjun tanpa pengaman dan hanya berpegangan pada satu tali, sungguh bukan keadaan yang kami harapkan. Mau tidak mau, kami harus menuruti apa yang diperintahkan, satu persatu masuk ke dalam air dan menyebrangi kolam tersebut. Giliranku, aku berdoa semoga tidak terjadi hal yang buruk. Perlahan aku raih tali yang dibentangkan, dan aku maju sedikit demi sedikit. Tidak terlalu buruk ternyata. Beban tubuhku tidak terlalu terasa jika di dalam air.

Semua kegiatan saat itu berjalan dengan lancar, sampai akhirnya tiba saatnya untuk solat. Kami masih berada pada kolam di bawah air terjun itu. Dan kami diperintahkan untuk wudu disana, di air yang mengalir sebelum aliran air yang deras itu jatuh ke kolam yang berada di bawahnya.

"Hati-hati ya bawaanya, kalo ada jam tangan atau benda lain titipin dulu, airnya deres soalnya," Guruku memperingatkan muridnya.

Kesalahanku saat itu adalah aku tidak menghiraukan perintah dari guruku. Aku memang menggunakan kacamata, dan saat hendak berwudu, aku dengan tanpa khawatir meletakkan kacamata tersebut di saku yang tidak cukup dalam. Ya, bisa ditebak, kacamataku meluncur dengan indah di air terjun.

"EHHH... EHHH... JATOH"

"Apaan yang jatoh," temanku penasaran

"KACAMATA WEH"

Panik, itu yang aku rasakan. Derasnya air terjun membuat aku merasa sulit untuk ditemukan kembali benda yang ditelannya.

"Kenapa, nak?" tanya salah satu guruku

"Kacamata aku jatoh bu," jawabku dengan perasaan bersalah

"Kok bisa? emang tadi ga dititipin dulu?" tanya beliau

"Engga bu, gimana ya bu? apa masih bisa diselametin?" aku sedikit panik

Berakhir dengan bapak penjaga disana yang membantuku mencarinya. Disusuri kolam bawah dengan sebuah tongkat bambu, berharap kacamataku akan tersangkut.

"Kacamatanya warna apa, teh?" tanya bapak penjaga dengan memanggilku teteh, sopan dan tak terkesan marah

"Hitam pak," jawabku

"Disini agak susah nyarinya teh, soalnya arusnya deres," ucap beliau mematahkan harapanku

"Yaudah pak, maaf ya udah ngerepotin," jawabku sambil terus mencari benda yang membantuku melihat itu

Semakin petang, sudah waktunya untuk kembali ke tempat awal. Namun kacamataku masih belum juga ditemukan. Sudahlah aku juga sudah lelah mencari. Tidak enak juga kepada bapak penjaga disana yang ikut menanggung kecerobohanku. Aku memutuskan untuk kembali tanpa kacamataku. Kupikir, masih baik jika ini hari terakhir aku berada disana, namun tidak, malam ini masih ada kegiatan yang aku takuti. Solo bivak, alias tidur sendiri selama satu malam di tengah hutan. Mendengarnya saja membuatku tak ingin melakukannya. Benar, yang kami lakukan sejak petang itu adalah membangun tenda untuk diri sendiri, terbuat dari jas hujan yang diikatkan diantara dua pohon dan beralaskan matras yang sudah kami bawa. Sore hari, membuat tenda sendirian, di dalam hutan, dan ditambah penglihatanku yang kabur karena kacamata yang tak tau ada dimana. Sungguh special malam itu. Jika aku berharap akan dibantu, tidak. Tidak banyak bantuan yang bisa didapatkan, pembina hanya mengawasi dan memberitahu cara mengaitkan jas hujan sebagai atap tenda. Kami harus membangun tenda sebelum gelap, tempat kami akan tidur malam itu. Aku berusaha sebisaku, meraba setiap barang yang ada di sekitarku, berusaha membuat tenda seadanya dengan penglihatan yang ketika semakin gelap akan semakin tidak jelas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun