Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Ketika Kereta Api Berjaya di Tanah Jawa

27 November 2011   05:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:08 630 1
[caption id="attachment_144916" align="alignnone" width="400" caption="NISM-1 diproduksi oleh Beyer Peacock"][/caption] Sejarah transportasi kereta api di Indonesia mungkin termasuk yang tertua di dunia.  Pada tahun 1864, pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah membangun lintasan rel dari Semarang ke Vorstenlanden (Solo dan Yogyakarta), hanya terpaut 34 tahun sejak kemunculan kereta api pertama di Inggris. Tergolong cepat pada waktu itu, mengingat jauhnya jarak dunia Barat dan Timur, serta terbatasnya moda angkutan antar benua yang hanya mengandalkan kapal laut. Pelopor pembangunan kereta api di Jawa adalah Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij atau NISM. Walau sebelumnya ijin konsesi sempat ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda dan mengalami masalah keuangan pada masa pembangunan, akhirnya rel kereta api antara Semarang - Vorstenlanden selesai dibangun tahun 1871. Thomas H. Reid dalam buku yang ditulisnya, "Across the Equator" (1908), mengutip pengalaman temannya yang pernah menumpang kereta api dari Semarang ke Yogyakarta sebagai berikut:

“Perjalanan dari Samarang ke Djocjakarta biasanya ditempuh melalui Solo(Soerakarta), tapi rute ini biasa-biasa saja karena cuma melintasi dataran rendah yang dipenuhi persawahan. Aku menyarankan rute yang lebih menarik melalui (benteng) Willem I.  Ada kereta yang berangkat pukul 5.57 atau 8.17 pagi dan sampai di Djocja pukul 2.16 atau 5.10 sore.  Kereta yang berangkat pukul 10.50 cuma sampai Magelang, jadi akhirnya aku menumpang kereta yang berangkat pukul 2.9 siang, dan setelah sampai di stasiun Kedoeng Djattie, kami pun pindah ke kereta lain. Selama dua jam berikutnya, kereta melintasi kaki-kaki bukit, hutan dan padang rumput yang indah, silih berganti dengan pemandangan lembah, sawah dan bukit-bukit di kejauhan saat kereta merayap naik ke Willem I.  Tempat ini kami capai pada pukul 5 sore, dimana kami bisa merasakan sejuknya semilir angin dan menikmati keindahan alam serta matahari terbenam di gunung kecil di depan hotel.
“Keesokan harinya pada pukul 8.54, aku ikut kereta api yang berangkat dari Semarang pukul 5.57 dan tak lama kemudian sampai di sebuah stasiun dimana lokomotifnya ditukar dengan loko cog-wheel karena daerah yang akan kami lewati nanti terlalu berat bagi loko biasa. Kereta kemudian berjalan lagi memutari bukit-bukit yang dipenuhi ladang hingga ke puncaknya. Kereta pun terus naik ke atas hingga kami bisa merasakan udara yang sangat menyegarkan. Tiffin (makan siang) harus dipesan melalui kondektur sebelumnya dan akan diantarkan ke gerbong.
“Kira-kira pukul satu siang loko kereta diganti lagi, dan perjalanan ke Djocja pun dimulai melalui Magelang. Bagi mereka yang ingin mengunjungi Samarang, aku sangat menyarankan rute ini.”
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun