Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

RANKING 3..SO, WHAT NEXT?

18 Desember 2012   15:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:25 120 0
“Ih, Bunda, kenapa memberitahu aku? Kata ustadzah kan jangan dikasih tahu anaknya dulu. Kalau aku baru tahu pas dipanggil, kan surprise jadinya!” Rupanya bunda tidak membaca SMS lanjutan untuk menahan diri agar tidak menginformasikan berita tersebut kepada sang anak. Mungkin saking sukanya, bunda terlupa. Wajar bila bunda senang dan bangga kalau anaknya dapat ranking, wong itu sebuah pengakuan kok. Si anak pun merasa surprise dan gembira upayanya diakui dan membuat orangtua bangga. Bahkan Ayah Ulan yang tak terlalu peduli dengan ranking kelas pun merasa lega karena pengajaran yang diyakininya, yaitu bermain = berlajar dan belajar sambil bermain, membuahkan hasil. Setidaknya secara kuantitas. Setelah juara 3, apa selanjutnya? Menarik untuk menyimak artikel Iwan Pranoto, Guru Besar ITB, di harian Kompas 14./12/12: Kasmaran Berilmu Pengetahuan. Beliau mengatakan: ‘…para siswa yang mempelajari mata pelajaran berdasarkan kurikulum baru harus berproses memahami mata pelajaran itu untuk mengembangkan ketrampilan yang relevan dengan jaman sekarang. Misalnya, mampu berpikir kritis dan merumuskan pertanyaan atau menyampaikan argumen secara runtut, tertata, dan meyakinkan orang lain. Peserta didik juga perlu mengembangkan sikap-sikap universal, seperti gigih, berpikir luwes, dan menghargai hak orang lain untuk berbeda pendapat…’ Pernyataan di atas sejalan dengan hasil dari proses belajar yang oleh Munif Chatib dalam buku Orangtuanya Manusia dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu: perubahan perilaku anak menjadi lebih baik (behaviourism/affective), perubahan pola pikir (cognitivism), dan membangun konsep atau gagasan baru (constructivism/creativism) [baca: http://busur-panah.blogspot.com/2012/10/belajar-apa-hasilnya.html]. Maka, ketika Ayah Ulan mengapresiasi prestasi tersebut dan menantang sang anak untuk berkompetisi dengan dirinya sendiri menjadi lebih baik – bukan hanya sekedar angka peringkat, Ulan tak lagi kaget. Ia memang sudah tahu peringkat bukanlah tujuan utama belajar. Ia lebih ditekankan untuk menjadi seorang pembelajar [baca: http://busur-panah.blogspot.com/2012/07/ranking-kompetisi-dan-apresiasi.html]. Setelah berdiskusi ia pun setuju menjadi seorang pembelajar yang bukan sekedar mencari angka dengan kesepakatan sebagai berikut:

  1. Ulan harus mampu melerai teman-teman yang berselisih. Ini mengeksplorasi karakter Ulan yang plegmatis, tak suka konflik dan mampu menjadi penengah yang baik.
  2. Kalau menginginkan sesuatu harus disertai dengan penjelasan kenapa barang itu diminati dan apa manfaatnya untuk meyakinkan orangtua serta apa mungkin dibuat sendiri. Ini dimaksudkan untuk mengajaknya berpikir logis, runtut, belajar beragumentasi, dan mencari alternatif.
  3. Mulai bulan Januari, Ulan akan diberi uang saku selama 1 minggu yang diberikan tiap hari Senin. Ulan mesti mengatur sendiri pengeluarannnya. Tidak ada penambahan uang saku jika uang tersebut habis sebelum hari Senin. Hal ini melatih anak untuk mandiri dan  menentukan prioritas dalam memenuhi kebutuhannya.
  4. Komitmen dan konsisten dengan apa yang sudah dipilih. Ini untuk mengingatkan sang anak agar tidak sekedar ‘ikutan teman’ dalam memilih bidang yang ia sukai.
  5. Sesekali – jika ayah atau bunda bertanya – Ulan bercerita tentang teman-temannya. Ini bermanfaat untuk mengetahui dengan siapa saja si anak berteman sekaligus melatihnya untuk mengetahui karakter orang.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun