Dengan dalih menyelamatkan demokrasi maka mereka itu menjagal demokrasi secara terang-terangan tanpa rasa malu. Terlebih lagi dilakukan dengan cara kudeta,cara barbar yang sangat jauh dari demokratis. Alasan bahwa demokrasi mesir di tangan mursi berpotensi di selewengkan untuk kepentingan IM maka para tokoh mesir seperti El Barade’i dan yang lainya merestui dan mendukung militer melakukan kudeta terhadap mursi. Sebuah tindakan anti demokrasi “demi demokrasi” . Tampak dengan jelas dan telanjang di mata kita bahwa Demokrasi boleh di jagal jika tidak sesuai dengan kepentingan para “PEMILIK DEMOKRASI”. Seolah-olah demokrasi hanya sah dan boleh di menangkan atau di milki oleh golongan mereka sendiri.
Kemenangan MURSI yang demokratis dan konstitusional menjadi batal dalam pandangan para pelopor demokrasi karena MURSI ADALAH JANIN DEMOKRASI YANG TIDAK DI HARAPKAN KELAHIRANYA DI MUKA BUMI. Sehingga kehadiranya tidak perlu di pertahankan tetapi harus segera di ABORSI, di bunuh atau di habisi. Kelahiranya meskipun dengan cara demokrasi dianggap berbahaya bagi demokrasi, sebuah logika yang kacau dan sesat.
DEMOKRASI PARA FIR’AUN
Kelahiran bayi macam ini sangat di takuti. Ketakutan yang tidak jelas sebabnya. Apakah ketakutan akan datangnya kebaikan ke muka bumi ataukah ketakutan kehilangan pengaruh, pengikut dan kekuasaan.Sepertinya cerita bayi demokrasi bernama mursi ini hampir sama persis dengan kelahiran bayi bernama MUSA dalam kitab suci. Pemilik kekuasaan bernama FIR’AUN sejak jauh-jauh hari, atas bisikan peramal yang tak lain adalah manifestasi iblis yang ada di sekelilingnya, membuat fir’aun membuat keputusan membabibuta.
Fir’aun di dukung para pengikutnya memutuskan bahwa setiap bayi laki-laki dengan cirri-ciri tertentu harus di bunuh. Di dorong ketakutan yang kuat itu akhirnya fir’aun memerintahkan setiap bayi laki-laki yang lahir harus di bunuh, tanpa pandang bulu, jangan ada yang tersisa. Perintah itu di taati oleh para pengikut fir’aun. Setiap sudut bumi di pasang mata dan telinga untuk memata-matai dimana ada bayi lahir. Maka setiap bayi seperti musa atau mursi harus segera di habisi tanpa belas kasihan.
HANYA TUHAN saja yang mampu menolong dan menyelamatkan bayi-bayi semacam itu. Bila dalam DEMOKRASI suara rakyat adalah SUARA TUHAN maka tidak ada cara lain agar para” juru selamat” dapat selamat maka haruslah bisa merebut suara tuhan. Merebut seluruh suara rakyat. MEREBUT RASA CINTA rakyat sebagimana cintanya istri fir’aun kepada bayi musa. Cinta yang kuat dan dalam.
Itulah yang harus bisa di lakukan PKS di Indonesia. Merebut cinta rakyat bangsa ini dengan kebaikan-kebaikan dan prestasi kerja nyata. Jika tidak maka nasibnya tidak akan jauh berbeda dengan bayi-bayi demokrasi lain yang telah dijagal dan dihabisi tanpa ampun oleh para pengusung demokrasi berwatak fir’aun, yang sampai kini masih terus hidup abadi di permukaan bumi. Penjagalan itu bisa terjadi seperti yang telah di alami partai FIS di Aljazair, HAMAS di Palestina dan terakhir yang kini tengah berlangsung adalah apa yang terjadi pada mursi di mesir. Untuk PKS sendiri kasus LHI (terlepas dari benar atau salahnya nanti hasil sidang) menunjukan gejala awal yang mengarah seperti itu.
Kejadian di mesir, aljazair dan palestina menimbulkan tandatanya besar. Apakah memang tidak layak kelompok islam untuk memenangkan pemilu? Jika Demokrasi adalah satu-satunya cara yang dianggap “BOLEH” dan di izinkan di seluruh permukaan bumi sebagai sarana menuju kekuasaan lalu mengapa ketika kelompok islam seperti mereka telah nyata menang secara demokratis dan konstitusional lalu masih juga berbagai pihak tidak mau menerima dengan lapang dada??
DUA SISI WAJAH DEMOKRASI
Kepercayaan bahwa selama ini demokrasi bersifat universal dan dapat di terima semua manusia terbukti hanya isapan jempol belaka. Rusaknya demokrasi bukan oleh orang yang anti demokrasi tapi di tangan para pengusung demokrasi itu sendiri . Mereka bermuka dua. Memiliki dua wajah. Satu wajah MANIS untuk para pemenang demokrasi yang sesuai dengan keinginan hatinya dan satu wajah BENGIS untuk para pemenang demokrasi yang tidak di inginkan kehadiranya.
