Umumnya tinggal dipinggiran kota ada enaknya juga ada tidak enaknya, karena percampuran kebiasaan di desa dan di kota terjadi disini.
Bila subtansinya berkaitan dengan hal-hal yang umum tentu tidak menjadi persoalan, tapi bila sudah nyerempet ke masalah spesifik, ini yang sering terjadi benturan.
Disamping itu enaknya tinggal dipinggiran kota, bila ada keperluan yang tidak terdapat di desa maka dengan mudah untuk mencarinya di kota karena relatif dekat.
Dan sebaliknya jika memerlukan material untuk kebutuhan sehari-hari maka relatif mudah untuk mendapatkannya karena biasanya banyak tersedia di desa.
Demikian juga halnya dengan pola pergaulan sehari-hari, dipinggiran masih cukup kental memegang kebiasaan yang mereka sepakati bersama dan sistem sosial masih cukup familier, terutama bagi yang asli berasal dari pedesaan.
Tidak hanya sebatas orang-orang tua, melainkan anak-anak muda tetap rapi dan kompak untuk mempertahankan identitas peninggalan leluhurnya.
Meskipun sudah relatif banyak tergerus dengan budaya dari luar, namun untuk hal-hal tertentu masih gigih mereka jaga kelestariannya.
Akan tetapi satu hal yang patut dicermati untuk dijadikan semacam model yaitu ketika pelaksanaan acara resepsi pernikahan.
Di desa umumnya ada acara khusus muda- mudi yang digelar oleh Sohibul hajat pada siang atau malam hari, sedangkan di kota lazimnya acara tersebut tidak diadakan.
Maka untuk menjembatani kedua kebiasaan itu, biasanya Sohibul hajat yang tinggal dipinggiran kota akan menggelar acara muda-mudi dimaksud dan tak pelak acaranya akan meriah karena pemuda-pemudi yang tidak mendapat undangan juga banyak yang hadir, tapi mereka hanya sebagai penonton diluar arena resepsi.
Jadi kegiatan " perpaduan atau campuran " itu kerap kali diselenggarakan dan hal itu barang kali merupakan dinamika kehidupan yang terjadi di tengah dimasyarakat di pinggiran kota Bengkulu khususnya.
Majulah kita semua. #