Bismillah,
Mengamati gebrakan yang gencar dilakukan oleh pemerintah dalam hal mengeksekusi kegiatan-kegiatan, khususnya peningkatan produksi pertanian, maka program swasembada pangan sebelum 2028 optimis tercapai.
Betapa tidak, apa yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) sangat luar biasa dan meyakinkan.
Satu hal yang tidak pernah terjadi dalam upaya peningkatan produksi pertanian tanaman pangan selama ini yaitu adanya dukungan signifikan dari lembaga atau kementerian serta stakeholder terkait.
Memang harus diakui bahwa upaya peningkatan produksi pertanian tanaman pangan, keberhasilannya lebih banyak ditentukan oleh pihak luar, ketimbang dari dalam kementan sendiri.
Ada beberapa contoh persoalan krusial yang dapat dikemukakan disini, yaitu masalah pengairan dan sarana produksi pertanian (saprotan) seperti benih unggul, pupuk dan pestisida.
Padahal penggunaan benih unggul bermutu, pemakaian pupuk yang tepat dan pengendalian hama penyakit secara bijak, sangat berperan dalam meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan. Tetapi ketika petani membutuhkan. saprotan tidak tersedia di lapangan.
Sementara masalah pengairan merupakan domainnya Kementerian Pekerjaan Umum, sedangkan sarana produksi pertanian; benih, pupuk dan pestisida berada dibawah naungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara .(BUMN) dan perusahaan swasta.
Namun, nampak sekali dengan satu komando, maka program tersebut bergerak dengan cepat dan masing-masing lembaga/kementerian terkait menyadari betapa pentingnya pencapaian swasembada pangan ini. Sehingga kepentingan nasional harus lebih dikedepankan, ketimbang kepentingan sektoral.
Yang sangat menggembirakan dan sekaligus mengagumkan, yaitu langsung turunnya kelapangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) khususnya matra darat dan Polisi Republik Indonesia (Polri) lebih menambah keyakinan bahwa swasembada pangan dapat diraih dalam tempo relatif cepat.
Bila program sebelum ini, terutama TNI AD hanya bersifat menggerakkan dan melakukan pendampingan terhadap para petani, tetapi kali ini langsung terjun membuka lahan dan menanam.
Bahkan langkah serius Polri ikut serta menyukseskan swasembada pangan yaitu dengan merekrut calon anggota Polri berlatar belakang pendidikan pertanian secara umum, guna memudahkan kegiatan pendampingan terhadap para petani.
Gerakan pendampingan terhadap petani dari personil TNI dan Polri tersebut telah merubah peta keadaan, dimana Penyuluh Pertanian sebagai ujung tombak Kementan yang berada di seluruh pelosok desa tidak lagi menjadi pendamping tunggal.
Tinggal lagi, bagaimana mengelola kolaborasi ini menjadi efektif serta terciptanya kemitraan yang sinergis ditingkat lapangan. Penyuluh Pertanian harus menguasai teknik budidaya pertanian yang benar, sedangkan anggota TNI dan Polri harus mampu menggerakkan petani agar tetap dan terus bersemangat mengelola usaha taninya.
Bila kolaborasi antar lembaga ini berjalan dengan baik secara berkesinambungan, tentu 2 strategi utama untuk mencapai swasembada pangan, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi dapat diaplikasikan dengan baik di lapangan.
Terakhir, agar supaya program swasembada pangan ini tidak hanya bergaung di tingkat nasional. Tetapi juga dapat bergema di- daerah- daerah, maka setiap daerah provinsi dipandang perlu memberikan nama gerakan- nya, sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing, Bengkulu misalnya cocok dengan " Operasi Rafflesia " atau lainnya.#