Untuk bayi demokrasi yang kelahiranya di inginkan maka akan di timang-timang sebagai wujud kehebatan demokrasi dalam memuliakan manusia menuju kebebasan menentukan nasibnya sendiri. Namun untuk bayi demokrasi yang tidak di harapkan kelahiranya maka di cari celah bagaimana membuat bayi demokrasi yang lahir normal melalui jalan pemilu yang demokratis dan konstitusional itu dianggap memiliki CACAT BAWAAN yang berbahaya.
Maka selanjutnya secara gotong royong, diam-diam atau terang terangan di buatlah scenario bagaimana agar seluruh isi jagad raya menaruh rasa benci kepada pemenang demokrasi yang tidak di harapkan itu. Untuk selanjutnya melenyapkan si pemenang demokrasi itu dengan MENGHALALKAN SEGALA CARA. Hal ini sebagaimana telah terjadi di tiga Negara tersebut diatas. Melalui CORONG MEDIA MASSA dilakukanlah isu-isu dan berita yang memojokkan dan pemutar balikan fakta. Di berikan julukan-julukan, cemoohan-cemoohan, ejekan dan umpatan yang menistakan kepada kelompok yang tidak di sukai itu. Jika dengan kata-kata tidak mampu meruntuhkanya juga maka KUDETA menjadi cara yang sah dan khalal sebagai jalan keluarnya.
Kejadian kudeta mesir dengan jelas mempertontonkan bagaimana pemutarbalikan fakta atas apa yang sebenarnya terjadi. Sejak awal semua orang sudah tahu dengan terang benderang bahwa MURSI di KUDETA jendaral As sisi. Artinya sang jendralah SUMBER KERUSUHAN DAN PERTUMPAHAN DARAH di mesir. Namun kemudian setelah kudeta benar-benar dilakukan dan jendral mengambil alih kekuasaan maka tiba-tiba tersiar kabar PERTUMPAHAN DARAH DI MESIR ADALAH AKIBAT MURSI YANG MENGHASUT RAKYAT.
Ironis dan naïf sekali. Namun “pemutar balikan fakta” semacam inilah yang berikutnya laris manis di bahas di siarkan secara massive oleh orang-orang yang mengaku menjunjung tinggi HAM, kebebasan dan demokrasi. Termasuk di dalamnya PARA KOMPASIONER yang selama ini rajin menulis tentang HAM, Demokrasi dan kebasan, ternyata ulasan mereka tentang kudeta mesir isinya lebih banyak mendiskreditkan mursi. Inilah wujud nyata wajah bermuka dua para pengusung demokrasi itu.
POLITIK ADU JANGKRIK
Tekanan dan perlakuan tidak adil baik secara langsung maupun melalui pembentukan opini seperti kasus di mesir memang rawan menimbulkan kekerasan dan perlawanan dari pihak yang merasa di rugikan. Hal ini bukanlah sesuatu yang tidak di rencanakan. Semuanya telah terencana. Selanjutnya seperti ADU JANGKRIK, maka si jangkrik di kilik-kilik( dirangasang/provokasi) agar mau bertarung, di jebak agar mau melakukan tindak kekerasan. Jika muncul kekerasan dan perlawanan maka selanjutnya para democrat liberal bermuka dua tadi tinggal menyematkan GELAR TERORIST kepada mereka itu. Setelah itu benar-benar terjadi dan stempel sebagai terrorist telah tersandang maka selanjutnya tinggal MENGGEBUK kelompok yang di maksud secara beramai-ramai dengan tuduhan sebagai terrorist tentu saja.
Bilamana ADU JANGKRIK tidak berhasil maka kembali kepada cara lama yang masih ampuh yaitu politik ADU DOMBA. Konflik internal dan konflik horizontal di ciptakan demi mencapai tujuan. Jika sudah demikian maka kemanakah perginya nurani manusia yang memuja HAM,demokrasi dan kebebasan itu. Apakah mereka benar-benar sekejam Fir ‘aun atau memang benar-benar licik seperti ular kepala dua atau munafik alias bermuka dua.
Inilah pelajaran untuk Partai keadailan sejahtera di Indonesia yang bisa di petik dari berbagai kasus penerapan demokrasi di dunia yang ternyata sesungguhnya menyimpan kepalsuan di dalamnya. Tebarkan terus CINTA yang tulus kepada rakyat, bangsa dan Negara. Agar merekapun mencintai PKS di dalam hatinya. Terus BEKERJA dengan jujur dan bersih untuk membangun kejayaan negri ini. Bertoleransi dalam perbedaan saling menguatkan dalam persamaan serta merajut HARMONI dalam bingkai bhineka tunggal ika sebagaimana tercantum dalam pancasila. BERSABARLAH karena sampai kapanpun setiap kebaikan akan selalu di hadapkan pada keburukan. Itulah hukum kesimbangan duniawi dari dulu hingga nanti.
Selamat berjuang untuk Indonesia tercinta.
Salam damai ala kompasiana.