Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Obrolan Makan Siang: Kamu Kurang Kasih Sayang Ga?

16 Desember 2009   15:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:55 210 0
Ketika makan siang tiba, itu waktu yang baik bagi kami para pegawai untuk saling bertukar cerita. Entah mengenai masalah di kantor, tugas yang belum selesai atau obrolan yang mengingatkan akan masa lalu atau masa kecil. Terkadang juga gosip tentang artis, duh.. malas banget dech.

Topik makan siang hari ini adalah peran orangtua dalam keluarga. Obrolan dimulai ketika seorang teman menanyakan apakah orangtua saya dua-duanya bekerja dan apakah saya merasa kurang kasih sayang?

Ini bukan hal yang mudah untuk dijawab. Untuk pertanyaan pertama yang diajukan teman, jawabannya adalah iya, kedua orangtua saya bekerja. Akan tetapi untuk menjawab pertanyan kedua, saya harus memutar memori saya dengan baik. Peristiwa demi peristiwa yang saya lalui.

Ibu saya seorang pekerja keras yang bekerja di sebuah angkatan bersenjata dan ayah seorang pegawai negeri sipil. Ibu selalu mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya. Anak harus menduduki peringat pertama di sekolah. Sementara Ayah saya, selama anaknya masih masuk 10 besar, tidak masalah bagi dia (Ini dengan catatan, murid di dalam kelas lebih dari 40 anak).

Ayah sangat perhatian kepada anak-anaknya. Ia yang lebih memperhatikan untuk kebutuhan putra putrinya. Misalnya, baju robek, rambut tidak rapi atau kaos kaki bolong; Ayah yang akan bergegas untuk merapikan semua itu. Ibu saya lebih perhatian ke hal yang berbau pendidikan seperti buku pelajaran, pelajaran tambahan atau buku-buku pendukung guna menambah wawasan. Nah, bagian seperti ini Ibu saya nomor satu.

Ibu tidak suka jika saya aktif di kegiatan yang tidak mendukung pendidikan di sekolah. Jika saya meminta ijin untuk mengikuti kegiatan seperti ekstra kurikuler, huh...ijinnya susah sekali di dapat kecuali sekolah mengharuskan. Wajar Ibu saya berlaku seperti itu, karena beliau memang orang yang pandai. Kepandaian beliau mendapat penegasan dari teman-teman dan saudara-saudaranya. "Ibumu tuch waktu sekolah ga pernah belajar, tapi nilainya bagus-bagus. Aku sampai iri", kalimat seperti itu yang sering saya dengar dari teman sekolah atau kuliahnya.

Beda dengan Ayah, menurut oom dan tante juga teman-teman Ayah saya, karena ketekunanlah Ayah bisa mencapai cita-citanya. Soal kepandaian, ia kategori biasa saja. Nah, saya ada di kategori ayah saya... Soal kepandaian biasa aja. Jika bisa menduduki ranking satu, itu karena saya (baru) beruntung. Begitu kata teman-teman!

Perpaduan latar belakang kedua orangtua saya secara tidak langsung membawa pengaruh kepada bagaimana mereka memperlakukan anak-anaknya. Ibu lebih tegas dalam urusan pendidikan di sekolah. Jika anak tidak ranking satu, waaahhh...tiap hari bisa diceramahi dan disindir, belum lagi mendatangi kepala sekolah untuk memantau kami di kelas. Hhmmm....sampai segitunya ya.

Ayah sedikit lebih santai dan dia memperhatikan minat dan bakat anaknya. Saya ingat sekali bagaimana ketika saya smp dan sma, ayah sering mengantar saya untuk berlenggak lenggok di atas panggung. Jika Ibu tidak mengijinkan, Ayahlah yang maju memberikan ijin. (Secara waktu kecil saya hobinya manjat pohon, mungkin itu juga yang menjadi sebab Ayah mendukung kegiatan "mejeng" di panggung peragaan busana).

Melihat ke belakang apa yang dilakukan orangtua, rasanya saya dipenuhi dengan semua kasih sayang mereka.Tidak ada kata "kurang kasih sayang" dalam perjalanan panjang kehidupan saya, walaupun kedua orangtua bekerja. Mereka saling mengisi. Yang satu memperhatikan pendidikan, yang satunya lagi memperhatikan minat dan bakat anaknya. Dan jadilah saya seperti sekarang, orang yang cerewet jika ada teman yang malas sekolah dan mengembangkan bakat setengah-setengah. Bukan jadi peragawati dengan pendidikan tinggi lho...cuman jadi cerewet!

-yorita-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun