Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop

Deklarasi Djuanda dalam Peta Geopolitik Saat Ini

12 Desember 2012   19:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:46 8093 1

MENGENANG DEKLARASI DJUANDA DALAM PETA GEOPOLITK MASA KINI

Banyak dari kita sepertinya tidak tahu bahwa hari ini adalah hari Nusantara. Apalagi nih ? Ya, sejak tahun 1999 dan berdasarkan Keppres N0.126 tahun 2001 telah ditetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara. Pada tanggal 13 Desember55 tahun yang lalu Pemerintah RI mengeluarkan sebuah klaim yang menjadi salah satu dasar kedaulatan wilayah yang baru setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 dan Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Karena pernyataan tersebut dilakukan pada masa Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaya maka lebih dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Karena sejak saat itu wilayah kedaulatan RI yang sebelumnya hanya daratan plus sedikt perairan menjadi lebih luas.

Mungkin ditetapkannya tanggal 13 Desember sebagai hari Nusantara bertujuan menyadarkan bangsa besar ini bahwa kedaulatan negara ini mencakup wilayah yang sangat luas meliputi daratan dan lautan yang terpisah namun  disatukan dalam bingkai Negara Keastuan Republik Indonesia  (NKRI ). Nusantara terdiri dari dua kata ‘nusa’ yang berarti ‘pulau’ dan ‘antara’ yang berarti 'luar' , jika digabung berarti wilayah yang terdiri dari banyak pulau. Konsep nusantara tidak hanya daratan ( pulau ) tapi juga perairan yang mengelilinginya sebagai kesatuan. Maka dari itu kita mengenal istilah tanah air karena pada kenyataannya justru wilayah perairan kita lebih luas ( 2/3 ) dari wilayah daratan. Yah, wilayah yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pacific dan membelah daratan Asia dan Australia inilah nusantara. Di dalamnya konon terdapat tak kurang 17.000 pulau yang sebagian tidak bernama dan tak berpenghuni. Wow, betapa luasnya. Tahukah anda jarak antara ujung barat ( Sabang ) sampai ujung timur ( Merauke ) kalau di Eropa (kira kira ) sama dengan jarak Dublin ( Irlandia ) diujung barat Eropa sampai Moskow ( Rusia ) di bagian timur Eropa. Maka secara wilayah negara kita ini adalah archipelagic state ( negara kepulauan ) bukan continenal state ( daratan yang menyatu ).

Banyaknya lautan yang memisahkan pulau ( daratan ) akan berpotensi tidak terintegrasi dengan baik dan rawan terjadi separatisme. Akan terjadi kesenjangan ekonomi, politik dan budaya yang bisa menggerus rasa berbangsa dan bernegara. Sebagai warisan wilayah Hindia Belanda sampai pada tahun akhir 50an,wilayah perairan Indonesia hanya sejauh 3 mil dari garis pantai ketika air pasang surut . Dapat dibayangkan Laut Jawa, Laut Sulawesi , Laut Banda dan laut lain serta selat selat diantaranya yang memisahkan pulau pulau menjadi perairan internasional. Konsekuensi menjadi wilayah Internasional adalah kapal kapal asing bisa bebas berlayar tanpa kontrol pemerintah RI. Laut Jawa misalnya memisahkan antara Pulau Jawa dan Kalimantan. Dari sudut pertahanan dan keamanan jelas ini sebagai ancaman karena bisa saja ada kapal perang, kapal selam atau kapal induk negara lain bebas keluar masuk diluar yurisdiksi RI. Sementara dari sisi ekonomi nelayan dari negara lain juga bebas mengambil hasil laut . Belum lagi potensi minyak dan gas yang tidak bisa dieksploitasi karena hal tersebut.

Menimbang berbagai hal tersebut maka padatanggal 13 Desember 1957, pemerintah RI dibawah Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaya menginisiasi Deklarasi Djuanda. Secara prinsipDeklarasi Djuanda menyatakan hal hal dibawah ini :

  1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
  2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
  3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
    1. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
    2. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
    3. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI

Sebagai implementasi dari pernyatataan tersebut maka pemerintah RI sekaligus menetapkan batas baru wilayah perairan Indonesia berdasarkan 3 formula yaitu :

  1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
  2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
  3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezimHukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.

Sebagai akibat dari Deklarasi Djuanda luas wilayah kedaulatan RI bertambah 2,5 kali lipat belum termasuk Papua Barat ( Irian Jaya ) yang pada tahun itu belum diakui sebagai wilayah RI. Deklarasi tersebut kemudian dijadikan UU pada tahun 1960.

Pada perjalanannya, Deklarasi tersebut sempat ditentang oleh negara negara kuat seperti Amerika Serikat, Australia dan negara lain yang berlandaskan kontinen ( daratan ). Perjalanan panjang menyakinkan negara lain yang dilakukan oleh para diplomat kita akhirnya membuahkan pengakuan dengan dimasukkannya konsep negara kepulauan dalam United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB pada tahun 1982.

Melihat situasi geopolitik di Laut China Selatan akhir akhir ini dimana ada sengketa wilayah antara beberapa negara Asean ( Malaysia, Brunei, Vietnam , Philipina ) ,Taiwan dan China yang semakin panas maka saya melihat ada relevansinya dengan Deklarasi Djuanda. Saya berandai andai mungkin jika tanpa Deklarasi tersebut Kepulauan Natuna dan Anambas yang berjarak ratusan kilometer dari Kalimantan juga akan menjadi wilayah sengketa seperti juga kepulauan Spratly dan kepulauan Paracel yang kaya dengan potensi Migas. Apalagi eskalasi di wilayah tersebut meningkat dengan China menerbitkan peta baru dimana mereka memasukkan wilayah yang disengketakan masuk wilayahnya sedangkan Filipina mengubah nama sebagian dari Laut China Selatan menjadi Laut Filipina Barat. Bergesernya peta geopolitik pasca Perang Dingin ke arah Asia Pasifik yang ditandai dengan bangkitnya kekuatan militer China dan kehadiran armada Amerika Serikat di kawasan ini menjadi makin besar tantangan untuk mempertahankan kedaulatan wilayah RI yang sebagian besar ditangan Angkatan Laut RI. Sudah saatnya Angkatan Laut RI memordenisasi alut sistanya sesuai tantangan zaman. Dibutuhkan usaha untuk mempertahankan kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan.

Dan setelah selama ini orientasi kita hanya membangun daratan saatnya kita melihat laut sebagai potensi sumber daya untuk kemakmuran rakyat setelah selama ini sumber daya kita di daratan makin menipis. Bicara laut bukan hanya aspek pertahanan dan keamanan tapi juga aspek ekonomi. Sungguh aneh jika dengan wilayah laut yang begitu luas hasil perikanan kita masih kalah dengan Thailand. Belum lagi terumbu karang kita termasuk yang terbesar di dunia. Budaya bahari yang dulu sempat membawa Sriwijaya dan Majapahit mencapai kejayaan harus dibangkitkan lagi namun bukan dengan jalan ekspansi. Belum lagi pelaut pelaut Bugis yang menyeberangi lautan dengan perahu Phinisi nya. Di laut lah salah satu masa depan Indonesia .

Jalesveva Jayamahe..!

Salam bahari,

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun