Bismillah,
Manusia hanya bisa berencana, hanya Tuhan yang kuasa menentukan segalanya, demikian penggalan syair sebuah lagu dangdut slow yang populer diawal tahun delapan puluhan.
Agaknya syair lagu tersebut sedikit bersentuhan dengan kisah dua remaja yang merantau di sebuah kota kecil yang berhawa sejuk, guna menggali ilmu untuk menapaki kehidupan masa depan.
Mereka rela meninggalkan tempat dimana mereka dilahirkan, keluarga, teman-teman sepermainan serta handai tolan lainnya, demi menggapai cita-cita.
Meskipun disadari bahwa kota tempat mereka menuntut ilmu sesungguhnya tidak seberapa jauh, hanya hitungan beberapa puluh kilometer saja.
Oleh karena usia dikala itu masih muda belia dan diperparah dengan kondisi sarana transportasi dan komunikasi masih sangat minim, maka keadaan di rantau betul-betul terasakan.
Namun apa hendak dikata, sekolah yang mereka impikan dan harapan dijadikan jembatan untuk menyeberangi kehidupan dimasa depan hanya ada satu-satunya di daerah mereka. Jadilah mereka ditemukan dan ruang kelas yang sama.
Hanya saja karena keadaan mereka berdua harus berpisah, yang seorang dititipkan tinggal dirumah seorang guru dikomplek sekolah dan yang seorang kost di bilangan kota yang jaraknya cukup jauh dari sekolah.
Kendatipun jarak cukup jauh, tapi hubungan diantara sesama teman tetap dipelihara dengan cara saling kunjung mengunjungi pada hari libur, bila masing-masing sedang tidak pulang ke rumah orang tua.
Setelah dua tahun mereka menjalani masa pendidikan, pengembangan pembangunan infrastruktur sekolah mereka-pun tuntas dan bagi kelas akhir, agar fokus belajar menjelang ujian, dianjurkan sangat untuk tinggal di asrama siswa.
Dengan kebijakan dari sekolah tersebut maka otomatis keduanya terkumpul ditempat yang sama, bersama-sama dengan teman-teman yang lainnya.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan serta tak terasa ujian akhir dikelas terakhir sudah didepan mata dan hal ini juga sebagai pertanda bahwa perpisahan sudah tidak lama lagi akan terjadi.
Hari itu bulan mei empat puluh tahun yang silam, setelah menjalani ujian akhir yang ngeri-ngeri sedap dan harap-harap cemas. Dengan penuh rasa haru mereka harus berpisah, meninggalkan semuanya, termasuk kampus tercinta untuk pulang ke daerah asal mereka masing-masing.
Perpisahan di kampus rupanya tidak berlangsung lama, tatkala keduanya sama-sama diterima bekerja sebagai karyawan pada sebuah instansi yang sama, meskipun wilayah kerjanya berbeda.
Jarak wilayah kerja yang cukup jauh dan ditambah dengan kesibukan rutinitas serta aktivitas lainnya, membuat keduanya jarang sekali bertemu, baik dalam urusan kedinasan maupun urusan pribadi.
Hari ini keduanya tuntas menjalani tugas rutin setelah puluhan tahun mengabdi kepada negara dan diketahui juga bahwa keduanya tidak purna tugas ditempat kerja pertama yang telah membesarkan nama mereka, melainkan tercatat sebagai purna tugas pejabat di instansi yang berbeda.
Lama menunggu dan menahan rindu, kapan dan dimana dapat berjumpa lagi dengan teman seperjuangan dulu, lamunan yang sekaligus merupakan angan-angan itu, mengingat usia dan kondisi fisik sudah tidak muda lagi.
Kadarallah, impian berupa angan-angan panjang dan rindu berat itu terwujud menjadi suatu kenyataan disaat keduanya pada tujuan yang sama menghadiri ritual takziah dari teman mereka yang sudah duluan menghadap-Nya.
Jabat tangan erat, saling rangkul satu sama laiipun diperagakan, pertanda keduanya memang saling merindukan dan pertemuan itu memang sudah lama didambakan.
Majulah kita semua. # BN. Bengkulu.